Rabu, 04 Mei 2011

Gagasan Indonesian Studies Endowment

Urgensi menerobos artikulasi soft powerkeluar dari batas-batas tradisionalnya saat ini perlu dicarikan momentum. Sejauh ini soft power masih belum banyak menyentuh pemanfaatan kajian keindonesiaan sebagai salah satu playing field dunia diplomasi dengan pelibatan institusi pemerintahan terkait.


Pendekatan “Indonesian studies“ penting terus dikembangkan dan diperkokoh di perguruan tinggi luar negeri yang memiliki reputasi sebagai pusat kajian kawasan yang strategis. Orientasi kajian wilayah perlu merambah multifaceted kredensial seperti bahasa, demokrasi, politik dan keamanan, ekonomi, maupun sosial-budaya. Semua itu penting untuk diintrodusir ke dalam pengenalan image, termasuk melalui kolaborasi dengan pusat-pusat kajian strategis di perguruan tinggi ternama di luar negeri. Dilihat dari sisi daya tarik, upaya tersebut sebenarnya mulai dilirik oleh Universitas Gratz maupun Universitas IMC Krems,Austria yang kini menjajaki gagasan untuk memasukkan pengenalan bahasa Indonesia dalam kurikulum kedua lembaga pendidikan tinggi.

Pendekatan itu menjadi pintu masuk untuk memperkuat program-program kajian wilayah yang dapat dimulai dengan pengembangan daya tarik bahasa.Apalagi sebagai bahasa regional, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu digunakan oleh hampir separuh dari penduduk yang mendiami kawasan Asia Tenggara yang tersebar di Indonesia, Singapura,Malaysia,dan Brunei Darussalam. Negaranegara tersebut merupakan jangkar kawasan yang cukup berpengaruh dilihat dari aspek penguasaan ekonomi, politik, maupun keamanan.

Perguruan tinggi seperti University of Michigan (Ann Arbor, USA) misalnya pernah melontarkan gagasan untuk membentuk semacam “Indonesian Studies Endowment“ yang akan bersaing dengan program-program serupa yang selama ini telah memperoleh pembiayaan dari Pemerintah Thailand,Korea Selatan, India, maupun China. Pemerintah Thailand melalui Kementerian Luar Negerinya bahkan telah memberikan sumbangan awal sebesar USD100.000 untuk “Thai Studies Endowment” di Universitas Michigan. Sampai sekarang setelah masa tiga tahun, Kemlu Thailand telah memberikan kontribusi dana senilai USD261.000. Pemikiran Universitas Michigan untuk menggagas “endowment“ ini didorong oleh kekhawatiran semakin menurunnya minat mahasiswa menekuni Indonesian studies.

Dalam hal ini, endowment dimaksudkan untuk menopang kelangsungan Indonesian studies. Thailand, India, China, dan Korea Selatan melalui institusi pemerintahnya misalnya,sejak lama telah menggarap potensi kerja sama ini dengan berbagai perguruan tinggi bereputasi internasional di Amerika dan Eropa.Indonesia kiranya dapat memulai memikirkan modalitas yang dikemas dalam “Indonesian Studies Endowment”dengan aspek pembiayaan yang menggabungkan kepedulian komunitas swasta asing yang beroperasi di Indonesia.

Dalam hal ini, kolaborasi pembiayaan selain dapat dipikirkan didukung dari anggaran Kementerian Diknas dan Kementerian Luar Negeri, juga sangat potensial untuk menyertakan perusahaan-perusahaan asing yang selama ini telah beroperasi di Indonesia. Format kolaborasi harus tetap mengedepankan independensi masing-masing sebagai basis kerja sama lebih lanjut dan menjadi bagian dari prinsip yang selama ini didorong pemerintah yakni agar komunitas swasta juga memikul seruan corporate responsibility.

Soft Power

Pengenalan “Indonesian Studies Endowment” akan menjadi cikal bakal akselerasi soft powerIndonesia yang dapat bertahan lama jika dikelola secara sistematis, profesional, dan berkesinambungan. Bukankah persepsi kemampuan mengartikulasikan soft power terletak pada penerimaan target audiensi terhadap substansi message yang disampaikan. Hal itu sekaligus mengindikasikan bahwa Indonesia dapat mengembangkan dan memelihara bagian-bagian paling krusial soft power terkait dengan kemampuan menginjeksi pemahaman yang relatif independen mengenai image Indonesia melalui tangan pihak ketiga.

“Indonesian Studies Endowment” akan menjadi semacam brainary projects yang akan memfasilitasi secara tidak langsung pengenalan image Indonesia. Negara seperti Austria telah lama memulai langkah itu melalui sejumlah inisiatif pendirian kurang lebih 30 jaringan forum-forum kultural, 54 perpustakaan nasional (Osterreich- Bibliotheken) yang tersebar secara internasional, 9 Institut Austria atau lembaga bahasa (Osterreich Institute), serta sejumlah kantor-kantor perwakilan khusus nondiplomatik di luar perwakilan diplomatik dan konsuler negara tersebut.

Seluruh instrumen-instrumen tersebut difokuskan pada beberapa selected projects yang mereka arahkan untuk dapat menunjang terciptanya image Austria sebagai negara berorientasi seni dan budaya dengan distingsi global pada musik, literatur, tarian, teater, fine and visual arts, film, akademik, dan sains. Tujuannya untuk mendukung proyek-proyek inovatif yang mengandung muatan cultural policy atau memberikan nuansa kebijakan luar negeri dengan tujuan-tujuan kultural.Kemlu Austria bahkan memberikan pendanaan dalam bentuk hibah kepada sejumlah kegiatan yang bersifat highly diverse cultural projects.

Model seperti ini dapat diimprovisasi Indonesia dalam menciptakan modalitas sama yang diperlukan oleh sebuah “Indonesian Studies Endowment” sesuai kepentingan strategis jangka menengah maupun jangka panjang pemerintah memproyeksikan image Indonesia ke depan. Selama ini cara pandang komunitas asing terhadap efek kredensial Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia serta negara demokratis ketiga terbesar setelah India dan AS masih terbatas pada public relationsyang diawaki oleh pemerintah sendiri. Padahal konfigurasi aktor yang mempengaruhi konstelasi profil hubungan global saat ini juga banyak ditentukan oleh efektivitas pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh pusat-pusat kajian strategis yang kebetulan banyak digunakan sebagai referensi kebijakan oleh pemerintah masingmasing.

Daya Tarik Indonesia

Paket kajian dalam “Indonesian Studies Endowment” dipastikan akan sangat kompetitif dengan muatan studi yang telah ditawarkan oleh negara-negara seperti China,India,Thailand, maupun Korea Selatan. Indonesia memiliki secara lengkap daya tarik yang dibutuhkan untuk sebuah studi kewilayahan yang potensial untuk menjadi populer di kalangan mahasiswa asing. Dinamika pertumbuhan ekonomi maupun profil politik dan exposure global “new Indonesia“ saat ini telah berkembang sebagai salah satu daya tarik dan selling point tersendiri yang sebaiknya segera dioptimalkan.

Pemikiran seperti ini yang mengilhami KBRI Wina untuk memfasilitasi kunjungan Prof Dr Anis Bajrektarevik ke Indonesia yang akan mengeksplorasi strategi pendirian Indonesian Studies di Universitas IMC Krems,Austria. Kolaborasi yang kami jalin dengan harian Seputar Indonesia (SINDO) untuk melakukan diskusi mengenai Islam dan politik, kami harapkan akan membuka akses penerimaan terhadap urgensi kajian keindonesiaan yang menjadikan inkubasi transformasi Islam dan politik di Indonesia secara harmonis sebagai model dalam mengedepankan “voice of moderation“. *Tulisan ini adalah pandangan pribadi.

I GUSTI AGUNG WESAKA PUJA
Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di Wina

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/396523/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...