Himawan Wijanarko*
Dalam sambutannya pada acara pembukaan Pekan Produk Budaya Indonesia 2007, SBY menekankan pentingnya mengembangkan ekonomi gelombang keempat yang berorientasi pada kreativitas, budaya, serta warisan budaya dan lingkungan. Penekanannya pada aspek budaya dan warisan budaya (heritage) dan lingkungan. Produk kerajinan dan seni budaya jika dikembangkan dengan baik tentu akan memberikan kontribusi yang besar pada ekonomi nasional.
Soal industri kreatif ini, kita bisa belajar dari Inggris. Inggris berpengalaman memetakan industri kreatif pada tahun 1998 dan 2003. Hasilnya dijadikan dasar untuk membuat serangkaian strategi dan kebijakan, yang selanjutnya mendorong perkembangan industri ini menjadi sektor kedua terbesar di Inggris setelah jasa keuangan. Industri kreatif versi Inggris ini mencakup industri periklanan, arsitektur, kesenian, kerajinan, desain, fashion, software komputer, dan entertainment.
Menurut Caves, creative economy memiliki beberapa karakteristik. Pertama, menekankan pentingnya orisinalitas, keterampilan teknis dan harmoni produk yang dihasilkan. Kedua, diperlukannya input ketrampilan yang beragam, khususnya dalam menghasilkan produk yang kompleks. Ketiga, produk yang dihasilkan dibedakan berdasarkan kualitas dan keunikan. Setiap produk merupakan hasil dari kombinasi input yang khas (distinct combination), yang hasil akhirnya adalah produk dengan variasi pilihan yang beragam. Keempat, pelaku utama industri ini dinilai berdasarkan keterampilan, orisinalitas ide, dan kecakapan (proficiency) dalam menciptakan produk yang menuntut kreativitas tinggi. Dan kelima, terdapat perlindungan hak cipta terhadap sebagian produk yang dihasilkan.
Pemerintah Inggris mendukung Indonesia Creative Economy Road Map 2010, melakukan pemetaan potensi ekonomi sektor industri ini di Indonesia. Mereka yakin dengan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah, berkembangnya industri manufaktur, pangsa pasar domestik yang potensial, serta kuatnya tradisi yang demokratis dan artistik akan mampu membawa bangsa ini menjadi salah satu kekuatan industri kreatif dunia. Penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa industri manufaktur yang berhubungan dengan bidang kreatif di Indonesia bernilai sekitar US$ 88 milyar atau sekitar 33.5% dari PDB Indonesia yang juga berarti 6 kali lebih besar dari industri minyak dan gas bumi. Jika orang luar yang telah berpengalaman yakin, mengapa kita tidak memiliki keyakinan yang sama?
Industri kreatif kita yang paling siap adalah industri kerajinan, mulai dari batik sampai perhiasan. Kerajinan perhiasan misalnya, berlangsung sejak jaman kerajaan. Coba Anda perhatikan pakaian adat dari berbagai daerah, tampak bertabur perhiasan, bukan hanya cincin, anting, atau gelang, tetapi juga tusuk konde, keris, dan berbagai bentuk perhiasan lain.
Jika kita melihatnya sebagai industri kreatif, yang memiliki nilai ekonomi tertinggi adalah industri perhiasan emas, terutama yang bertahta batu mulia. Akar historis yang kuat ini berlanjut hingga saat ini, industri dan perdagangan perhiasan nasional menguasai mayoritas pasar dalam negeri. Industri kreatif ini bersifat padat karya serta kompetitif karena didukung ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja yang terampil. Potensi pasar perhiasan emas dalam negeri menempatkan Indonesia pada posisi ketujuh dunia.
Seorang rekan pengusaha perhiasan berkisah, karyawannya beberapa kali menyabet penghargaan di Italia. Padahal pendidikannya STM. Para pengrajin di industri ini juga cukup beruntung, karena penghasilannya sekitar 3 juta rupiah per bulan, jauh di atas UMR. Inilah industri kreatif yang diangankan.
Sayang industri ini sedang dirundung masalah. Beberapa pabrik perhiasan relokasi, investor asing yang menunda investasinya, kalangan menengah lebih suka membeli perhiasan di negara tetangga, tambang rakyat (intan) lebih senang menjual bahan baku perhiasan kepada pihak asing, dan realisasi ekspor rendah. Apa pasal? Coba anda tengok sistem perpajakannya. Jika pengusaha mau membuat perhiasan bertahta intan, bahan baku intannya kena PPN 10 persen, bea masuk 5 persen, dan PPn BM (pajak barang mewah) 75 persen. Total pajak yang ditanggung 90 persen. Di negara tetangga seperti Malaysia pajaknya 0 persen. Inikah potret kebijakan industri kreatif yang menjadi masa depan ekonomi kita?
