Oleh: Suhardiman
Menginjak satu tahun usia pemerintahan, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono cenderung memudar. Diperlukan upaya lebih keras dari pemerintahan Yudhoyono untuk mengembalikan penilaian itu.
Turunnya pamor pemerintah tecermin dari meningkatnya ketidakpuasan publik di seluruh aspek penilaian. Baik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan sosial, ekonomi, penegakan hukum, maupun dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan tecermin ketidakpuasan. Terhadap keempat bidang pokok itu, lebih dari separuh responden menyampaikan ketidakpuasan mereka.
Ekspresi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah tampaknya secara langsung memengaruhi penilaian publik terhadap popularitas pemerintahan Presiden Yudhoyono. Satu tahun memerintah, popularitasnya tiga bulan terakhir ini cenderung menurun. Berbagai persoalan yang mengimpit berbagai sendi kehidupan bangsa, terutama yang terjadi selama triwulan terakhir, tampak menjadi bagian tantangan terberat bagi Yudhoyono sepanjang sejarahnya memimpin negara. Saat ini hampir separuh (48,4 persen) responden saja yang menilai positif citra pemerintahan Yudhoyono.
Di sisi lain, ekspresi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah juga memengaruhi tingkat keyakinan publik terhadap kemampuan pemerintahan saat ini dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Memang, secara keseluruhan, proporsi publik yang masih meyakini kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan beragam persoalan bangsa masih lebih besar ketimbang mereka yang merasa tidak yakin. Namun, setahun terakhir tampak kecenderungan terjadi penurunan tingkat keyakinan publik secara signifikan.
Fenomena turunnya penilaian publik semacam ini sebenarnya terjadi pula pada penilaian satu tahun periode pertama pemerintahannya (Oktober 2005). Saat itu kebijakan tidak populis berupa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan aksi terorisme yang mengguncang Bali menjadi penyebab utama merosotnya popularitas pemerintahan. Hanya, jika dibandingkan dengan periode pertama pemerintahan, derajat penurunan apresiasi publik tampaknya menurun lebih dalam.
Mengikis citra
Mengawali periode kedua pemerintahannya, Presiden Yudhoyono sebenarnya mampu menjaga stabilitas citra pemerintahannya. Dalam kurun waktu sembilan bulan pemerintahan, misalnya, citra pemerintah dinilai positif oleh bagian terbesar responden. Ini tecermin dari hasil tiga kali jajak pendapat triwulanan sebelumnya. Bahkan, apresiasi positif publik sempat meningkat pada bulan kesembilan, yakni 63,4 persen responden menyampaikan citra baik pemerintah. Sosok Yudhoyono sebagai presiden pun cenderung meningkat, dinilai baik oleh lebih dari tiga perempat responden. Sayangnya, kondisi demikian berubah cukup drastis dalam rentang waktu tiga bulan terakhir.
Membandingkan dengan perjalanan pemerintah selama dua periode, tingkat kemerosotan citra presiden saat ini setara dengan kemerosotan yang terjadi pada bulan ke-45 periode pertama pemerintahannya (Juli 2008).
Terdapat pula kesamaan dengan kondisi sosial-politik saat itu. Ketika itu persoalan keamanan menjadi permasalahan yang cukup mengusik kekhawatiran publik. Selain sejumlah insiden kerusuhan dalam pemilu kepala daerah (pilkada), merebaknya isu intoleransi dan kebebasan beribadah pun berkembang terkait penyikapan pemerintah soal Ahmadiyah. Problem politik dan keamanan saat itu diperkuat lagi oleh kebijakan menaikkan harga BBM.
Meski demikian, citra Presiden dan pemerintah kemudian kembali terangkat pada bulan berikutnya bersamaan dengan sejumlah strategi dan persiapan kampanye menjelang Pemilu 2009.
