Jumat, 31 Desember 2010

Berkaca pada IPM Aceh

Oleh: Ivan A Hadar


Rakyat Aceh terkenal tangguh dalam melawan ketidakadilan. Betapa tidak. Perang Aceh melawan penjajah berlangsung selama 30 tahun. Bahkan sejarah mencatat, setelah gugurnya Tengku Umar pada 1904, perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912.


Bahkan di beberapa daerah tertentu, masih muncul perlawanan hingga menjelang Perang Dunia II tahun 1939.Bung Karno pernah mengatakan,“.... melalui perjuangan rakyat Aceh, seluruh wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali.” Aceh, demikian Wakil Gubernur Muhammad Nazar pernah menulis, memiliki sumber daya manusia paling unggul di kawasan Asia Tenggara.Namun,perang dan konflik telah mengakibatkan SDM Aceh hancur berantakan (Serambi Aceh, 12/9/2009).

Tahun-tahun panjang perjuangan militer dan politik disertai dengan perubahan kondisi ekonomi dan bencana alam yang terus-menerus telah mengakibatkan Aceh menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Akan tetapi,sejak tsunami Desember 2004, disertai dengan kesepakatan damai pada bulan Agustus 2005,rakyat Aceh dengan dukungan dari berbagai penjuru dunia telah mencapai perkembangan luar biasa dalam mengonsolidasikan perdamaian, menyembuhkan luka-luka konflik dan bencana, serta mulai membangun kembali sumber daya manusianya. Pada 22 Desember ini, diluncurkan Laporan Pembangunan Manusia (LPM) Aceh 2010.

Ini adalah LPM tingkat provinsi pertama di Indonesia, yang ditulis berdasarkan permintaan Pemerintah Provinsi Aceh dengan dukungan UNDP. Tema utamanya adalah pemberdayaan masyarakat, dalam arti bukan sekadar berupa partisipasi masyarakat dalam perencanaan, tetapi juga keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Cara seperti ini, diyakini paling efektif untuk menjaga perdamaian, meningkatkan pelayanan publik dan mempromosikan kesejahteraan rakyat Aceh. Cara ini juga merupakan cara yang lebih tepat untuk memastikan bahwa kebutuhan kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan, seperti kaum miskin dan perempuan, akan tertangani dengan lebih baik.

Menguat Signifikan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh melangkah maju berbarengan dengan angka nasional hingga tahun 2007 untuk kemudian menurun secara tajam pada tahun 2008. Hal ini terutama karena penurunan belanja pribadi, yang menggambarkan penurunan berbagai program pemulihan pascatsunami yang pada waktu itu, untuk sementara, menciptakan lapangan pekerjaan berlimpah.

Dibandingkan dengan daerahdaerah lain di Indonesia,IPM Aceh mengalami peningkatan lebih lambat dalam beberapa tahun terakhir dengan menduduki peringkat ke- 29 dari 33 provinsi pada 2008. Tingkat kemiskinan turun menjadi 22% dibandingkan dengan rata-rata Indonesia sebesar 14%. Meskipun demikian, peringkat Aceh terkait Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) meningkat dari peringkat ke-20 dari 26 provinsi pada tahun 1996 menjadi peringkat ke- 17 dari 33 provinsi pada tahun 2008. Pada tahun 2005, sekitar satu dari empat rumah tangga masih tinggal di rumah berkualitas rendah dengan pelayanan dasar yang buruk.

Kualitas perumahan sebagian besar tergantung pada ketersediaan infrastruktur dasar yang pada umumnya menjadi tanggung jawab lembaga pemerintah. Terkait pendidikan, Aceh menunjukkan kinerja paling baik di antara provinsi lainnya di Indonesia. Meskipun demikian, kualitas fasilitas pengajaran dan sekolah masih tidak merata.Sementara itu, meskipun perkembangan besar telah dicapai selama 40 tahun terakhir, indikator kesehatan menunjukkan bahwa Aceh masih menduduki peringkat perempat terbawah dari semua provinsi. Harapan hidup lebih rendah,anakanak bergizi buruk dan angka kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi.

Meskipun ukuran PDRB per kapita menyatakan bahwa Aceh merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, pengeluaran per kapita menunjukkan bahwa masyarakat Aceh berada di antara yang termiskin. Penerimaan bantuan terbesar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi setelah tsunami memberikan dorongan sementara bagi perekonomian, tetapi sebagian besar program tersebut kini telah berakhir. Produktivitas kerja di sektor pertanian telah meningkat secara bertahap selama beberapa tahun, tetapi angka partisipasi tenaga kerja di Aceh jauh di bawah ratarata nasional.Enam dari 10 pekerja di Aceh bekerja di sektor informal.

Sektor ini memainkan peran penting di Aceh dalam memberikan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran terbuka. Salah satu faktor penghambat pertumbuhan lapangan kerja sektor formal di Aceh adalah u p a h minimum yang ditetapkan pemerintah provinsi, yang merupakan upah minimum tertinggi di Indonesia, yang sebagian mencerminkan laju inflasi di tahun-tahun pascatsunami.

Penguatan Masyarakat

Berdasarkan analisis informasi yang ada, LPM Aceh 2010 ini merekomendasikan enam tujuan utama guna memajukan pembangunan manusia di provinsi ini. Pertama, instrumen yang paling efektif untuk meningkatkan pembangunan manusia adalah memberdayakan masyarakat untuk mengambil keputusan bersama secara mandiri tentang apa yang perlu dilakukan. Pemberdayaan ini tidak hanya berarti mempromosikan partisipasi dalam rapat umum untuk mendiskusikan berbagai prioritas dan rencana, tetapi juga mengalihkan sumber daya fiskal bagi kelompok-kelompok yang diakui dan mendelegasikan wewenang untuk menentukan cara bagaimana menggunakan sumber daya tersebut.

Kedua, meskipun beberapa indikator menunjukkan kemajuan dalam pembangunan manusia di Aceh, penting untuk memastikan bahwa semua orang memperoleh manfaat dari kemajuan yang dicapai. Semua program pemerintah harus memberikan perhatian khusus terhadap penanganan kebutuhan kelompok-kelompok sosial tertentu yang mungkin telah diabaikan atau yang tidak mampu untuk mendapatkan bantuan yang mereka perlukan karena satu dan lain alasan. Ketiga, pelayanan sosial dasar sekarang dapat diakses secara fisik oleh sebagian besar masyarakat di seluruh provinsi.Tantangan utama di masa mendatang adalah peningkatan kualitas pelayanan ini, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan.

Keempat, tujuan utama lainnya di Aceh adalah untuk mengurangi angka pengangguran yang tinggi dan kekurangan lapangan kerja sebagai sarana untuk menurunkan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Kelima, meskipun tsunami merupakan peristiwa langka, jenis bencana alam lainnya sering terjadi di Aceh dan secara kumulatif menyebabkan kerugian dan kesulitan besar. Karena strategi dan agenda seringkali saling melengkapi maka upaya-upaya mitigasi bencana harus digabungkan dengan lembaga lain yang bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup. Langkah-langkah pengarusutamaan berbagai tindakan untuk mengurangi bencana alam sebaiknya diperkuat dalam program pemerintah dan lembaga donor, khususnya di sektor kehutanan, pertanian,dan perikanan.

Keenam, peningkatan yang sangat besar dalam sumber daya fiskal yang mengalir ke Aceh sebagai hasil dari Kesepakatan Damai dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) menekankan keharusan untuk meminimalkan penyalahgunaan dan memastikan sumber daya yang disalurkan untuk berbagai program dan pelayanan yang lebih efektif dalam memajukan pembangunan manusia. Selain itu, otonomi khusus memberikan Aceh tiga sistem hukum yang diterapkan secara paralel sejak tahun 2001, yaitu hukum tata negara Indonesia, sistem adat tradisional, dan hukum syariah. Hal ini sering menimbulkan kebingungan karena lingkup yurisdiksi yang dicakup oleh setiap sistem mengalami tumpang tindih dan kadang-kadang menimbulkan interpretasi yang berbeda.

Beberapa hambatan mengakibatkan masyarakat tidak dapat mengajukan tuntutan dan karena itu, tidak memperoleh keadilan. Banyak orang tidak mengetahui opsi-opsi hukum, mereka tunduk pada tekanan sosial yang ada sehingga mereka terpaksa mengandalkan sepenuhnya pada adat untuk menyelesaikan sengketa, dan mereka yang berada di daerah perdesaan seringkali jauh dari pengadilan. Karena persepsi yang luastentangpenyuapan dan korupsi dalam sistem hukum formal, masyarakat memiliki keyakinan yang lebih besar pada pengadilan syariah. Pengadilan syariah ini telah menjadi semakin aktif untuk sejumlah isu-isu hak perempuan, termasuk pemberian perwalian anak kepada perempuan setelah perceraian, pemberian bagian yang sama atas harta gono-gini pada saat perceraian,dan perlindungan hak waris perempuan.

Langkah-langkah untuk memberdayakan organisasi berbasis masyarakat dapat membantu meningkatkan akses keadilan melalui kampanye untuk meningkatkan kesadaran hak-hak hukum masyarakat, pemantauan keputusan pengadilan syariah dan peraturan adat, serta pemantauan kinerja polisi agama (wilayatul hisbah). Mengamati ketangguhan rakyat Aceh dalam memperjuangkan keadilan, kita patut optimistis bahwa berbagai kesenjangan yang masih eksis saat ini akan teratasi secepatnya. Hal ini berjalan paralel dengan meningkatnya IPM rakyat Aceh.Semoga!(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/371962/



Ivan A Hadar
Koordinator Nasional Target MDGs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...