TAK ada kiat khusus yang dilakukan Holdy Pakpahan dalam budi daya kelapa sawitnya. "Yang penting, bibitnya harus bagus. Kalau bibitnya bagus, artinya keberhasilan bisa dijamin," ujar Pakpahan.
Untuk memastikan bibit yang diperolehnya baik, Pakpahan membelinya langsung dari pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) Marihat, Simalungun, Sumatera Utara.
Bibit itu diperolehnya masih dalam bentuk kecambah kemudian dibesarkan dalam polybag di lokasi kebunnya. Setelah beberapa bulan dibesarkan dalam polybag, biasanya pada umur 10 bulan, barulah bibit-bibit itu ditanam dalam lubang yang telah disiapkan. Untuk menanami lahan barunya seluas 500 hektare, Pakpahan telah menyiapkan sekitar 60 ribu bibit.
Pakpahan menanami kebunnya per hektare sebanyak 135 batang, dengan jarak tanam 9 x 8 meter. Dengan perawatan yang baik, tanaman itu biasanya mulai berbuah setelah umur sekitar 4 tahun. "Mulai penyiapan lahan sampai tanaman menghasilkan (TM) dibutuhkan biaya Rp30 juta/hektare," ujarnya.
Selama menunggu tanaman sawitnya berbuah, Pakpahan tak membiarkan lahan di sekitar tanamannya mengganggur. Ketika tanaman sawit masih kecil, di sekitarnya ditanami tanaman palawija seperti singkong. Menurut dia, hasilnya cukup untuk menambah biaya produksi tanaman sawitnya. Penamanan tanaman-tanaman lain itu baru dihentikan setelah pohon sawit rindang.
Menurut Pakpahan, dengan perawatan yang baik tanaman sawit masih bisa berproduksi hingga usia 28 tahun meski hasilnya tak semaksimal saat usia belasan tahun.
Ia juga gemar mencoba-coba memberikan pupuk untuk mengetahui respons tanaman sawitnya terhadap pupuk. "Sawit ini termasuk tanaman yang rakus. Pernah saya kasih pupuk NPK, masing-masing lima kilo buahnya tambah besar-besar," ujarnya.
Tapi, tambah Pakpahan, pemberian pupuk tetap harus ada batasnya meski tanaman itu bisa menerima pupuk dalam jumlah besar. Sebab, penambahan pupuk jika berlebihan tidak akan sebanding dengan peningkatan produksi buahnya.
Saat penanaman perdana 500 hektare sawit pekan lalu, sebagian kondisi lahan yang awalnya berupa rawa-rawa itu masih basah. Tapi, penanaman tetap dilakukan. Pakpahan tetap optimistis tanamannya tumbuh dengan baik karena kualitas bibitnya baik.
sumber:http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009041406410180
Untuk memastikan bibit yang diperolehnya baik, Pakpahan membelinya langsung dari pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) Marihat, Simalungun, Sumatera Utara.
Bibit itu diperolehnya masih dalam bentuk kecambah kemudian dibesarkan dalam polybag di lokasi kebunnya. Setelah beberapa bulan dibesarkan dalam polybag, biasanya pada umur 10 bulan, barulah bibit-bibit itu ditanam dalam lubang yang telah disiapkan. Untuk menanami lahan barunya seluas 500 hektare, Pakpahan telah menyiapkan sekitar 60 ribu bibit.
Pakpahan menanami kebunnya per hektare sebanyak 135 batang, dengan jarak tanam 9 x 8 meter. Dengan perawatan yang baik, tanaman itu biasanya mulai berbuah setelah umur sekitar 4 tahun. "Mulai penyiapan lahan sampai tanaman menghasilkan (TM) dibutuhkan biaya Rp30 juta/hektare," ujarnya.
Selama menunggu tanaman sawitnya berbuah, Pakpahan tak membiarkan lahan di sekitar tanamannya mengganggur. Ketika tanaman sawit masih kecil, di sekitarnya ditanami tanaman palawija seperti singkong. Menurut dia, hasilnya cukup untuk menambah biaya produksi tanaman sawitnya. Penamanan tanaman-tanaman lain itu baru dihentikan setelah pohon sawit rindang.
Menurut Pakpahan, dengan perawatan yang baik tanaman sawit masih bisa berproduksi hingga usia 28 tahun meski hasilnya tak semaksimal saat usia belasan tahun.
Ia juga gemar mencoba-coba memberikan pupuk untuk mengetahui respons tanaman sawitnya terhadap pupuk. "Sawit ini termasuk tanaman yang rakus. Pernah saya kasih pupuk NPK, masing-masing lima kilo buahnya tambah besar-besar," ujarnya.
Tapi, tambah Pakpahan, pemberian pupuk tetap harus ada batasnya meski tanaman itu bisa menerima pupuk dalam jumlah besar. Sebab, penambahan pupuk jika berlebihan tidak akan sebanding dengan peningkatan produksi buahnya.
Saat penanaman perdana 500 hektare sawit pekan lalu, sebagian kondisi lahan yang awalnya berupa rawa-rawa itu masih basah. Tapi, penanaman tetap dilakukan. Pakpahan tetap optimistis tanamannya tumbuh dengan baik karena kualitas bibitnya baik.
sumber:http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009041406410180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya