Sabtu, 23 Oktober 2010

Karir dan Metamorfosis Kehidupan

Himawan Wijanarko*


Karir ibarat sebuah perjalanan, sebuah urutan dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain, dari satu tugas ke tugas yang lain, dari satu jabatan ke jabatan yang lain. Lintasan yang telah dilalui merupakan esensi dari perjalanan karir.

Perjalanan karir tak lepas dari skenario yang lebih besar: perjalanan hidup. Perjalanan karir adalah bagian dari perjalanan hidup. Titik-titik kritis dalam pembentukan karir, acap tak ditentukan oleh masalah internal dalam pekerjaan itu sendiri, namun ditentukan oleh keputusan-keputusan strategis dalam hidupnya. Seorang ibu yang mempunyai karir kemilau, dapat saja mengorbankan karir demi mendampingi anaknya yang mengalami autisme. Baginya membesarkan anaknya dengan limpahan kasih sayang jauh lebih bernilai daripada gemerlap dunia karir. Ini adalah sebuah pilihan hidup, yang diputuskan berdasarkan visi dan tujuan hidup seseorang. Tatkala seseorang sudah cukup lama menyusuri lorong karir, akan terbersit seungkap tanya: dimanakah ujung lorong ini. Dan jawabnya bukan diperoleh dari lingkup pekerjaannya, tetapi berada pada lingkup yang lebih luas: apakah tujuan hidupnya.

Metamorfosis dalam Kehidupan
Dalam lintasan perjalanan hidup, terdapat tonggak-tonggak kehidupan. Ada tahapan-tahapan yang berubah. Dalam perkembangan psikologis kita kenal masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Terdapat berbagai perspektif untuk memilah dan mengklasifikasikan tahapan-tahapan ini.

Pentahapan yang diikuti perubahan pada setiap tahapnya ini, dapat diandaikan dengan proses metamorfosis pada lintasan kehidupan kupu-kupu. Agar sampai pada tahap kehidupan kupu-kupu, sebutir telur kupu-kupu melewati sebuah proses yang cukup panjang dan perubahan secara bertahap yang kita kenal sebagai metamorfosis. Dari sebutir telur kemudian berubah menjadi seekor ulat yang rakus, yang dilanjutkan oleh terbentuknya kepompong sebelum menjadi kupu-kupu. Mari kita dalami masing-masing fase kehidupan kupu-kupu sebagai perlambang upaya pencarian kesempurnaan hidup.

Telur : Ketergantungan dan Ketidakberdayaan
Telur melambangkan ketergantungan dan ketidakberdayaan. Butiran-butiran telur yang keluar dari rahim sang kupu-kupu, tergeletak tak berdaya di dedaunan yang dipilih oleh sang bunda untuk meletakkannya. Sang bunda dengan segala penuh kasih sayang memilihkan tempat yang dianggap paling aman dan nyaman bagi sang telur. Telur hanya bersifat pasif, nasibnya sangat tergantung kepada pihak lain dan lingkungannya.

Demikian pula dalam kehidupan kita ketika kita dilahirkan kita dalam kondisi tidak berdaya, pasif, dan ”kelangsungan” hidup kita tergantung kasih sayang pihak lain, dalam hal ini orang tua kita. Kita hanya pasif dan sangat tergantung kepada orang-orang yang mengasuh kita.

Ulat : Hidup untuk Makan
Tatkala telur pecah dan menjadi ulat, mulai ada aktivitas dan bersikap aktif untuk mencari makan. Sayang sekali aktivitasnya terbatas dan menjadi parasit bagi tetumbuhan yang didiaminya. Aktivitasnya adalah makan, makan dan makan. Gerakannya lambat, makannya banyak. Dedaunan yang menjadi makanannya berlubang-lubang dan menjadi rusak. Dedaunan yang rusak akan mengganggu proses metabolisme tumbuhan. Aktivitasnya ini merugikan pihak lain yang sebenarnya justru menghidupinya dan merusak lingkungan.

Fase ulat (larva) ini merupakan pencerminan dari sikap hedonik yang bertujuan hanya menyenangkan diri sendiri tanpa mengindahkan kepentingan pihak lain. Menjadi parasit bagi pihak yang menghidupinya, mengeksploitasi pihak lain tanpa memberi timbal balik. Juga berdampak destruktif bagi lingkungan sekitarnya. Warna tubuhnya juga menyesuaikan diri dengan dedaunan, terutama menyamarkan keberadaannya untuk mengamankan dari para predator.

Kepompong : Komtemplasi
Setelah melewati fase kehidupan menjadi ulat, fase berikutnya adalah fase menjadi kepompong. Ulat membungkus dirinya dengan tabung yang menjadi tabir bagi dirinya dalam berhubungan dengan lingkungannya. Tabung ini sekaligus sebagai kamuflase dari para predator. Sang ulat bersembunyi di bawah sehelai daun dan ”bertapa”. Ulat berhenti makan daun yang merugikan pihak lain dan membatasi komunikasinya dengan pihak luar.

Dalam kehidupan kita, inilah fase kontemplasi. Tatkala kita mulai merenungi perjalanan hidup kita, dan mencoba menjaga jarak dengan kesenangan. Merenungi sebuah makna mengenai jati dirinya. Esensi hidupnya. Sebuah langkah untuk menjadi kupu-kupu yang menebarkan keindahan dan manfaat bagi sesama. Sebauh upaya mencari kearifan.

Kupu-kupu : Keindahan dan Manfaat
Kehidupan kupu-kupu merupakan fenomena yang sangat menarik. Seekor kupu-kupu akan menebarkan pesona keindahan. Dalam upayanya mencari makan (madu), kupu-kupu masih memberi manfaat kepada bunga yang dihisap madunya. Kupu-kupu berjasa dalam menebarkan serbuk sari sehingga terjadi perkawinan.

Intinya dalam mengambil manfaat dari pihak lain, kupu-kupu juga memberi manfaat. Sehingga terjadi hubungan simbiosis mutualisme. Jadi kupu-kupu tidak hanya sekedar mengeksploitasi sumber daya secara sepihak tetapi juga memberi manfaat kepada pihak lain dan lingkungan.

Kupu-kupu yang memiliki sayap yang indah melambangkan harmonisasi dengan alam sehingga tercipta keindahan. Juga melambangkan penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pihak lain yang diajak bekerja sama karena menyesuaikan dengan warna-warni bunga.

Kupu-kupu ternyata adalah pekerja keras. Dibalik kelembutan dan keindahannya, dalam upayanya mencari makan seekor kupu-kupu terbang sejauh 60 mil. Tekad kerja kerasnya terbungkus oleh kelembutan, keindahan, dan care terhadap pihak lain.

Perjalanan hidup sang kupu-kupu sangat layak untuk kita renungkan dalam rangka mencari kearifan sebagai navigator dalam perjalanan hidup, yang tentu saja sangat berpengaruh dalam perjalanan karir.

*The Jakarta Consulting Group



Sumber :http://www.jakartaconsulting.com/art-15-42.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...