Jumat, 29 Oktober 2010

Koridor ekonomi perlu dukungan konektivitas

Oleh: Bambang Susantono



Pemerintah RI dan Jepang bersepakat membangun enam koridor ekonomi (KE) yakni koridor timur Sumatra dan utara Jawa Barat, pantura Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan koridor timur Jawa-Bali-Nusa Tenggara.

KE dikembangkan guna mendapat tatanan praktis penggabungan pola pembangunan yang kewilayahan dengan sektoral. Misalnya, untuk meningkatkan keunggulan batu bara sebagai komoditas andalan di Sumatra, perlu dikembangkan kawasan terkait yang didukung keandalan infrastruktur. Pusat-pusat produksi dan distribusi terhubung melalui jejaring infrastruktur yang membentuk koridor pengembangan wilayah.

KE tidak baru. KE bisa didefinisikan sebagai "wilayah yang ditargetkan sebagai pemacu pengembangan dengan pembangunan infrastruktur untuk menciptakan dan memperkuat basis ekonomi yang terintegrasi dan berdaya saing agar tercapai pembangunan berkelanjutan".

Dalam KE terdapat pusat kegiatan dan pertumbuhan berupa hubs dan nodes. Hubs merupakan pusat akumulasi finansial, nodes pusat pengembangan komoditas. Nodes juga bisa berupa kawasan industri (KI) atau kawasan ekonomi khusus (KEK). Hubs dan nodes dihubungkan jejaring infrastruktur.

Untuk merancang rencana induk KE ini dilakukan serangkaian analisis, diawali penataan ruang dan pengembangan wilayah. Jenis komoditas yang menjadi kekayaan dari suatu daerah juga dianalisis berdasarkan kondisi dari perkembangan pasar berikut kondisi permintaan yang berlaku dengan mempertimbangkan tren internasional.

Lalu dilakukan analisis potensi Indonesia untuk mengisi pasar berikut dengan perencanaan infrastruktur yang perlu disediakan dalam meningkatkan kemampuan daya saingnya. Intinya, KE jadi pedoman dalam rencana pengembangan investasi di satu wilayah.

Beberapa negara telah menerapkan pola pendekatan KE dalam me-ngembangkan ekonomi lokal dan re-gional serta meningkatkan produk komoditas andalan di koridor tertentu a.l. Delhi-Mumbai di India, Iskandar Development Region di Malaysia, serta Greater Mekong yang meliputi Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Provinsi Yunnan di China.

Dalam Delhi Mumbai Corridor terdapat hubs New Delhi dan Mumbai dengan nodes a.l. Tughlakabad Delhi, Meerut-Muzaffarnagar, dan Dighi, serta pelabuhan Jawarhalal Nehru di Mumbai. Koridor ini meliputi sembilan wilayah investasi dan 15 KI dengan panjang 1.483 km dan lebar 150 km. Melalui koridor ini diharapkan terwujud investasi US$450 miliar.

Bagi Indonesia, pembangunan KE dimulai dengan mengembangkan koridor timur Sumatra dan utara Jabar sebagai percontohan dan merupakan komitmen tahap awal dari kesepakatan RI-Jepang. KE ini diharapkan dapat mendongkrak PDRB kawasan itu dari US$74 miliar pada 2008 jadi US$154 miliar pada 2020 dan US$273 miliar pada 2030. Komoditas andalan utama KE ini a.l. kelapa sawit, karet, batu bara. Terkait dengan pengembangan koridor timur Sumatra dan utara Jabar, juga akan dibentuk KEK dan KI pada koridor sepanjang 1.700 km dan lebar 100 km.

Untuk memfasilitasi KE ini, idealnya perlu 44 proyek infrastruktur dengan investasi US$52,9 miliar. Infrastruktur yang diperlukan a.l. rel KA senilai US$17,1 miliar, jalan tol US$18,1 miliar, serta bandara, pelabuhan, dan fasilitas logistik darat US$4,3 miliar.