* GM Strategic Services The Jakarta Consulting Group
Pernah dimuat di Majalah Trust
Dalam sambutannya pada acara pembukaan Pekan Produk Budaya Indonesia 2007, SBY menekankan pentingnya mengembangkan ekonomi gelombang keempat yang berorientasi pada kreativitas, budaya, serta warisan budaya dan lingkungan. Penekanannya pada aspek budaya dan warisan budaya (heritage) dan lingkungan. Produk kerajinan dan seni budaya jika dikembangkan dengan baik tentu akan memberikan kontribusi yang besar pada ekonomi nasional.
Soal industri kreatif ini, kita bisa belajar dari Inggris. Inggris berpengalaman memetakan industri kreatif pada tahun 1998 dan 2003. Hasilnya dijadikan dasar untuk membuat serangkaian strategi dan kebijakan, yang selanjutnya mendorong perkembangan industri ini menjadi sektor kedua terbesar di Inggris setelah jasa keuangan. Industri kreatif versi Inggris ini mencakup industri periklanan, arsitektur, kesenian, kerajinan, desain, fashion, software komputer, dan entertainment.
Menurut Caves, creative economy memiliki beberapa karakteristik. Pertama, menekankan pentingnya orisinalitas, keterampilan teknis dan harmoni produk yang dihasilkan. Kedua, diperlukannya input ketrampilan yang beragam, khususnya dalam menghasilkan produk yang kompleks. Ketiga, produk yang dihasilkan dibedakan berdasarkan kualitas dan keunikan. Setiap produk merupakan hasil dari kombinasi input yang khas (distinct combination), yang hasil akhirnya adalah produk dengan variasi pilihan yang beragam. Keempat, pelaku utama industri ini dinilai berdasarkan keterampilan, orisinalitas ide, dan kecakapan (proficiency) dalam menciptakan produk yang menuntut kreativitas tinggi. Dan kelima, terdapat perlindungan hak cipta terhadap sebagian produk yang dihasilkan.
Pemerintah Inggris mendukung Indonesia Creative Economy Road Map 2010, melakukan pemetaan potensi ekonomi sektor industri ini di Indonesia. Mereka yakin dengan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah, berkembangnya industri manufaktur, pangsa pasar domestik yang potensial, serta kuatnya tradisi yang demokratis dan artistik akan mampu membawa bangsa ini menjadi salah satu kekuatan industri kreatif dunia. Penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa industri manufaktur yang berhubungan dengan bidang kreatif di Indonesia bernilai sekitar US$ 88 milyar atau sekitar 33.5% dari PDB Indonesia yang juga berarti 6 kali lebih besar dari industri minyak dan gas bumi. Jika orang luar yang telah berpengalaman yakin, mengapa kita tidak memiliki keyakinan yang sama?
Industri kreatif kita yang paling siap adalah industri kerajinan, mulai dari batik sampai perhiasan. Kerajinan perhiasan misalnya, berlangsung sejak jaman kerajaan. Coba Anda perhatikan pakaian adat dari berbagai daerah, tampak bertabur perhiasan, bukan hanya cincin, anting, atau gelang, tetapi juga tusuk konde, keris, dan berbagai bentuk perhiasan lain.
Jika kita melihatnya sebagai industri kreatif, yang memiliki nilai ekonomi tertinggi adalah industri perhiasan emas, terutama yang bertahta batu mulia. Akar historis yang kuat ini berlanjut hingga saat ini, industri dan perdagangan perhiasan nasional menguasai mayoritas pasar dalam negeri. Industri kreatif ini bersifat padat karya serta kompetitif karena didukung ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja yang terampil. Potensi pasar perhiasan emas dalam negeri menempatkan Indonesia pada posisi ketujuh dunia.
Seorang rekan pengusaha perhiasan berkisah, karyawannya beberapa kali menyabet penghargaan di Italia. Padahal pendidikannya STM. Para pengrajin di industri ini juga cukup beruntung, karena penghasilannya sekitar 3 juta rupiah per bulan, jauh di atas UMR. Inilah industri kreatif yang diangankan.
Sayang industri ini sedang dirundung masalah. Beberapa pabrik perhiasan relokasi, investor asing yang menunda investasinya, kalangan menengah lebih suka membeli perhiasan di negara tetangga, tambang rakyat (intan) lebih senang menjual bahan baku perhiasan kepada pihak asing, dan realisasi ekspor rendah. Apa pasal? Coba anda tengok sistem perpajakannya. Jika pengusaha mau membuat perhiasan bertahta intan, bahan baku intannya kena PPN 10 persen, bea masuk 5 persen, dan PPn BM (pajak barang mewah) 75 persen. Total pajak yang ditanggung 90 persen. Di negara tetangga seperti Malaysia pajaknya 0 persen. Inikah potret kebijakan industri kreatif yang menjadi masa depan ekonomi kita?
* GM Strategic Services The Jakarta Consulting Group
Pernah dimuat di Majalah Trust
Sumber:http://www.jakartaconsulting.com/art-01-51.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya