Senin, 02 Mei 2011

Mencermati Kejahatan Perbankan

Oleh: Ryan Kiryanto



Setelah agak reda beberapa saat, kasus-kasus kejahatan perbankan kembali ramai diberitakan.Kasus kejahatan perbankan tidak hanya menimpa bank-bank lokal,tetapi juga bank asing.


Masyarakat dikejutkan kasus penggelapan dana nasabah di suatu bank asing senilai Rp17 miliar yang dilakukan oknum pegawainya. Memang,bank asing ini berjanji untuk menjamin penggantian kerugian nasabah, tetapi tetap saja kredibilitasnya sebagai lembaga keuangan papan atas di level internasional terganggu. Kini muncul kasus baru pembobolan bank yang kabarnya dilakukan oknum nasabah, yang dipercaya sebagai pengelola dana,berkolaborasi dengan oknum pejabat bank di salah satu bank swasta nasional.

Atas kejahatan perbankan ini, konon institusi yang menyimpan dananya di bank tersebut berpotensi mengalami kerugian Rp111 miliar. Kasus-kasus itu membuat masyarakat mempertanyakan keamanan sistem perbankan nasional pada umumnya, dan sistem internal bank pada khususnya. Pertanyaan tersebut logis dikemukakan mengingat kejahatan perbankan seperti silih berganti,mulai kasus letter of credit (LC) fiktif hingga pembobolan kartu ATM dan rekening.

Berdasarkan pengalaman, sejauh modal bank yangmenjadikorbankejahatan atau fraud sangat kuat, kinerjanya tak akan terpengaruh. Sebaliknya, apabila dampaknya signifikan dari sisi finansial lantaran jumlahnya sangat besar, tentu bakal memengaruhi kinerja finansial bank.Apabila bank ini masuk kategori bank besar, boleh jadi berpotensi menciptakan risiko sistemik lantaran efek domino yang ditimbulkannya. Harga yang mesti dibayar pun sangat mahal karena bisa terjadi kebangkrutan.

Belum lagi reputasi bank juga akan merosot. Sejauh ini kejahatan perbankan bisa disebabkan baik oleh faktor eksternal maupun internal, atau bisa merupakan gabungan dari keduanya. Namun, bisa juga disebabkan lemahnya fungsi pengawasan internal. Kendati faktor eksternal relatif tidak terlalu sering,bisa berdampak besar secara finansial. Yang paling sulit dan berbahaya adalah fraud yang dilakukan oknum internal bank yang menguasai atau memahami sistem operasional bank.

Oknum bank yang menyalahgunakan kewenangan lantaran terdorong moral hazardbisa menyebabkan kerugian bagi bank ataupun nasabahnya. Internal fraud yang menimpa bank-bank cukup menjadi bukti masih lemahnya sistem pengawasan internal.Kelengahan itu dimanfaatkan oknum orang dalam yang mengetahui detail kelemahan-kelemahan sistem operasional bank. Kejahatan perbankan mudah dipicu tiga faktor sistem perbankan yang tidak berjalan baik,yakni teknologi informasi (T), SDM (people atau P), serta sistem dan prosedur (S).

Kelemahan teknologi informasi bisa membuka peluang tindakan kejahatan perbankan. Kelemahan sistem dan prosedur juga bisa menyebabkan tindakan kejahatan perbankan. Lebih-lebih kelemahan SDM yang tidak bermoral dan berintegritas tinggi,tentu jauh lebih membahayakan bagi bank. Maka itu,pelaku kejahatan perbankan harus divonis berat, mengingat efek kejahatannya bisa berdampak sistemik terhadap perekonomian.

Ini demi menimbulkan efek jera bagi dirinya dan bagi orang lain. Di sisi lain, untuk meminimalkan aksi kejahatan ini, perlu ada lembaga pengawas internal berlapis dari bawah ke atas. Dengan intuisi tajam,mestinya pengawas internal bank mampu mengendus atau mengidentifikasi gejala transaksi tidak wajar dan cenderung mencurigakan yang mengarah pada kejahatan perbankan.

Prinsip Mengenal Karyawan

Bank juga jangan hanya menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer atau KYC), tetapi juga harus menjalankan prinsip mengenal karyawan (Know Your Employeeatau KYE). Pelaksanaan prinsip KYE sebenarnya mudah dijalankan lantaran setiap pejabat bank mengenal dengan baik sesama karyawan. Sebagai contoh, seorang pimpinan kantor cabang sebuah bank dengan 100 karyawan harus mengenali anak buah satu per satu.

