Selasa, 24 Mei 2011

Menuju Identitas Baru

Proses pembentukan komunitas ASEAN merupakan hasil dari perubahan besar dalam misi ASEAN dalam dua dekade terakhir. Komunitas ASEAN dibentuk berdasarkan tiga pilar: Komunitas Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN.


Dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, ASEAN pada taraf tertentu berhasil mengelola konflik dengan kekuatan-kekuatan luar dan mengatasi beberapa masalah internal dengan baik.

Beberapa perubahan mendasar yang terjadi di lingkungan politik internasional,seperti berakhirnya Perang Dingin, globalisasi yang semakin masif, kebangkitan China dan India, serta krisis keuangan Asia telah memaksa ASEAN untuk mengubah diri.

Sebelumnya ASEAN hanya sekadar sekumpulan negara yang bertujuan menjalankan diplomasi pencegahan dan menjaga keharmonisan di antara anggotanya. Setelah momentum itu menjadi komunitas yang menjalankan diplomasi konstruktif untuk mengatasi meningkatnya persaingan politik dan ekonomi dalam dunia global.

Di tengah berbagai prestasi yang telah diraih ASEAN selama lebih dari empat dasawarsa ini,evolusi ASEAN untuk menuju Komunitas ASEAN bukan tanpa kendala.Mewujudkan sebuah full-fledged regional integration dalam masa empat tahun ke depan dibayang-bayangi sejumlah persoalan. Salah satu yang belum jelas adalah isu identitas bersama (collective identity) ASEAN.

Identitas Kolektif

Konsep identitas kolektif biasanya menjadi bahasan dalam proses pembentukan nation building. Namun, sejak ASEAN bersepakat membentuk Komunitas ASEAN dengan slogan “one vision, one identity, one community”,identitas menjadi persoalan penting bagi ASEAN.

Selain itu, sebagian besar pembahasan mengenai integrasi regional juga lebih banyak mengamati persoalan material seperti keuntungan ekonomi, sementara elemen nonmaterial sering luput dari pembicaraan. Penganjur konstruktivis, Peter Katzenstein, menyatakan bahwa berubahnya identitas berdampak pada berubahnya perilaku

Di tengah perubahan global, ASEAN pun berubah untuk membuktikan bahwa ASEAN masih ada dan mampu menunjukkan fleksibilitasnya sebagai sebuah organisasi regional. Evolusi ASEAN dari sekadar organisasi berdasar diplomasi preventif menjadi sebuah komunitas melahirkan ASEAN sebagai lembaga dengan identitas baru.

Namun, identitas seperti apakah sebenarnya yang dimiliki ASEAN? Identitas ASEAN sering digambarkan sebagai ASEAN yang defensif, kedaulatan, dan nonintervensi sebagai sakral, diplomasi diam-diam, politik terselubung,simbolisme/ritual, dan penyelesaian masalah melalui konsensus.

Apakah identitas seperti ini akan selalu dipertahankan di dalam Komunitas ASEAN? ASEAN baru yang akan terwujud dalam Komunitas ASEAN 2015 memerlukan identitas bersama, yaitu identitas regional yang harus dibangun di atas nilai-nilai universal, seperti HAM, kemakmuran bersama,dan kebebasan dari penindasan.

Meminjam istilah Alexander Wendt tentang quantum level of constructivism, Komunitas ASEAN merupakan “superorganisme dengan kesadaran kolektif” yang harus tertanam, tidak saja di setiap negara anggotanyatapi juga di setiap warga negara ASEAN.

Hambatan Kelembagaan

Negara-negara ASEAN belum memandang dirinya sebagai bagian dari sebuah kolektivitas. Untuk mencapai kesadaran kolektif di antara warga negaranya bukanlah merupakan pekerjaan ringan. Sulitnya merangkai identitas bersama sedikit-banyak karena ASEAN masih memiliki beberapa kendala kelembagaan.

Di antaranya, pertama, ASEAN masih menjadi lembaga yang elitis,belum merupakan lembaga yang bero r i e n t a s i pada individu.

Kedua, negara-negara ASEAN masih menempatkan kepentingan nasional dan prinsip kedaulatan masing-masing di atas kepentingan bersama. Hal ini merupakan konsekuensi dari lamanya masa penjajahan yang dialami ASEAN, sehingga kedaulatan merupakan isu sensitif. Sudah siapkah setiap negara anggota ASEAN mengurangi kedaulatannya untuk diserahkan pada lembaga supranasional ASEAN yang mereka bentuk?

Ketiga,kesenjangan dan keragaman ekonomi intra-ASEAN menjadi kendala bagi terbentuknya komunitas bersama ala Uni Eropa.Hanya sebagian kecil Negara yang diuntungkan dalam Komunitas Ekonomi ASEAN. Ide ini merupakan upaya Singapura yang ingin memanfaatkan besarnya penduduk dan potensi pasar ASEAN untuk meningkatkan laju perekonomiannya.

Keempat,kebijakan ASEAN sebagian besar hanya terbatas retorika tanpa implementasi. Pokpong Lawansiri, analis ASEAN,mencatat hanya sekitar 50% dari perjanjian ASEAN benar-benar diterapkan,sementara ASEAN melakukan lebih dari 600 pertemuan per tahun. Retorika semu selama ini merupakan lips service yang dipraktikkan di ASEAN sehingga ASEAN sering dijuluki sebagai organisasi regional yang secara sinis digambarkan oleh John Ravenhill dan Rhondda Nicholas sebagai much ado about nothing.

Kelima, adanya tantangan atas isu keamanan yang terus menerus, baik yang datang dari luar maupun dari dalam seperti terorisme internasional. Misalnya sengketa Kepulauan Spratly di Laut China Selatan,pembajakan di Selat Malaka, konfrontasi politik di Myanmar, masalah asap lintas batas negara, masalah perbatasan, dan banyak lainnya.

Bagaimana mungkin membentuk identitas bersama jika di antara sesama anggota ASEAN masih terdapat perasaan saling curiga? Sebagai Ketua ASEAN 2011, Indonesia berperan penting dalam mewujudkan Komunitas ASEAN 2015,sebuah komunitas yang terintegrasi secara politik, keamanan,ekonomi,dan sosialbudaya. Perlu ditumbuhkan rasa memiliki pada ASEAN di kalangan masyarakat luas agar integrasi penuh masyarakat Asia- Tenggara memberi manfaat bagi setiap warga negaranya.

● BAIQ WARDHANI
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/401012/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...