Saat ini, menyambut bulan ke-12 periode kedua pemerintahannya, perkembangan situasi politik dan keamanan tampak tak jauh berbeda dengan kondisi riil dan suasana kebatinan masyarakat saat terjadi kemerosotan tajam citra pemerintah pada periode sebelumnya. Masalah politik dan keamanan menjadi kekhawatiran yang disampaikan paling kuat oleh publik. Sementara itu, sikap pemerintah dalam merespons berbagai persoalan cenderung ditanggapi secara negatif oleh sebagian publik.
Besarnya penurunan rasa puas publik terhadap kinerja pemerintah di bidang politik dan keamanan menjadi persoalan yang sepatutnya amat dikhawatirkan. Betapa tidak, becermin dari berbagai rangkaian hasil jajak pendapat Yudhoyono selama ini, bidang politik, keamanan, dan hukum kerap meraih apresiasi paling tinggi dan cenderung menjadi pilar terkuat dalam menopang popularitas pemerintahan Yudhoyono.
Menutup usia periode pertama pemerintahan, misalnya, tercatat 70,8 persen responden menyampaikan apresiasi positif di bidang politik dan keamanan. Keberhasilan ini pula yang menjadi salah satu kunci keberhasilan pemerintahan ini berlanjut, tetap dipercaya masyarakat dalam menciptakan stabilitas politik dan keamanan negeri. Saat ini hanya tersisa 38,1 persen responden yang menilai positif kinerja pemerintah dalam menjaga situasi politik dan keamanan negeri ini.
Membuktikan kemampuan
Apabila ditelusuri, keprihatinan publik akan persoalan politik dan keamanan ini tertumpu pada kondisi terakhir bangsa. Berbagai masalah keamanan warga menjadi isu yang cukup menjadi sorotan publik. Konflik sosial antarwarga yang kerap berulang menjadi tantangan berat bagi pemerintah dalam mengelola keamanan di negeri ini. Kasus bentrok antarkelompok di Tarakan, Kalimantan Timur, dan sejumlah tawuran antarwarga di sejumlah daerah pun, termasuk di Jakarta baru-baru ini, menggiring persepsi publik atas lemahnya peran negara menjamin stabilitas keamanan. Lebih dari separuh responden (55,5 persen) menyatakan pemerintah gagal menjamin rasa aman masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, rangkaian persoalan yang mengancam keamanan warga dan negara pun terjadi. Selain isu terorisme dan serangkaian aksi perampokan bersenjata yang menjadi teror mencekam, semangat toleransi dan solidaritas yang cenderung semakin terkungkung identitas primordialistik pun berkem- bang di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini tambah diperkuat oleh fakta semakin lemahnya peran negara dalam menjamin kebebasan beribadah warganya.
Meskipun Presiden Yudhoyono kerap kali menegaskan sikap bahwa setiap individu di negeri ini memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah, seperti dinyatakan saat memberikan sambutan dalam peringatan Nuzulul Quran, 27 Agustus lalu, fakta yang berkembang di tengah masyarakat berbeda. Kekhawatiran terjadi penyempitan ruang kebebasan warga dalam beribadah berkembang seiring dengan maraknya aksi sejumlah kelompok intoleran.
Dengan segenap permasalahan ini, akankah kepercayaan publik berbalik, kembali menyatakan apresiasi positif pada masa mendatang?
Melampaui satu tahun memerintah, beragam potensi permasalahan pelik yang bersinggungan dengan keseharian kehidupan masyarakat siap menunggu. Persoalan perekonomian, seperti ketersediaan dan pengendalian harga barang kebutuhan pokok, rencana kenaikan harga BBM dan listrik, akan semakin memperkecil peluang meningkatnya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan. Dalam situasi seperti itu, potensi ancaman persoalan-persoalan politik dan keamanan pun semakin besar.
Tidak terhindarkan, inilah saat-saat jalannya pemerintahan menghadapi masa kritis dalam perspektif publik. Tampaknya, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain berupaya lebih keras mengerahkan segenap kemampuannya.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/10/18/03115855/saatnya.perbaikan.kinerja.