Pengembangan KE terkait erat dengan rencana perkuatan konektivitas nasional. Perkuatan konektivitas nasional ingin dicapai melalui tiga tataran yaitu di dalam pulau, antarpulau, dan konektivitas internasional ataupun regional.

Ada empat pilar utama yang diperkuat dalam konsep konektivitas yakni sistem transportasi nasional, sistem logistik nasional, information and communication technologies, serta pembangunan regional.

Pengembangan koridor dan penguatan konektivitas menekankan pentingnya jejaring transportasi sebagai penunjang kelancaran arus barang dan jasa yang menjalankan aktivitas di hubs and nodes sepanjang koridor.

Meskipun koridor ekonomi seolah hanya menekankan pada aspek pengembangan regional di dalam pulau, perlu juga dipertimbangkan interaksi antarpulau dan keterhubungan/akses secara internasional.

Apalagi jika kita bicara dalam konteks negara kepulauan di mana pengembangan outlet distribusi berupa pelabuhan serta pembangunan jalur penyeberangan antarpulau jadi faktor utama dalam penguatan konektivitas.

Peran swasta

Berangkat dari kondisi itu, pembangunan sejumlah infrastruktur transportasi guna mendukung pengembangan wilayah di sepanjang KE perlu dipercepat.

Namun, dengan memperhatikan kondisi kapasitas fiskal pemerintah, pembangunan infrastruktur perlu didorong dengan melibatkan keikutsertaan sektor swasta.

Terdapat paling tidak tiga cara untuk membuka peluang swasta berpartisipasi dalam membangun infrastruktur transportasi.

Pertama, melalui pola public private partnership (PPP) sebagaimana merujuk pada Peraturan Presiden 67/2005 jo Perpres 13/2010 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres itu dalam proses penyempurnaan demi memperluas kesempatan swasta menyediakan infrastruktur tanpa mengabaikan good governance.

Sejumlah upaya telah dilakukan untuk memacu peran swasta dalam membangun infrastruktur a. l. dengan membentuk PT Sarana Multi Infrastruktur dan Indonesia Infrastructure Financing Facilites serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.

Dalam Perpres 13/2010 juga dimungkinkan dukungan pemerintah dalam bentuk fiskal bagi pembangunan infrastruktur oleh badan usaha, misalnya dengan menyediakan pembangunan sebagian infrastruktur oleh pemerintah untuk meningkatkan kelayakan proyek atau melalui penyediaan dukungan nonfiskal melalui peraturan yang memfasilitasi pembangunan infrastruktur, seperti rencana penerbitan perpres tentang penjaminan proyek infrastruktur.

Kedua, melalui pembangunan infrastruktur yang bersifat khusus, seperti pelabuhan khusus, jalur KA khusus, dan bandara khusus.

Dalam hal ini pembangunan bisa dilakukan melalui izin dari Kemenhub dan instansi terkait untuk membangun dan mengoperasikan infrastruktur, mengingat kebutuhan infrastruktur ini diperuntukkan bagi kepentingan sendiri.

Kerangka hukum yang menjadi acuan dalam pembangunan ini mengacu kepada undang-undang sektor seperti UU tentang KA, UU tentang Penerbangan dan UU tentang Pelayaran.

Ketiga, infrastruktur dibangun sebagai bagian dari pengembangan kawasan, seperti pembangunan pelabuhan di dalam KEK.

Kerangka hukum dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur ini akan mengacu kepada peraturan perundangan tentang KEK. Pembangunan pelabuhan di KEK berhak mendapat berbagai insentif yang tersedia bagi KEK seperti pengecualian dari ketentuan batas kepemilikan asing yang diatur dalam daftar negatif investasi ataupun insentif fiskal.

URL Source: http://www.bisnis.com/artikel/2id3182.html

Bambang Susantono
Wakil Menteri Perhubungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...