Oleh:Didik Supriyanto
KPK diminta banyak kalangan terlibat menangani kasus Gayus. Publik nyaris kehilangan kepercayaan kepada kepolisian dan kejaksaan. Dua institusi itu dianggap gagal menyentuh hampir semua permasalahan hukum yang muncul ke permukaan di balik kasus Gayus. Bahkan Satgas Antimafia pun dicurigai hanya memain-mainkan kasus Gayus untuk kepentingan politik.
Kini KPK menyatakan siap mengungkap kasus Gayus. Pertanyaannya:sampai di mana lembaga antikorupsi itu akan membongkar kasus Gayus yang melibatkan hampir semua institusi hukum, termasuk para pengusaha yang juga politisi? Pertanyaan ini penting, sebab untuk kasus-kasus yang bersentuhan dengan para pengusaha dan politisi kelas kakap, KPK harus bekerja ekstra hati-hati.
"Kami tidak mau mengorbankan begitu saja para staf," kata seorang pimpinan KPK ketika ditanya soal lambatnya pengusutan keterlibatan Nunun Nurbaeti Daradjatun dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia oleh DPR. "Intervensinya luar biasa," kata pimpinan itu sambil menyebut beberapa bentuk ancaman pembunuhan terhadap staf dan anggota keluarganya.
Jika dibandingkan kasus Nunun, kasus Gayus melibatkan lebih banyak kalangan.Tidak hanya pengusaha dan politisi kelas kakap, yang membuat KPK harus ekstra hati-hati dalam kasus Gayus, tetapi juga sejumlah pejabat di Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Ditjen Pajak, dan yang terakhir Ditjen Imigrasi, yang tidak segan untuk main kayu demi menjaga ‘kehormatan’ masing-masing. Belum lagi kecenderungan sikap
Istana yang menggunakan kasus ini sebagai alat tawar menawar politik.
Jika dirunut ke belakang, semakin hari semakin meluas kalangan yang terlibat dalam kasus ini. Kasus Gayus muncul pertama kali menyusul adanya friksi dalam tubuh Mabes Polri. Komjen Susno Duadji yang dipecat dari jabatan Kapala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, 'bernyanyi' tentang penyalahgunaan wewenang pejabat Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Gayus Hamonangan Tambunan. Dari sini diketahui, beberapa hakim yang menyidangkan kasus ini terbukti menerima suap dari Gayus.
Dalam persidangan, Gayus kemudian bernyanyi, harta kekayaan ratusan miliar yang didapatkan dalam mengurus masalah pajak berasal dari ratusan perusahaan, termasuk perusahaan besar yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi besar.
Di situlah nama Aburizal Bakrie, yang dikenal sebagai pemilik Grup Bakrie dan ketua umum Partai Golkar, muncul. Mulai dari sini pula, Satgas Antimafia Hukum, yang sedari awal tampak serius mengurus kasus Gayus, mulai memainkan kasus ini.
Keliaran Partai Golkar dalam barisan koalisi partai-partai penguasa yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mulai direda dengan kasus ini. Meskipun sejumlah data dan fakta muncul ke permukaan, Mabes Polri yang mengusut kasus Gayus, tidak beranjak dari sekadar menyalahkan sejumlah staf Mabes Polri.
Di satu sisi, sikap Mabes ini dicurigai demi melindungi sejumlah jenderal polisi dan pejabat tinggi kejaksaan; di sisi lain, Mabes Polri juga dicurigai untuk mendapat perintah Istana untuk tebang pilih demi permainan politik.
Nah, dalam situasi seperti itulah, tampilnya KPK memunculkan harapan, bahwa kasus ini akan menguak tabir yang lebih luas, yang selama ini; di satu pihak, coba ditutup-tutupi oleh kepolisian dan kejaksaan; di lain pihak, coba dimain-mainkan oleh istana.
Namun harapan kepada KPK itu berhadapan dengan kenyataan bahwa lembaga ini tengah dalam tekanan berat para pejabat, pengusaha dan penguasa kelas kakap. Inilah momen yang tepat buat KPK di bawah kepemimpinan M Busyro Muqodas untuk menaikkan kembali reputasinya setelah hancur oleh kasus Antasari.
