Selasa, 22 Februari 2011

Indonesia dan Mediasi Konflik

Oleh: PLE Priatna

Misi diplomatik Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa sebagai Ketua ASEAN dalam mendamaikan perselisihan Thailand-Kamboja di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, 14 Februari lalu, membuahkan peran yang bersejarah sekaligus membanggakan.

Kita berani mengatakan itu karena setidaknya postur politik luar negeri RI, diplomasi dan kepemimpinan Indonesia dalam skala regional dan global ini, sesungguhnya masih memesona, disegani, dan diperhitungkan di mancanegara.

Kita bisa melihat bukti, Dewan Keamanan PBB—selain menerima pandangan Indonesia—mendesak agar kedua pihak yang bertikai segera melakukan gencatan senjata secara permanen. DK PBB sekaligus memberikan mandat kepada Menlu RI sebagai Ketua ASEAN untuk menjadi penengah persengketaan yang terjadi.

Indonesia sebagai Ketua ASEAN secara cepat dan cermat menyambut momentum itu, yakni dengan menyelenggarakan pertemuan informal para menlu ASEAN di Gedung Pancasila, Jakarta, Selasa, 22 Februari 2011 ini.

Memanfaatkan kematangan secara cepat dan merebut momentum yang tepat adalah kunci keberhasilan penyelesaian konflik yang berlarut, demikian ungkap William Zartman, pakar teori negosiasi dan resolusi konflik. Ungkapan Prof Zartman ini terasa amat inspiratif dan relevan dengan upaya dan peran Indonesia dalam menengahi perselisihan Thailand-Kamboja saat ini. Tulisan pendek ini disampaikan untuk menyambut prakarsa Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun 2011 dalam menangani konflik di ASEAN.

Pesona historis

Konflik sesungguhnya bukan hal yang asing di tengah kehidupan masyarakat ASEAN, begitu juga cara menyelesaikannya. ASEAN sesungguhnya cukup tangguh untuk bisa menyelesaikan sendiri secara damai pertikaian yang terjadi.

Cara ASEAN, ”The ASEAN Way”, melalui pendekatan informal, konsultatif, musyawarah, dan mufakat dengan jalan be- runding—bahkan tertutup dan tidak membuat kehilangan muka— adalah praktik penyelesaian konflik yang secara umum dikenal masyarakat ASEAN.

Melalui pendekatan informal ini jugalah perselisihan di Kamboja antara fraksi yang bertikai bisa terselesaikan secara menyeluruh. Jakarta Infomal Meeting (JIM I dan II) yang berlangsung di Istana Bogor dengan gaya cock- tail party mampu mempertemukan Pangeran Sihanouk, Hun Sen, dan Khieu Samphan duduk bersama dan berbicara.

Adalah Prof Mochtar Kusumaatmadja (alm) dan Ali Alatas (alm), keduanya mantan Menlu RI, yang membuka diri menjadi interlokutor persengketaan para petinggi Kamboja. Di Jakarta, di Gedung Pancasila, Pejambon, juga perdamaian di ASEAN kembali digulirkan dalam sebuah pertemuan informal.

Pesona historis ini pun pada gilirannya menjadi daya pikat kekuatan Indonesia dalam menengahi konflik di ASEAN. Di mata dunia, diplomasi Indonesia masih memiliki kredibilitas yang tinggi sehingga tidak hanya para anggota DK PBB, tetapi juga para menlu ASEAN masih memberi kepercayaan sekaligus tumpuan harapan bahwa Indonesia mampu menengahi dan mencarikan solusi yang adil.

Instrumen politik

Pertemuan informal di tingkat menlu ASEAN, sekalipun sering dipandang remeh, sesungguhnya memiliki kekuatan efektif sebagai instrumen politik untuk memecahkan banyak perkara. Sekalipun informal, bobot materi dan substansi pembicaraan mampu menerobos peta persoalan dan menemukan solusinya.

Selain mekanisme informal, ASEAN sebenarnya memiliki cukup instrumen politik untuk mencegah dan menyelesaikan konflik dengan cara ASEAN dan tidak menyelesaikan perkaranya di luar forum ASEAN.

ASEAN Troika, misalnya, adalah mekanisme pengelolaan konflik di tingkat menlu ASEAN. Segitiga Ketua ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) bersama Ketua ASC yang lalu dan ketua mendatang, atas permintaan para menlu ASEAN, dapat diberi mandat politik untuk menyelesaikan konflik yang terjadi (AMM ke-33 di Bangkok, 24-25 Juli 2000).

Demikian juga Traktat Persahabatan dan Kerja Sama, Treaty of Amity and Cooperation, Pasal 14 dan 15 menandaskan dibukanya peluang pembentukan dewan tinggi (high council) setingkat menlu, bahkan komite mediasi dan konsiliasi, jika diperlukan di tengah sengketa yang berlarut.

Langkah politik para menlu ASEAN yang sepakat untuk menyelesaikan pertikaiannya sendiri dalam skema ASEAN dan tidak menggunakan jalur DK PBB adalah pilihan politik yang tepat. Adalah momentum yang tepat bagi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011 untuk mengambil prakarsa dan tampil menengahi konflik di ASEAN agar mata dunia tetap terbuka melihat satu sisi peran Indonesia di tengah kancah percaturan dunia.

Indonesia dan ASEAN semakin relevan dengan kemampuan menyumbangkan peran positifnya bagi perdamaian kawasan.

PLE Priatna Alumnus FISIP UI dan Monash University, Melbourne; Bekerja di Jakarta

Sumber:http://cetak.kompas.com/read/2011/02/22/03003010/indonesia.dan.mediasi.konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...