Suhardiman
(LITBANG KOMPAS)
Menginjak satu tahun usia pemerintahan, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Wakil Presiden Boediono cenderung memudar. Diperlukan upaya lebih keras dari pemerintahan Yudhoyono untuk mengembalikan penilaian itu.
Turunnya pamor pemerintah tecermin dari meningkatnya ketidakpuasan publik di seluruh aspek penilaian. Baik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan kesejahteraan sosial, ekonomi, penegakan hukum, maupun dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan tecermin ketidakpuasan. Terhadap keempat bidang pokok itu, lebih dari separuh responden menyampaikan ketidakpuasan mereka.
Ekspresi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah tampaknya secara langsung memengaruhi penilaian publik terhadap popularitas pemerintahan Presiden Yudhoyono. Satu tahun memerintah, popularitasnya tiga bulan terakhir ini cenderung menurun. Berbagai persoalan yang mengimpit berbagai sendi kehidupan bangsa, terutama yang terjadi selama triwulan terakhir, tampak menjadi bagian tantangan terberat bagi Yudhoyono sepanjang sejarahnya memimpin negara. Saat ini hampir separuh (48,4 persen) responden saja yang menilai positif citra pemerintahan Yudhoyono.
Di sisi lain, ekspresi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah juga memengaruhi tingkat keyakinan publik terhadap kemampuan pemerintahan saat ini dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Memang, secara keseluruhan, proporsi publik yang masih meyakini kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan beragam persoalan bangsa masih lebih besar ketimbang mereka yang merasa tidak yakin. Namun, setahun terakhir tampak kecenderungan terjadi penurunan tingkat keyakinan publik secara signifikan.
Fenomena turunnya penilaian publik semacam ini sebenarnya terjadi pula pada penilaian satu tahun periode pertama pemerintahannya (Oktober 2005). Saat itu kebijakan tidak populis berupa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan aksi terorisme yang mengguncang Bali menjadi penyebab utama merosotnya popularitas pemerintahan. Hanya, jika dibandingkan dengan periode pertama pemerintahan, derajat penurunan apresiasi publik tampaknya menurun lebih dalam.
Mengikis citra
Mengawali periode kedua pemerintahannya, Presiden Yudhoyono sebenarnya mampu menjaga stabilitas citra pemerintahannya. Dalam kurun waktu sembilan bulan pemerintahan, misalnya, citra pemerintah dinilai positif oleh bagian terbesar responden. Ini tecermin dari hasil tiga kali jajak pendapat triwulanan sebelumnya. Bahkan, apresiasi positif publik sempat meningkat pada bulan kesembilan, yakni 63,4 persen responden menyampaikan citra baik pemerintah. Sosok Yudhoyono sebagai presiden pun cenderung meningkat, dinilai baik oleh lebih dari tiga perempat responden. Sayangnya, kondisi demikian berubah cukup drastis dalam rentang waktu tiga bulan terakhir.
Membandingkan dengan perjalanan pemerintah selama dua periode, tingkat kemerosotan citra presiden saat ini setara dengan kemerosotan yang terjadi pada bulan ke-45 periode pertama pemerintahannya (Juli 2008).
Terdapat pula kesamaan dengan kondisi sosial-politik saat itu. Ketika itu persoalan keamanan menjadi permasalahan yang cukup mengusik kekhawatiran publik. Selain sejumlah insiden kerusuhan dalam pemilu kepala daerah (pilkada), merebaknya isu intoleransi dan kebebasan beribadah pun berkembang terkait penyikapan pemerintah soal Ahmadiyah. Problem politik dan keamanan saat itu diperkuat lagi oleh kebijakan menaikkan harga BBM.
Meski demikian, citra Presiden dan pemerintah kemudian kembali terangkat pada bulan berikutnya bersamaan dengan sejumlah strategi dan persiapan kampanye menjelang Pemilu 2009.
