Rabu, 13 Oktober 2010

Nasionalisme Ekonomi yang Memajukan Bangsa

Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo



Dalam Kompas edisi 7 Oktober 2010 ada tulisan Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, berjudul ”Nasionalisme Ekonomi”.

Patut dihargai bahwa pada masa kini, ketika ekonomi nasional diarahkan pada sistem pasar bebas, ada pejabat pemerintah yang menulis terbuka tentang nasionalisme ekonomi. Namun, dalam uraian Gita ada yang perlu ditanggapi agar maksud baik menyelenggarakan nasionalisme ekonomi tak justru membawa masalah bagi bangsa Indonesia.

Sebaiknya dalam menerapkan nasionalisme ekonomi, kita cari bahan perbandingan pada praktik Jepang dan China yang dulu dan sekarang ekonominya bergelora. Bukan semata-mata berorientasi kepada Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.

Gita menganggap kurang tepat besarnya fokus pada struktur kepemilikan ketika melakukan investasi asing. Alasannya, banyak sektor penting bersifat padat modal, padahal dana Indonesia amat terbatas. Dengan kata lain, Gita tak keberatan bahwa kepemilikan itu di tangan asing asal bersedia menanamkan modal besar demi memajukan sektor itu. Kalau pendapat Gita dilaksanakan, banyak sektor penting di Indonesia dimiliki asing. Ekonomi Indonesia mungkin maju, tetapi dikuasai asing. Indonesia tak lagi merdeka dan itu tak mungkin diterima bangsa Indonesia yang tak mau dijajah bangsa lain.

Itu sebabnya, persoalan ini tak mungkin dihadapi dengan konsep pasar, tetapi diperlukan peran pemerintah yang aktif dan tegas. Meski bukan negara sosialis dan malah sekutu setia Amerika Serikat, Jepang efektif mengurus ekonomi di bawah pengendalian pemerintah melalui administrative guidance. Tak jarang hal ini membikin AS marah.

Atur BUMN dan swasta

Untuk mengatur investasi asing, pemerintah wajib menentukan sektor mana yang kepemilikannya tak boleh di tangan asing. Atas dasar itu, pemerintah mengatur BUMN dan swasta agar kepemilikan Indonesia terjamin dan mengusahakan dana untuk menjamin kepemilikan. Karena dana itu sukar diperoleh, memang diperlukan usaha pemerintah menentukan prioritas sektor: mulai dari yang tertinggi dan mutlak dimiliki Indonesia sampai terendah.

Pada sektor penting lain yang bukan prioritas utama, diusahakan usaha patungan yang memungkinkan partisipasi asing. Sesuai dengan derajat prioritas sektor itu, peran asing dimungkinkan dominan kalau derajat prioritas rendah. Namun, pemerintah harus saksama mengawasi bahwa peran asing itu betul bermanfaat bagi Indonesia.

Pemerintah menentukan bahwa hasil produksi perusahaan yang punya peran asing harus diekspor dan tak boleh dipasarkan di dalam negeri. Kemudian pemerintah membangun perusahaan lain yang beroperasi dalam bidang sama dengan teknologi yang digunakan dalam patungan itu. Pemerintah menjaga agar pasar dalam negeri sepenuhnya dikuasai Indonesia.

Praktik demikian dilakukan China hingga dapat memanfaatkan modal dan teknologi asing untuk kepentingannya sekaligus meningkatkan ekspornya.

Jelas sekali, selalu diusahakan agar kepentingan negara dan bangsa sendiri menjadi ukuran. Dulu Jepang selalu didesak AS membuka pasar berasnya agar beras AS dapat dipasarkan di Jepang dengan alasan lebih murah. Namun, Pemerintah Jepang selalu menolak desakan AS itu karena tak mau mengorbankan petaninya sebagai unsur tak terpisahkan masyarakat Jepang. Juga desakan AS agar Jepang ”memodernisasi” perdagangan dalam negerinya—dalam arti dibuka secara bebas—tak pernah dilayani.

Nasionalisme ekonomi yang membawa kemajuan negara dan bangsa memang tak menutup pintu bagi masuknya peran asing, bahkan dalam pemilikan perusahaan yang rendah derajat prioritasnya. Namun, nasionalisme ekonomi memerlukan peran pemerintah berlandaskan semangat kebangsaan kuat dan membawa bangsanya maju sejahtera.

Praktik Indonesia Inc

Pemerintah perlu mengusahakan terwujudnya semangat dan praktik Indonesia Incorporated yang meliputi seluruh dunia usaha, masyarakat, BUMN, dan swasta untuk selalu mencapai kemajuan. Yang paling tak masuk akal, sikap yang—dengan alasan globalisasi—menganggap wajar: dunia usaha Indonesia dikuasai pihak terkuat, termasuk asing.

Ini dapat dilihat dari sikap yang memungkinkan Indosat dikuasai asing dan sekarang membuka kepemilikan asing atas Bandara Soekarno-Hatta, bandara utama Indonesia dengan nama proklamator kemerdekaan. Satu pengkhianatan atas perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia!

Tanpa semangat kebangsaan yang kuat pada masyarakat dan Pemerintah Indonesia, mustahil ada nasionalisme ekonomi yang bermanfaat bagi bangsa. Ketika orang Jepang yang memimpin perusahaan swasta besar dan kuat seperti Mitsubishi ditanya mengapa mau tunduk mengikuti administrative guidance, jawaban mereka: orang-orang yang duduk di pemerintah, khususnya MITI, adalah patriot kebangsaan yang pandai. Pengaturan yang mereka lakukan pasti untuk kepentingan rakyat dan bangsa Jepang! Semangat itulah yang membuat ekonomi Jepang maju pada 1970-an. Hal serupa kini terjadi di China!

Tantangannya, apakah Indonesia yang merebut kemerdekaan dengan perjuangan masih punya semangat kebangsaan yang sanggup berjuang demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/10/12/03023423/nasionalisme.ekonomi.yang.


Sayidiman Suryohadiprojo Mantan Dubes RI di Jepan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...