Rabu, 01 Desember 2010

Independensi KPU dalam Ancaman

Oleh: Bawono Kumoro


Pemilihan Umum 2014 memang masih empat tahun lagi. Namun, partai politik telah melakukan sejumlah manuver agar mampu keluar sebagai pemenang pada pemilu ini.

Salah satunya, dengan menyusupkan kepentingan politik mereka pada revisi UU paket politik, terutama UU tentang penyelenggaraan pemilu. Beberapa parpol bersikeras meloloskan peraturan yang membolehkan orang parpol duduk di jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Gagasan mendudukkan orang parpol di KPU bermula saat pada Pasal 11 draf revisi UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum versi DPR dikatakan, salah satu syarat calon anggota KPU, KPUD provinsi, dan KPUD kabupaten/kota adalah bersedia mengundurkan diri dari parpol jika terpilih menjadi anggota KPU, KPUD provinsi, dan KPUD kabupaten/kota.

Pasal ini berbeda dari terdahulu yang menyatakan orang parpol yang ingin menjadi anggota KPU adalah mereka yang telah keluar dari parpol tersebut selama lima tahun. Gagasan itu didasari keinginan parpol memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu pada masa datang. Mereka beralasan, tak ada jaminan anggota KPU nonpartisan akan bersikap independen. Kasus Andi Nurpati yang membelot dari tugas sebagai salah satu komisioner KPU demi dapat duduk dalam kepengurusan Partai Demokrat pun dijadikan sebagai contoh.

Sekilas gagasan ini terlihat sangat mulia. Namun, jika ditelaah lebih jauh, sesungguhnya gagasan melibatkan orang parpol dalam kepengurusan KPU jelas gagasan yang membahayakan demokrasi. Gagasan itu ibarat membolehkan pemain sepak bola dapat merangkap peran sebagai wasit dan hakim garis sekaligus. Gagasan sesat ini berpotensi membuat pertandingan tak memenuhi prinsip fair play. Gagasan pelibatan orang parpol dalam kepengurusan KPU merupakan ancaman terhadap independensi KPU selaku penyelenggara pemilu dan dapat menurunkan derajat legitimasi hasil pemilu. Pelibatan anggota parpol di KPU akan memperkeruh penyelenggaraan pemilu yang semestinya berlangsung jujur dan adil.

Di samping itu, netralitas dan independensi KPU juga berpotensi mengalami distorsi. Pengalaman masa lalu saat KPU diisi orang-orang parpol membuktikan itu. Masih segar dalam ingatan publik tatkala KPU Pemilu 1999 diisi kader-kader parpol. Ketika itu intrik dan konflik internal sering kali mewarnai masa kerja dan perjalanan KPU. Bahkan, sebagian anggota KPU menolak menandatangani hasil pemilu sehingga Presiden BJ Habibie harus mengeluarkan keppres pengesahan hasil pemilu.

Perkuat Bawaslu

Jika alasan parpol mendudukkan orang mereka di KPU dilatarbelakangi kekhawatiran akan dicurangi KPU, semestinya gagasan yang diajukan adalah memperkuat kewenangan Badan Pengawas Pemilu dan membentuk peradilan khusus pemilu.

Di samping itu, jika parpol tak ingin kasus perekrutan Andi Nurpati oleh Partai Demokrat terulang kembali, semestinya mereka memiliki inisiatif guna memasukkan klausul bahwa harus ada jeda bagi anggota KPU untuk bisa bergabung di parpol.

Hal ini penting untuk menjaga kerahasiaan data di lembaga penyelenggara pemilu. Kasus Andi Nurpati tak dapat dijadikan justifikasi bagi parpol untuk mengajukan gagasan pelibatan kader-kader mereka dalam kepengurusan KPU. Dalam konteks itu, kita dapat melihat motif mereka sesungguhnya mengajukan gagasan pelibatan orang parpol dalam kepengurusan KPU tak lebih sekadar hitung-hitungan peluang perolehan suara di Pemilu 2014.

Karena itu, KPU harus tetap terbebas dari unsur parpol. Syarat mengenai independensi KPU tak perlu direvisi atau dibiarkan tetap sebagaimana saat ini bahwa calon anggota KPU minimal telah lima tahun tak lagi jadi anggota parpol. Tarik-menarik kepentingan mengenai isu ini membuat penyelesaian revisi UU No 22/2007 melebihi batas waktu. Parpol telah menjadikan DPR the site of power struggle bagi segala kepentingan mereka. Karena itu, tak mengherankan berbagai kritik publik terhadap kinerja DPR tak kunjung mendapat tanggapan memuaskan.

Hal itu terlihat dari perkembangan terakhir proses revisi. Tujuh fraksi mendukung gagasan pelibatan orang parpol di kepengurusan KPU, yakni dari Partai Golkar, PDI-P, PKS, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura. Adapun dua fraksi, PAN dan Partai Demokrat, tak sepakat anggota KPU dari unsur parpol.

Namun, perkembangan terakhir Demokrat mulai melunak dan akan merapat dengan tujuh fraksi pendukung. Apresiasi patut diberikan ke PAN yang hingga detik ini masih konsisten menentang pelibatan orang parpol di kepengurusan KPU. Sebagai parpol yang lahir dari rahim gerakan reformasi, PAN harus tampil di garda terdepan dari segala upaya perbaikan citra DPR di mata publik. Perbaikan citra ini penting bagi keberlangsungan kehidupan demokrasi kita. Jika citra DPR kian mengalami kemerosotan tajam, bukan mustahil demokrasi di Indonesia segera mengalami kebangkrutan.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/11/26/03431966/independensi.kpu.dalam.anc


BAWONO KUMORO Peneliti Politik The Habibie Center dan Fellow Paramadina Graduate School of Political Communication

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...