(diks/iy)
Sumber:http://www.detiknews.com/read/2011/01/17/114335/1548116/159/harapan-besartekanan-besar
KPK diminta banyak kalangan terlibat menangani kasus Gayus. Publik nyaris kehilangan kepercayaan kepada kepolisian dan kejaksaan. Dua institusi itu dianggap gagal menyentuh hampir semua permasalahan hukum yang muncul ke permukaan di balik kasus Gayus. Bahkan Satgas Antimafia pun dicurigai hanya memain-mainkan kasus Gayus untuk kepentingan politik.
Kini KPK menyatakan siap mengungkap kasus Gayus. Pertanyaannya:sampai di mana lembaga antikorupsi itu akan membongkar kasus Gayus yang melibatkan hampir semua institusi hukum, termasuk para pengusaha yang juga politisi? Pertanyaan ini penting, sebab untuk kasus-kasus yang bersentuhan dengan para pengusaha dan politisi kelas kakap, KPK harus bekerja ekstra hati-hati.
"Kami tidak mau mengorbankan begitu saja para staf," kata seorang pimpinan KPK ketika ditanya soal lambatnya pengusutan keterlibatan Nunun Nurbaeti Daradjatun dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia oleh DPR. "Intervensinya luar biasa," kata pimpinan itu sambil menyebut beberapa bentuk ancaman pembunuhan terhadap staf dan anggota keluarganya.
Jika dibandingkan kasus Nunun, kasus Gayus melibatkan lebih banyak kalangan.Tidak hanya pengusaha dan politisi kelas kakap, yang membuat KPK harus ekstra hati-hati dalam kasus Gayus, tetapi juga sejumlah pejabat di Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Ditjen Pajak, dan yang terakhir Ditjen Imigrasi, yang tidak segan untuk main kayu demi menjaga ‘kehormatan’ masing-masing. Belum lagi kecenderungan sikap
Istana yang menggunakan kasus ini sebagai alat tawar menawar politik.
Jika dirunut ke belakang, semakin hari semakin meluas kalangan yang terlibat dalam kasus ini. Kasus Gayus muncul pertama kali menyusul adanya friksi dalam tubuh Mabes Polri. Komjen Susno Duadji yang dipecat dari jabatan Kapala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, 'bernyanyi' tentang penyalahgunaan wewenang pejabat Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Gayus Hamonangan Tambunan. Dari sini diketahui, beberapa hakim yang menyidangkan kasus ini terbukti menerima suap dari Gayus.
Dalam persidangan, Gayus kemudian bernyanyi, harta kekayaan ratusan miliar yang didapatkan dalam mengurus masalah pajak berasal dari ratusan perusahaan, termasuk perusahaan besar yang dimiliki oleh pengusaha sekaligus politisi besar.
Di situlah nama Aburizal Bakrie, yang dikenal sebagai pemilik Grup Bakrie dan ketua umum Partai Golkar, muncul. Mulai dari sini pula, Satgas Antimafia Hukum, yang sedari awal tampak serius mengurus kasus Gayus, mulai memainkan kasus ini.
Keliaran Partai Golkar dalam barisan koalisi partai-partai penguasa yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mulai direda dengan kasus ini. Meskipun sejumlah data dan fakta muncul ke permukaan, Mabes Polri yang mengusut kasus Gayus, tidak beranjak dari sekadar menyalahkan sejumlah staf Mabes Polri.
Di satu sisi, sikap Mabes ini dicurigai demi melindungi sejumlah jenderal polisi dan pejabat tinggi kejaksaan; di sisi lain, Mabes Polri juga dicurigai untuk mendapat perintah Istana untuk tebang pilih demi permainan politik.
Nah, dalam situasi seperti itulah, tampilnya KPK memunculkan harapan, bahwa kasus ini akan menguak tabir yang lebih luas, yang selama ini; di satu pihak, coba ditutup-tutupi oleh kepolisian dan kejaksaan; di lain pihak, coba dimain-mainkan oleh istana.
Namun harapan kepada KPK itu berhadapan dengan kenyataan bahwa lembaga ini tengah dalam tekanan berat para pejabat, pengusaha dan penguasa kelas kakap. Inilah momen yang tepat buat KPK di bawah kepemimpinan M Busyro Muqodas untuk menaikkan kembali reputasinya setelah hancur oleh kasus Antasari.
(diks/iy)
Sumber:http://www.detiknews.com/read/2011/01/17/114335/1548116/159/harapan-besartekanan-besar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya