Jumat, 03 Desember 2010

Problem Ekonomi Bayangan

Oleh: Meuthia Ganie-Rochman



Ekonomi bayangan diartikan di sini sebagai transaksi ekonomi yang tak terekam oleh statistik negara.

Yang masuk kategori ini luas sekali: sektor informal, jasa pribadi, kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas sama sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Studi memperlihatkan skala ekonomi bayangan yang tinggi menunjukkan kelemahan institusi publik di suatu negara. Ekonomi bayangan di negara dengan kondisi institusi lemah bisa mencapai lebih dari 50 persen. Kondisi transisional suatu negara adalah masa yang berbahaya untuk menentukan arah kematangan institusi.

Menurut studi, kebanyakan negara transisional—secara ekonomi dan politik—di Balkan dan Eropa Timur menunjukkan peningkatan skala setidaknya dalam 10 tahun pertama, kecuali segelintir negara. Rusia negara raksasa dengan pertumbuhan ekonomi bayangan membesar antara lain karena guncangan institusional selama transformasi.

Ekonomi bayangan bisa mengandung elemen positif, seperti transaksi ekonomi berbasis hubungan modal sosial. Misalnya, kasus DI Yogyakarta, hubungan erat antara ekonomi dan rakyat menghasilkan data statistik menakjubkan: daerah dengan pertumbuhan termasuk rendah, tingkat kesejahteraan tinggi untuk ukuran Indonesia. Di negara-negara dengan kestabilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan umum, tingkat ekonomi bayangan rendah.

Pertama-tama kita harus melihat apa yang tak bisa diperoleh dengan bekerjanya ekonomi bayangan. Kita sederhanakan permasalahan jadi dua bagian, ekonomi dan sosial. Ekonomi bayangan menyukarkan perencanaan ekonomi baik oleh negara maupun para intelektual, mulai dari skala transaksi, penggunaan input, hingga jalur ekonomi. Kita bayangkan negara akan membantu ekonomi rakyat dengan program bapak angkat.

Pernahkah terbayang oleh para perumus di pemerintahan kebijakan semacam itu membutuhkan kesesuaian kultur kerja, standardisasi, aturan main dan hubungan hingga kesiapan industri sendiri sebagai ”bapak” angkat?

Persoalan jauh lebih rumit jika ekonomi bayangan merupakan bagian penopang ekonomi formal. Misalnya, industri menggunakan input dari sektor ekonomi ilegal, perusahaan properti dan mal menggunakan preman untuk menjaga keamanan. Belum lagi politisi yang jadi broker anggaran. Semua untuk mempertahankan kestabilan sektor formal!

Dari segi sosial juga bisa berdampak negatif. Kelompok-kelompok yang terlibat menghasilkan standar moralnya sendiri dalam berhubungan. Tentu bisa saja terjadi hubungan yang saling menguntungkan, tetapi jika ada unsur eksploitatif tak ada yang dapat mengontrol dan mengurusnya. Sektor bayangan juga sukar untuk punya program peningkatan standar kompetensi.

Rawan konflik sosial

Standar yang ada adalah yang berkembang secara alamiah sosial. Terakhir, jika dikuasai oleh pemimpin yang manipulatif dan tidak toleran, akan dihasilkan guratan peta sosial yang tak terintegrasi satu dan lainnya. Rawan konflik sosial. Kemungkinan semacam ini harus dipikirkan oleh para perencana pembangunan.

Penting becermin dari studi komprehensif CAER II Project Office Harvard Institute for International Development (2000) yang antara lain menggambarkan hubungan tiga wilayah, yaitu ekonomi makro, ekonomi mikro, dan sosial politik dengan skala wilayah bayangan. Hasil positif—artinya kian besar atau kecil wilayah bayangan kian tinggi atau rendah indikator tertentu di tiga wilayah—ditunjukkan oleh besarnya korupsi, beban peraturan, inflasi, dan pengangguran. Hasil negatif—yaitu kian besar wilayah bayangan, semakin kecil angka indikator di tiga wilayah—yaitu indikator penerimaan negara, pajak, investasi, keterbukaan pasar, kualitas pelayanan publik, kestabilan perbankan, indikator pembangunan manusia, kualitas masyarakat sipil, dan demokrasi.

Selama ini fokus pembicaraan di Indonesia berkisar pada peran sektor informal. Itu pun terlalu banyak ”diidealkan”: terlalu diidealkan sebagai sektor penyelamat ekonomi Indonesia. Sayangnya, keinginan mengembangkan sektor informal masih jauh dari suatu kebijakan yang berarti.

Misalnya, departemen terkait baru melakukan pengembangan data base usaha mikro yang hampir seluruhnya di sektor informal, tetapi belum tampak kerangka pikiran jelas mana dan bagaimana membantu mereka. Kementerian Perindustrian seharusnya mengimbanginya dengan perencanaan strategis pengembangan industri nasional.

Kementerian Pendidikan Nasional sampai saat ini belum banyak kemajuan dalam menyinergikan pendidikan dengan pengembangan kompetensi ekonomi. Seperti peribahasa, the devils lie in the details, kemampuan pemimpin adalah pada pemahaman dan kebijakannya atas wilayah bayangan.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/11/30/02485813/problem.ekonomi.bayangan


Meuthia Ganie-Rochman Sosiolog Bidang Politik dan Organisasi; Mengajar di UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...