Senin, 21 Desember 2009

Pansus Century :'Kudeta Merangkak' dari Senayan?

Oleh: Asvi Warman Adam



Setelah melewati proses lobi yang alot, Panitia khusus (Pansus) Angket Kasus Bank Century mengimbau Wakil Presiden dan Menteri Keuangan berstatus nonaktif. Ada tiga alasan Pansus mengeluarkan imbauan agar mereka yang menjadi saksi atau terperiksa dalam kasus tersebut diberhentikan sementara.

"Pertama, optimalisasi tugas-tugas Panitia Angket dalam melaksanakan penyelidikan dan pengumpulan data," ujar anggota Pansus dari Partai Persatuan Pembangunan, M. Romahurmuziy, secara tertulis kepada Vivanews, Kamis malam, 17 Desember 2009. Kedua, menjunjung tinggi moralitas, keteladanan, dan akuntabilitas penyelenggara negara. Ketiga, menyikapi suasana batin rasa keadilan masyarakat.

Ketiga alasan itu dapat diperdebatkan. Pansus dapat melakukan tugasnya secara optimal karena para pejabat terkait sudah menyatakan akan memenuhi undangan mereka. Tentunya Wakil Presiden dan Menteri Keuangan tidak akan dipanggil setiap hari selama dua bulan menemui Pansus Angket. Alasan kedua, tentu akan diterima siapa saja, namun tidak ada hubungannya dengan penonaktifan seorang pejabat. Alasan ketiga, suasana batin rasa keadilan masyarakat jelas berbeda dengan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah.

Dalam kasus Bibit-Chandra, masyarakat menilai ada indikasi perkara mereka hanya untuk memberhentikan keduanya sebagai Wakil Ketua KPK, meskipun di pengadilan nanti apa yang dituduhkan tidak terbukti. Untunglah, Mahkamah Konstitusi kemudian menganulir pasal tersebut dalam Undang-Undang KPK. Dalam kasus Century, reaksi masyarakat itu tidaklah seperti kasus Bibit-Chandra, yang mengundang simpati mencapai sejuta facebooker.

Yang menarik adalah pernyataan pengamat ekonomi yang juga mantan anggota DPR dari Golkar, Ichsanuddin Noorsy, yang dalam wawancara di TVOne pada Jumat malam, 18 Desember 2009, beberapa kali menyebut Pasal 8 Ayat 2 UUD 1945 yang sudah diamendemen. Pasal itu berbunyi "Dalam hal terjadi kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh presiden". Pansus ini bertugas selama 60 hari. Jika Wakil Presiden dinyatakan atau menyatakan diri nonaktif selama masa kerja Pansus (misalnya setiap hari dipanggil oleh Pansus), dapat ditafsirkan selama itu telah terjadi "kekosongan" jabatan wakil presiden.

Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono terpilih dengan mendapat dukungan suara lebih dari 60 persen pemilih. Pilihan itu terdiri atas satu paket pasangan. Bila seorang dari pasangan itu diberhentikan atau diganti, ini tentu akan mengacaukan program yang sudah mereka janjikan semenjak kampanye.

Pansus juga akan menyelidiki aliran dana Bank Century, apakah ada yang mengalir ke Partai Demokrat atau tim sukses SBY-Boediono. Bila terbukti ada korupsi atau penyuapan dalam rangka pemilihan presiden dan wakil presiden, pasangan ini terkena Pasal 7-A UUD 1945 yang sudah diamandemen, yang berbunyi "Presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Seandainya Presiden dan Wakil Presiden diberhentikan bersama-sama, siapa penggantinya? Pasal 8 UUD 1945 yang diamendemen menyebutkan "Pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih presiden dan wakil presiden dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya". Dalam pemilihan presiden 2009, pasangan SBY-Boediono meraih suara terbanyak pertama dan pasangan Megawati-Prabowo meraih suara terbanyak kedua.

"Kudeta merangkak" (creeping coup d'etat) sesungguhnya merupakan uraian yang bersifat post-factum, maksudnya baru bisa dianalisis setelah peristiwa terjadi. Dengan melihat proses pengambilalihan kekuasaan sejak 1 Oktober 1965, 11 Maret 1966, sampai Soeharto menjadi presiden penuh pada 1968, ada pengamat yang menilai telah terjadi kudeta secara bertahap. Jadi suatu (rangkaian) peristiwa dapat disebut kudeta merangkak bila telah terjadi penggulingan kekuasaan tanpa pemilu.

Apa yang dilakukan oleh Pansus Century hingga saat ini jelas belum bisa disebut kudeta merangkak, karena pengambilalihan kekuasaan tidak atau belum terlaksana. Apa pun bisa terjadi pada hari-hari mendatang, namun kita tentu berharap, pergantian kekuasaan yang tidak normal seperti pada masa Soekarno dan Soeharto tidak terulang kembali. Kita berharap pergantian presiden dan wakil presiden senantiasa melalui suatu pemilihan umum yang damai dalam tempo sekali dalam lima tahun.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/12/21/Opini/krn.20091221.18

Asvi Warman Adam
SEJARAWAN LIPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...