Minggu, 10 Oktober 2010

TNI dan Demokrasi

Oleh: Anas Urbaningrum



Dalam 12 tahun perjalanan demokratisasi, Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu elemen bangsa yang dengan tekun melaksanakan reformasi internal. Kita semua mengharapkan hasil positif dari proses reformasi ini, yaitu TNI yang profesional dan mampu menjaga serta menegakkan kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan segenap bangsa dan negara; TNI yang kita banggakan.

Langkah-langkah reformasi TNI merupakan pencapaian demokrasi yang harus kita apresiasi. Sesuai dengan tuntunan Sapta Marga, yang dengan jelas menyatakan bahwa: "Kami adalah warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila", TNI dan anggota TNI akan menjadi bagian dari pranata negara demokratis yang mengedepankan supremasi sipil, prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, serta hukum nasional dan internasional.

Profesionalitas
Dalam artiannya yang paling luas, profesionalitas berarti kompetensi dan dedikasi dalam menjalankan tanggung jawab seseorang atau organisasi. Profesionalitas, dalam konteks ini, berarti sebuah ikhtiar untuk menjalankan amanat yang telah diberikan demi mendapatkan hasil terbaik. Bagi TNI, ikhtiar ini dapat diwujudkan dengan mewujudkan dirinya menjadi instrumen ketahanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan dan ketahanan bangsa dari perpecahan dan ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.

Dewasa ini keamanan dan kedaulatan negara tidak hanya mencakup ancaman militer fisik, seperti perang terbuka, terorisme, pelanggaran perbatasan, dan gerakan separatis, namun juga mencakup ideologi, ekonomi, serta budaya. Dalam jangka panjang, ketahanan ideologi, ekonomi, dan budaya ini harus masuk dalam bagian pengelolaan pertahanan kita. Salah satu agenda pembangunan budaya Indonesia yang sangat penting adalah membangun budaya demokrasi yang sehat dan mampu memanfaatkan sebesar-besarnya keragaman yang ada untuk memperkuat sendi-sendi kebangsaan.

Di sinilah pertanyaan tentang keseimbangan hak dan kewajiban TNI dalam alam demokrasi muncul. Seorang prajurit merupakan warga negara yang mendapat pengecualian khusus: ia menggunakan koersi atau daya paksa untuk menjaga keamanan dan kedaulatan negara sebagai bagian dari kontrak sosial. Namun, sebagai individu, ia juga memiliki hak pilih, yang merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi. TNI sebagai institusi dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, namun anggota TNI berhak menyampaikan aspirasi yang dimilikinya sebagai warga negara.

Politik pada hakikatnya bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Jika seorang anggota TNI memiliki sebuah gagasan yang dapat memperbaiki kehidupan berbangsa, alangkah baiknya jika ia dapat menyampaikan gagasan tersebut melalui mekanisme demokratis bernama pemilu.

Tentu masih banyak persiapan yang harus dilakukan agar kita dapat sampai pada tahap di mana seorang anggota TNI dapat memberikan hak pilihnya dalam pemilu. TNI sebagai sebuah institusi yang memiliki struktur monolitik dan garis komando yang tegas perlu menyiapkan diri agar dapat menyikapi perbedaan pandangan politik individu sebagai sebuah keniscayaan dalam berdemokrasi, dan bukan sebagai sumber perpecahan.

Mari kita memberikan ruang bagi TNI untuk terus menjalankan proses reformasi yang diamanatkan. Pada akhirnya, kita berharap agar saudara-saudari kita di TNI dapat ikut berperan serta dalam sistem demokrasi yang produktif demi kemajuan bersama. Para elite sipil juga wajib mengembangkan etika yang mengakui kehormatan dan sikap nonpartisan TNI dari politik praktis. Institusi militer tidak selayaknya disusupi oleh kepentingan-kepentingan politik sempit.

Amanat reformasi juga melarang TNI berbisnis. Kesepakatan ini meminta jaminan bahwa kesejahteraan anggota TNI menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Sesungguhnya ini merupakan situasi krusial karena kesejahteraan juga membantu membentengi para prajurit dari perpecahan akibat praktek politik uang ketika nantinya individu anggota TNI dapat memilih.

Dalam konteks ini, peningkatan anggaran pertahanan bukan hanya dibutuhkan untuk memperbaiki alat utama sistem persenjataan (alutsista) serta kualitas hidup prajurit secara fisik, namun juga menjadi bekal bagi anggota TNI berdemokrasi. Anggaran pertahanan juga harus dilihat sebagai investasi bagi demokrasi.


* * *
Reformasi TNI merupakan tanggung jawab kita bersama. Kita semua memiliki harapan agar TNI dapat menjadi organisasi yang profesional dan mampu menjaga kedaulatan negara sesuai dengan jiwa Sapta Marga. Kita juga berharap militer kita dapat disejajarkan dengan angkatan bersenjata dari negara lain. TNI dapat menjadi bagian dari pranata demokrasi dengan menegakkan profesionalitas dan tidak terlibat dalam politik praktis. Semoga TNI selalu menjadi tentara yang dipercaya dan dicintai oleh rakyatnya, serta terus menghidupkan semangat reformasi.

URL Source: http://korantempo.com/korantempo/koran/2010/10/08/Opini/krn.20101008.214072

Anas Urbaningrum
KETUA UMUM DPP PARTAI DEMOKRAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...