Rabu, 02 Februari 2011

SBY dan Perang Mafia Pajak

Oleh: Hifdzil Alim




The politics is who gets what, when, and how.

Harold D Lasswell (1936)

Politik adalah soal siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana. Itulah aksioma tentang politik yang diperkenalkan Lasswell. Bicara politik adalah bicara kekuasaan dan serba- serbinya. Kepentingan politik dapat memadamkan niat membongkar kasus korupsi.

Tujuh anggota Fraksi Partai Demokrat (PD) mencabut usul penggunaan hak angket kasus mafia perpajakan. Pemimpin DPR mengembalikan usul hak angket karena tak memenuhi ketentuan administrasi. Berdasarkan peraturan tata tertib DPR, penggunaan hak angket harus diusulkan minimal oleh 25 anggota.

Sebelumnya, Senin, 24 Januari, sebanyak 30 anggota setuju mengusulkan hak angket terhadap kasus mafia perpajakan kepada pemimpin DPR. Namun, pada detik terakhir, tujuh anggota Fraksi PD menarik usul itu atas permintaan fraksi.

Dalam pengajuan hak angket, memang tak ada aturan yang melarang anggota membatalkan usul. Namun, tatkala penarikan usul itu ternyata dilakukan mendadak dan mepet atas kasus yang menyita perhatian publik yang strategis dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, timbullah syak wasangka.

Transaksi politik

Prasangka paling sederhana adalah transaksi politik sedang berlangsung dalam penuntasan kasus mafia perpajakan. Sedang terjadi barter. Ingat Bank Century? Kasus yang ditengarai merugikan negara Rp 6,7 triliun itu hingga kini tak tuntas, malah ada kesan dipetieskan.

Pada mulanya pansus bentukan DPR getol melakukan pemeriksaan politik dengan memanggil semua saksi dan ahli serta menelaah semua dokumen terkait penyelamatan Century. Salah satu motor penggerak pansus adalah Partai Golkar.

Hasilnya, 325 anggota DPR dalam sidang paripurna 3 Maret 2010 bersepakat ada indikasi pelanggaran hukum dalam kebijakan penyertaan modal sementara dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek ke Century. Setelah riuh sidang Bank Century berakhir, desakan DPR agar penggunaan dana Rp 6,7 triliun diusut secara hukum menumpul.

Indikasinya kentara tatkala Menteri Keuangan Sri Mulyani didepak dari kursinya. Meski dibantah, faktanya, gerak Partai Golkar melambat setelah Sri Mulyani (di)keluar(kan) dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Transaksi politik membuahkan hasil. Tak hanya itu. Transaksi politik juga membuat proses hukum tiarap. Kasus Century lamat-lamat meredup, apalagi Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan KPK bersuara sama: belum ditemukan dugaan pelanggaran hukum dalam kasus Century.

Tampaknya kasus mafia pajak juga akan bernasib sama dengan kasus Bank Century. Kasus ini tak akan rampung. Aktor yang bercokol di balik tirai mafia hukum tak akan terlihat. Transaksi politik membungkusnya dengan rapat. Penarikan usul angket oleh anggota PD jadi pertanda.

Dari sudut pandang politik, kasus mafia perpajakan sangat susah dibongkar. Sekretariat gabungan dan forum koalisi partai politik pendukung pemerintah berpotensi jadi penghambat. Beberapa perusahaan besar yang sedang diselidiki penegak hukum atas dugaan pengemplangan pajak jadi bagian dari salah satu pemimpin teras partai politik anggota Sekretariat Gabungan Partai Koalisi (Setgab).

Lasswell jelas mengutarakan bahwa politik bicara mengenai kekuasaan. Artinya, segala kasus korupsi besar akan bisa dikecilkan dalam meja perbincangan politik. Apalagi jika setiap subyek politik memegang kartu as subyek lainnya. PD mendorong penuntasan kasus mafia pajak, sedangkan Golkar mendesak penyelesaian kasus Bank Century. Padahal, keduanya duduk bersama di Setgab. Semestinya mereka sama-sama menjaga kekuasaan.

Mau tak mau supaya kasus mafia pajak dapat cepat dibobol, jalur pembongkarannya harus diubah ke jalur hukum. Jalur politik telah sesak dengan barter kepentingan. Kasus Bank Century jadi pelajaran. Pada titik ini ada-tidaknya usul angket mafia perpajakan tak lagi urgen.

Dua kunci

Keberhasilan menempuh jalur hukum ditentukan dua kunci. Pertama, kemauan pemimpin. Kemauan ini harus konkret, tak boleh sekadar memenuhi formalitas sebagai seorang pemimpin, terlebih hanya demi pencitraan. Dua belas instruksi yang dinyatakan Presiden Yudhoyono menanggapi kasus mafia perpajakan harus sungguh-sungguh dikawal olehnya sendiri. Jangan sampai instruksi itu jadi ”macan kertas”. Kemauan pemimpin juga penting ditunjukkan dengan mengondisikan Setgab agar mendukung penuntasan kasus mafia perpajakan. Bukankah dia Ketua Setgab sekaligus Ketua Pembina PD?

Kedua, kemampuan eksekutor. Instruksi tentang penuntasan mafia pajak tak akan berdampak dahsyat ketika gagal diterjemahkan di tingkat eksekutor penegakan hukum. SBY harus pasang badan bagi keamanan penegak hukum dari rongrongan kekuatan politik dan ekonomi yang terjerat dalam kasus mafia pajak. Akhirnya semua kembali kepada Presiden. Jika genderang perang terhadap mafia pajak dan tindak pidana korupsi ditabuh, berperanglah. Jangan menoleh ke belakang. Sampingkan kepentingan dan transaksi politik. Maka, tak lagi perlu ”siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana”.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2011/01/31/03060978/sby.dan.perang.mafia.pajak


Hifdzil Alim Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...