Senin, 30 Mei 2011

Kembali ke Pancasila

Pancasila dilahirkan dari semangat terdalam bangsa ini. Melalui pidato Bung Karno yang berkobarkobar pada 1 Juni 1945, Pancasila digali dan dilahirkan sebagai dasar-dasar berperikehidupan dan berkebangsaan. Amat disayangkan sejauh ini Pancasila belum sungguhsungguh menjadi pedoman kehidupan bangsa ini.


Sepanjang Orde Baru, Pancasila mengalami masa-masa yang sulit ketika ia diperalat untuk tujuan pelanggengan kekuasaan. Nasib buruk juga terjadi di masa Reformasi,nilai-nilai Pancasila sudah diabaikan dan dilalaikan dalam semua perikehidupan kita. Pancasila belum mewujud dalam nilai-nilai etis para penyelenggara negara dan elite bangsa ini.Praktik korupsi dan penindasan justru semakin menjadi-jadi.

Para elite menjadi buas, rakus, dan tamak. Dalam praktik keagamaan, kerukunan bukan menjadi inti kehidupan bersama-sama.Dalam praktik kehidupan ekonomi, keadilan sosial nyaris hanya menjadi kata-kata kosong tanpa makna.

Politik Tanpa Nilai Etis

Politik identik dengan cara meraih kekayaan pribadi dan kelompok. Konfrontasi dan pragmatisme di tingkat elite politik sudah berada pada tahap sangat mengkhawatirkan, seolah sebagai bangsa kita tidak memiliki nilai pijakan dan pedoman berkehidupan.Di era Reformasi ini, yang berkembang justru kehidupan politik yang sangat-sangat abai etika.

Karena itulah tidak mengherankan jika ada satu survei yang menghasilkan opini masyarakat yang ingin kembali ke masa lalu.Mereka berpendapat seolah lebih baik hidup dalam penindasan daripada hidup dalam ketidakpastian. Kehidupan ekonomi rakyat kecil tidak kunjung membaik,malah sebaliknya. Nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral.

Semua harga jabatan politik setara dengan uang berjumlah tertentu. Semakin lama kita hidup dalam keprihatinan yang semakin mendalam. Pancasila sudah dilupakan sebagi acuan etis politik negeri ini. Bangsa ini kehilangan prasyarat mendasar yang dijadikan acuan bersama dalam merumuskan politik demokratis yang berbasis etika dan moralitas.

Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi sebagai pelindung rakyat tidak berjalan sesuai dengan komitmen yang ada.Keadaban publik yang hancur inilah yang sering kali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Kekaburan ini disebabkan etika tidak dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan politik.

Etika politik yang berpijak pada Pancasila (ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan sosial) hancur karena politik identik dengan uang. Uang-lah yang menentukan segala-galanya. Ia menentukan berbagai kebijakan publik yang dirumuskan. Inilah wajah keadaban politik bangsa ini. Uang menjadi penentu segala-galanya dalam ruang publik.

Hal ini sangat ironis karena mengakibatkan hilangnya iman dalam kehidupan manusia. Iman tidak lagi menjadi sumber inspirasi batin bagi kehidupan nyata. Iman hanya simbol lahirilah yang menjelma dalam ritus dan upacara. Iman tidak terkait dengan tata kehidupan dan akibatnya dia tidak menjiwai kehidupan publik. Politik tidak tersentuh oleh etika iman seperti yang diajarkan Pancasila (ketuhanan).

Iman tidak mendasari perilaku hidup para politikus yang ada di Senayan dan di berbagai level pemerintahan lainnya. Iman terlepas dalam hidup mereka. Politik tidak lagi dilihat sebagai upaya untuk mencari makna dan jalan untuk mencapai kesejahteraan bersama, melainkan adalah kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan.

Kekuasaan dan kekayaan menjadi daya pendorong politik kepentingan yang mempersempit kepentingan publik secara luas. Ruang publik bahkan sering dipersamakan dengan pasar. Akibatnya siapa kuat dan memiliki modal, dia akan menentukan segala kebijakan.

Kebijakan,dengan demikian, tidak pernah menyentuh masyarakat lapisan bawah, melainkan lebih melindungi kekuatan pemodal dalam kepentingan jangka pendek, menengah, dan panjang. Inilah yang membuat gerakan pemberantasan korupsi hanya menyentuh ekornya saja atau seringkali hanya pemanis bibir belaka.

Matinya Keadilan Sosial

Empati pemerintah terlalu lemah untuk bisa merasakan penderitaan petani, buruh, nelayan. Pemerintah sulit menjadikan rasa empati dan kemanusiaannya sebagai bahan pertimbangan utama merancang kebijakan. Alih-alih justru sering kita lihat kebijakan yang pro-orang kaya daripada orang miskin.

Kita hampir tidak memiliki daya untuk bangkit.Walaupun begitu, di tengah-tengah penderitaan yang mahaberat, penguasa masih memiliki sisa-sisa kesombongan yang menyatakan bangsa ini adalah bangsa besar.Tidaklah salah Pramoedya yang menyatakan bangsa ini adalah bangsa budak, yang diperbudak saudara sebangsa sendiri dan bangsa lain. Lalu apa sebenarnya yang bisa kita sombongkan sebagai bangsa besar itu?

Petani merana. Buruh sengsara. Nelayan apalagi.Padahal petani, nelayan, dan buruh inilah yang sebenarnya menjadi tulang punggung perekonomian bangsa selama ini. Tapi justru penguasa sering meremehkan posisinya dan lalu melahirkan kebijakankebijakan yang menghancurkan keadaannya. Ini terjadi di sebuah negeri yang mengumandangkan diri sebagai negeri reformis, negeri agamais dan menjunjung tinggi adat ketimuran.

Negeri berdasar Pancasila, dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Memperingati hari lahir Pancasila ini kita kembali diingatkan bahwa dasar-dasar kehidupan bersama kita sudah pudar dalam waktu yang lama.

Kita perlu momentum bersama untuk kembali memperkuat Pancasila sebagai landasan etis berkebangsaan ini. Saat ini di tengah segi-segi kehidupan yang sudah rusak parah, merupakan momentum yang baik untuk kembali merenungkan dan mengembalikan Pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa ini.


● BENNY SUSETYO PR Pemerhati Sosial, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Sumber:http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/402275/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...