Saat ini, menyambut bulan ke-12 periode kedua pemerintahannya, perkembangan situasi politik dan keamanan tampak tak jauh berbeda dengan kondisi riil dan suasana kebatinan masyarakat saat terjadi kemerosotan tajam citra pemerintah pada periode sebelumnya. Masalah politik dan keamanan menjadi kekhawatiran yang disampaikan paling kuat oleh publik. Sementara itu, sikap pemerintah dalam merespons berbagai persoalan cenderung ditanggapi secara negatif oleh sebagian publik.
Besarnya penurunan rasa puas publik terhadap kinerja pemerintah di bidang politik dan keamanan menjadi persoalan yang sepatutnya amat dikhawatirkan. Betapa tidak, becermin dari berbagai rangkaian hasil jajak pendapat Yudhoyono selama ini, bidang politik, keamanan, dan hukum kerap meraih apresiasi paling tinggi dan cenderung menjadi pilar terkuat dalam menopang popularitas pemerintahan Yudhoyono.
Menutup usia periode pertama pemerintahan, misalnya, tercatat 70,8 persen responden menyampaikan apresiasi positif di bidang politik dan keamanan. Keberhasilan ini pula yang menjadi salah satu kunci keberhasilan pemerintahan ini berlanjut, tetap dipercaya masyarakat dalam menciptakan stabilitas politik dan keamanan negeri. Saat ini hanya tersisa 38,1 persen responden yang menilai positif kinerja pemerintah dalam menjaga situasi politik dan keamanan negeri ini.
Membuktikan kemampuan
Apabila ditelusuri, keprihatinan publik akan persoalan politik dan keamanan ini tertumpu pada kondisi terakhir bangsa. Berbagai masalah keamanan warga menjadi isu yang cukup menjadi sorotan publik. Konflik sosial antarwarga yang kerap berulang menjadi tantangan berat bagi pemerintah dalam mengelola keamanan di negeri ini. Kasus bentrok antarkelompok di Tarakan, Kalimantan Timur, dan sejumlah tawuran antarwarga di sejumlah daerah pun, termasuk di Jakarta baru-baru ini, menggiring persepsi publik atas lemahnya peran negara menjamin stabilitas keamanan. Lebih dari separuh responden (55,5 persen) menyatakan pemerintah gagal menjamin rasa aman masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, rangkaian persoalan yang mengancam keamanan warga dan negara pun terjadi. Selain isu terorisme dan serangkaian aksi perampokan bersenjata yang menjadi teror mencekam, semangat toleransi dan solidaritas yang cenderung semakin terkungkung identitas primordialistik pun berkem- bang di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini tambah diperkuat oleh fakta semakin lemahnya peran negara dalam menjamin kebebasan beribadah warganya.
Meskipun Presiden Yudhoyono kerap kali menegaskan sikap bahwa setiap individu di negeri ini memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah, seperti dinyatakan saat memberikan sambutan dalam peringatan Nuzulul Quran, 27 Agustus lalu, fakta yang berkembang di tengah masyarakat berbeda. Kekhawatiran terjadi penyempitan ruang kebebasan warga dalam beribadah berkembang seiring dengan maraknya aksi sejumlah kelompok intoleran.
Dengan segenap permasalahan ini, akankah kepercayaan publik berbalik, kembali menyatakan apresiasi positif pada masa mendatang?
Melampaui satu tahun memerintah, beragam potensi permasalahan pelik yang bersinggungan dengan keseharian kehidupan masyarakat siap menunggu. Persoalan perekonomian, seperti ketersediaan dan pengendalian harga barang kebutuhan pokok, rencana kenaikan harga BBM dan listrik, akan semakin memperkecil peluang meningkatnya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan. Dalam situasi seperti itu, potensi ancaman persoalan-persoalan politik dan keamanan pun semakin besar.
Tidak terhindarkan, inilah saat-saat jalannya pemerintahan menghadapi masa kritis dalam perspektif publik. Tampaknya, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain berupaya lebih keras mengerahkan segenap kemampuannya.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/10/18/03115855/saatnya.perbaikan.kinerja.
Suhardiman
(LITBANG KOMPAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya