Oleh: Banu Astono
Kisruh pupuk akibat kelangkaan, kenaikan harga, dan merembesnya alokasi ke tempat lain menjadi persoalan tahunan. Inti masalah karena sistem distribusi yang rentan bocor dan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia semakin kuat.Dampaknya, produktivitas tanaman tidak meningkat secara signifikan. Nilai tukar petani tetap jalan di tempat dan kualitas lahan setiap tahun terus memburuk. Hasilnya, bukan saja terjadi kemerosotan pendapatan petani, tetapi juga mengakibatkan tidak adanya kedaulatan pangan.
Konsekuensinya, produk primer pertanian yang dikonsumsi masyarakat sebagian besar diimpor. Biaya yang harus dibayar untuk itu tak kurang dari 5,003 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 50,03 triliun per tahun.
Kekisruhan pupuk
Hal itu disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang semakin tinggi.
Oleh sebab itu, kata Direktur Utama Petrokimia Gresik Arifin Tasrif, pihaknya melakukan pengembangan pupuk organik (petroganik). Pupuk organik ini untuk menekan penggunaan pupuk kimia oleh petani yang tidak lagi mengikuti pola pemupukan tunggal yang berimbang, yakni urea sebanyak 250 kg, ZA 100 kg, superphos 100-150 kg, dan KCl sebanyak 75 kg.
Petroganik yang diproduksi oleh industri kecil dan menengah ini dikontrol kualitas produksinya oleh PT Petrokimia Gresik sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Melalui kontrol di lahan percobaan Petrokimia Gresik, pupuk ini mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kondisi tanah.
Dengan pemberian yang cukup, tanah menjadi gembur, lebih berpori menyerap air lebih banyak, mudah diolah, dan mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik.
Jika pupuk digunakan secara baik dan tepat, mampu ditekan 20 persen penggunaan pupuk kimia. Dengan demikian, pupuk anorganik bisa dikurangi. Ini artinya, nilai subsidi pupuk urea bisa ditekan. Saat ini subsidi pupuk urea untuk tahun 2009 sebanyak 5,5 juta ton dengan nilai Rp 8,381 triliun, ZA sebanyak 923.000 ton dengan nilai Rp 1,399 triliun, superphos sebanyak 1 juta ton dengan nilai Rp 989 miliar, dan NPK 1,5 juta ton dengan nilai Rp 6,033 triliun.
Strategi yang dilakukan Petrokimia dalam mengembangkan industri petroganik bersama mitra lokalnya adalah membangun pabrik di wilayah mereka agar konsumen lebih mudah dan cepat mendapatkan pupuk organik. Biaya distribusi bisa ditekan semaksimal mungkin karena bahan baku kotoran sapi dan pemasaran berada di lokasi yang sama.
Nilai investasi yang ditanamkan oleh mitra lokal Rp 1,2 miliar, belum termasuk tanah dan bangunan. Biaya investasi itu sekitar 50 persen dari produsen dan sisanya ditutup oleh pihak perbankan, seperti Bank BNI.
Kapasitas produksi pabrik mencapai 10 ton per hari atau 3.000 ton per tahun. Jumlah tenaga kerja langsung sekitar 30 orang per pabrik. Belum termasuk pekerja tidak langsung di sektor peternakan sapi, ayam, dan sektor pendukung lain yang mencapai puluhan orang per pabrik.
Kebutuhan pupuk organik domestik dalam satu tahun diperkirakan 24 juta ton untuk areal tanaman padi seluas 12 juta hektar.
”Saat ini kami baru memiliki mitra kerja sebanyak 51 dan diharapkan pada akhir 2009 mencapai 130,” ujar Arifin Tasrif di sela peresmian pabrik pupuk organik Petroganik di Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
URL Source: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/25/0453220/memperbaiki.lahan.dan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya