Sabtu, 05 Maret 2011

Jika Golkar dan PKS Oposisi

Oleh: Syamsuddin Haris



Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan siap menjadi oposisi jika akhirnya mereka dikeluarkan dari Sekretariat Gabungan Partai Koalisi Pendukung Pemerintah. Namun, benarkah Presiden SBY ”berani” menindak dua parpol yang balela ini? Apa implikasi bagi perombakan kabinet?

Apabila disimak dengan cermat, sebenarnya tak ada pernyataan spesifik SBY terkait dengan keberadaan Golkar dan PKS dalam Setgab Koalisi. Presiden memang menyebut ”satu atau dua partai” yang dianggap melanggar kesepakatan dan kontrak politik dengan dirinya menyusul kandasnya usulan hak angket pajak di DPR beberapa waktu sebelumnya.

Namun, selebihnya pernyataan publik SBY bersifat umum dan difokuskan pada upaya penataan kembali format koalisi parpol pendukung ke depan. Apalagi, baik petinggi Golkar maupun pimpinan PKS menyatakan berulang-ulang, tak ada satu pun butir kesepakatan dilanggar terkait upaya menggulirkan hak angket pajak.

Golkar dan PKS bersikukuh, pengajuan hak angket pajak justru diperlukan untuk mengawal pemerintah agar kebijakan perpajakan benar-benar berorientasi pada penegakan pemerintahan yang bersih. Karena itu, tak mustahil arah pernyataan SBY lebih ditujukan ke dalam, yakni untuk meredam tuntutan para petinggi Partai Demokrat yang menghendaki evaluasi atas formasi koalisi.

Pilihan berisiko

Apabila dugaan di atas benar, mungkin tidak akan ada yang berubah terkait formasi koalisi. Realitas politik di balik hak angket skandal Century menunjukkan, SBY lebih memilih merangkul kembali Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. Padahal, sebelumnya Golkar bersama PKS dan PPP mempermalukan pemerintah melalui pemungutan suara di DPR. Pilihan serupa mungkin saja diambil SBY terkait dengan sikap politik Golkar dan PKS yang mencoba menggulirkan hak angket pajak.

Akan tetapi, seandainya SBY ”berani” menindak Golkar dan PKS atau salah satu dari dua parpol tersebut, komposisi gabungan parpol koalisi ataupun gabungan parpol oposisi jelas akan berubah drastis. Pencopotan Golkar dan PKS berdampak pada membesarnya kekuatan barisan oposisi menjadi sekitar 300 kursi DPR (53,6 persen) dibandingkan dengan parpol koalisi sekitar 260 kursi (46,4 persen). Pere- krutan Partai Gerindra (26 kursi) ke dalam koalisi memang sedikit menolong karena akan meningkatkan kekuatan parpol koalisi menjadi sekitar 51,1 persen.

Beda-beda tipis

Secara teoretis, formasi koalisi yang mencakup lima parpol (Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan Gerindra) akan menghasilkan format koalisi lebih ramping dan menjanjikan menguatnya sistem saling mengawasi secara seimbang (checks and balances) antara Presiden dan DPR. Namun, pilihan seperti ini sangat berisiko karena bisa memicu menguatnya relasi konfliktual antara Presiden dan DPR. Apalagi jika mengingat basis koalisi yang bersifat politik-transaksional, tentu akan terbuka peluang munculnya parpol koalisi yang balela terhadap kesepakatan bersama. Sekurang-kurangnya tetap terbuka peluang munculnya politisi parpol yang bersikap berbeda dengan fraksinya, seperti ditunjukkan anggota PKB, Lily Wahid dan Effendy Choirie, dalam pemungutan suara usulan angket pajak.

Di sisi lain, jika hanya salah satu dari Golkar atau PKS yang ditendang dari Setgab Koalisi, SBY sebenarnya tak memerlukan kehadiran Gerindra untuk menggalang dukungan politik terhadap pemerintahannya. Setgab Koalisi tanpa Golkar masih mencakup sekitar 56,6 persen kekuatan koalisi di DPR, sedangkan barisan koalisi tanpa PKS mencakup 65,6 persen pendukung SBY di Senayan.

Namun, persoalannya, politik bukanlah matematika. Sama sekali tidak ada jaminan kocok ulang formasi koalisi akan menghasilkan kerja sama dan konsolidasi parpol pendukung SBY jadi lebih baik. Faktanya, koalisi superjumbo yang mencakup 75,5 kekuatan parpol di DPR saat ini akhirnya kandas diterjang badai skandal Century dan usulan angket pajak. Apalagi, posisi sebagai parpol koalisi di satu pihak dan parpol oposisi di lain pihak tak banyak berbeda di negeri ini.

Sebagaimana fenomena Golkar, PKS, dan PPP dalam kasus angket Century, juga Gerinda dalam kasus angket pajak, parpol koalisi dan oposisi seketika dapat berubah posisi dan haluan politik. Parpol anggota koalisi yang seharusnya mendukung pemerintah justru menolak kebijakan pemerintah. Sebaliknya, parpol oposisi yang semestinya mengkritisi pemerintah malah memilih bersekutu dengan parpol koalisi pendukung pemerintah.

Tak adanya komitmen ideologis yang jelas menjadikan parpol-parpol di negeri ini berpolitik tanpa arah dan haluan yang jelas pula. Posisi sebagai koalisi dan oposisi hanya beda-beda tipis. Apalagi, parpol-parpol kita cenderung menganut prinsip bahwa dukungan politik bisa ”dibeli” dan ditransaksikan sesuai kepentingan subyektif politisi. Karena itu, perubahan apa pun terkait formasi parpol koalisi hanya memberi insentif bagi para politisi parpol itu sendiri, bukan bangsa ini.

Golkar atau PKS?

Persoalan lain yang dihadapi SBY jika membongkar formasi Setgab Koalisi adalah dampaknya bagi perombakan kabinet. Apabila Golkar dikeluarkan, SBY harus mengganti tiga menteri dari partai beringin. Sementara jika PKS dicopot, perlu dicari pengganti empat menteri. Itu artinya, SBY harus mencari tujuh calon menteri jika Golkar dan PKS diberhentikan dari koalisi. Pertanyaannya, apakah SBY akan mengulang kesalahan sama seperti periode 2004-2009, yakni merombak kabinet semata-mata atas dasar ”jatah” dan balas budi politik? Bagaimana jika kinerja menteri-menteri dari Golkar dan PKS ternyata relatif lebih baik dibandingkan dengam para menteri dari Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP?

Barangkali inilah problematik yang terus berulang pada sosok SBY. Sejak awal jenderal klimis berbintang lima ini semestinya sudah menghitung berbagai risiko politik jika koalisi parpol pendukungnya dibentuk semata-mata atas dasar kepentingan politik jangka pendek. Mungkin pula inilah ongkos politik yang harus dibayar SBY ketika kinerja pemerintahan telanjur dikemas sekadar sebagai pencitraan belaka. Semoga saja belum terlambat bagi SBY untuk lahir kembali sebagai sosok presiden yang tegas dan berani mengambil risiko.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2011/03/04/04494772/jika.golkar.dan.pks.oposis


Syamsuddin Haris Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...