Dia harus tahu keluarga anak buahnya, sifat-sifat anak buah, dan kebiasaan- kebiasaan mereka. Pemimpin cabang bank harus mampu mendeteksi kebiasaan- kebiasaan anak buah yang ”aneh-aneh” di luar kebiasaan, kenormalan, dan kepatutan umum. Misalnya kalau seorang teller atau customer service memiliki mobil kelas menengah-atas, tidak ada salahnya pemimpin cabang melakukan penyelidikan asal-muasal mobil tersebut.

Contoh lain, apabila ada perubahan gaya hidup yang mencolok dari anak buahnya, misalnya setiap hari yang dibicarakan adalah merek mobil dan gadget mewah, maka pemimpin cabang juga perlu mencari tahu latar belakangnya. Semua ini dimaksudkan agar pemimpin bank dapat mencegah potensi tindakantindakan curang yang akan dilakukan anak buah. Sebaliknya,anak buah juga harus mau dan berani melakukan kegiatan, semacam spionase, untuk mendeteksi perilaku pemimpinnya, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Misalnya kalau ada seorang pemimpin kantor cabang bank memiliki mobil pribadi seharga di atas Rp2 miliar, anak buah harus berani menyelidiki dari mana asal-muasal uang untuk membeli mobil mewah itu. Atau kalau seorang pemimpin cabang bank memiliki aset yang nilainya di luar kewajaran, misalnya dalam bentuk mobil mewah, rumah mewah di kawasan elite, dan perangkat elektronik yang serba wah, maka tidak ada salahnya anak buah melaporkan hal ini ke unit pengawasan internal untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

Yang tak kalah pentingnya, adalah setiap bankir harus mengetahui siapa saja temanteman sejawatnya di luar bank. Kalau ada karyawan bank berteman dengan orang-orang luar yang terindikasi sebagai orang tidak baik, tidak ada salahnya ada karyawan yang melaporkannya ke unit pengawasan internal untuk dilakukan langkah-langkah penyelidikan lebih lanjut.

Maklum, kerap dijumpai terjadinya kasus-kasus fraud di perbankan karena oknum bankirnya tidak menyadari kalau dirinya sudah diperalat oleh pihak eksternal untuk membobol bank.Kombinasi pelaksanaan prinsip KYC dan KYE ini dipandang ampuh untuk mencegah terjadinya fraud. Terkait pelaksanaan prinsip KYE yang merupakan kebijakan internal bank, sebaiknya bank juga membuat semacam unit whistler blower.

Unit ini bertugas menampung, menerima, dan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk,terkait dengan laporan kecurangan yang dilakukan oknum orang dalam bank. Bisa pula bank membentuk hotlineatau kotak surat khusus untuk menerima pengaduan atas tindakan kecurangan yang terjadi di bank.Terhadap oknum orang dalam yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, hukuman seberat-beratnya harus diberikan demi menimbulkan efek jera.

Selaras dengan itu, sistem pengawasan internal juga harus ditingkatkan efektivitas dan kualitasnya,karena kasuskasus ini masih berada dalam koridor atau domain bank, bukan domain Bank Indonesia selaku pengawas industri perbankan secara umum.Bank Indonesia tetap diharapkan memberikan moral suasion agar pembinaan SDM perbankan dapat dilakukan lebih baik lagi oleh kalangan perbankan sendiri, juga perbaikan dalam sistem-prosedur dan teknologi informasi.

Bank sentral juga bisa memberikan teguran atau bahkan sanksi terhadap bank yang mengalami kebobolan berulang kali karena ulah oknum bankirnya. Sanksi ini bisa dikaitkan dengan penilaian atas aspek manajemen sebagai salah satu alat ukur kesehatan bank mengacu pada parameter CAMELS (capital, asset, management, earnings, liquidity, dan sensitivity to the market risk).

Jadi,semua pihak yang terkait dengan perbankan,dalam arti seluruh pemangku kepentingan, harus memiliki kepedulian membantu terciptanya sistem perbankan yang sehat dan bank-bank yang sehat pula, termasuk dalam hal ini adalah membantu memerangi tindak kejahatan perbankan.

URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/395244/38/


RYAN KIRYANTO
Chief Economist BNI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...