Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Jika ada negara di muka bumi yang paling enak ditonton dalam arti runyam dan remuk dalam proses penegakan hukum, Indonesia adalah salah satu di antaranya yang berada di baris paling depan.
Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sengaja dibentuk dalam semangat reformasi untuk membantu tugas-tugas kepolisian dan kejaksaan, khususnya dalam memerangi korupsi—karena dua institusi negara itu setengah lumpuh dalam menjalankan tugas dan kewajibannya—sekarang justru sedang adu jotos. Bukankah ini adalah sebuah pertunjukan dari bangsa yang tunamalu?
Presiden bertindak cepat
Saya tidak tahu, bagaimana pilunya arwah tokoh seperti Bung Hatta dan Jenderal Hoegeng menyaksikan tontonan gratis yang setengah biadab ini. Petinggi polisi dan Kejaksaan Agung telah sama-sama pasang badan dalam upaya menegakkan benang basah, dengan merekayasa bukti hukum untuk melumpuhkan KPK dengan mengorbankan Bibit dan Chandra. Namun, tanpa dikomando, rakyat dari berbagai lapisan yang masih berfungsi nuraninya bangkit serentak melawan segala kepalsuan ini.
Syukurlah, kali ini Presiden bertindak cepat dengan membentuk Tim Delapan pada 2 November lalu. Temuannya telah diserahkan kepada Presiden pada 16 November, sesuai jangka waktu yang diberikan kepada tim ini.
Kini publik sudah tahu apa isi laporan tim setebal 31 halaman itu. Dari salah seorang anggota tim, saya diberi tahu bahwa Presiden cukup puas dengan hasil kerja Tim Delapan ini. Salah satu indikator kepuasan itu adalah agar temuan investigasi itu dibagikan kepada publik, segera setelah dilaporkan kepada Presiden.
Bagi saya, yang selama ini bersikap kritis kepada kepemimpinan Presiden SBY, kejadian ini sungguh luar biasa. Keluarbiasaan semacam ini jangan hanya berhenti pada titik awal ini.
Kini bagaimana selanjutnya? Bola sepenuhnya berada di tangan Presiden. Jika ingin Program 100 Hari-nya dihargai publik, saya mohon agar saran dan rekomendasi Tim Delapan dilaksanakan dengan berani dan penuh tanggung jawab sekalipun akan membawa korban.
Menghargai hasil Tim Delapan
Tidak ada jalan yang paling bijak bagi Presiden, kecuali menghargai dan melaksanakan hasil kerja tim yang dibentuknya sendiri. Untuk sementara waktu, agar semua pihak tidak kehilangan muka, bisa saja dicari formula dalam format ”tak ada yang menang dan kalah” (win-win solution) agar tidak menyulut keguncangan dahsyat seketika.
Namun, untuk jangka panjang, reformasi total pada semua institusi penegakan hukum wajib dilaksanakan. Untuk tujuan ini perlu dibentuk komisi/tim independen yang terdiri dari mereka yang punya rekam jejak yang telah teruji selama ini dengan integritas moral yang tahan banting, baik dari kalangan warga biasa, perguruan tinggi, kepolisian, maupun kejaksaan. Pribadi baik di kalangan kepolisian dan kejaksaan masih cukup tersedia. Tim Delapan adalah satu contoh terpuji untuk itu sekalipun saya semula agak skeptis.
Berharap kepada Presiden
Kemudian, untuk jangka lebih panjang lagi, reformasi birokrasi secara keseluruhan—yang selama ini hanya berkutat dalam teori dan wacana—harus dilakukan mulai sekarang. Birokrasi kita tetap buruk dan rapuh seperti sediakala, tidak banyak berbeda dengan keadaan sebelum era reformasi. Jika ada perbedaan, bukan dalam bentuk perubahan fundamental. Segi positifnya sekarang adalah borok menahun itu lebih mudah dibongkar berkat pers bebas sebagai salah satu pilar demokrasi dibandingkan dengan masa sebelumnya yang selalu ditutup rapat, sesuai dengan watak utama sebuah rezim otoritarian.
Sekiranya SBY gagal membaca tanda-tanda zaman saat ini untuk bertindak cepat dan tepat, pemerintahannya mungkin saja bertahan sampai tahun 2014 dengan legitimasi konstitusional yang dimiliki.
Namun, terkait legitimasi moral dan sosial, kita semua tidak perlu bertanya karena berangsur-angsur akan runtuh. Kita belum dapat membayangkan akibat buruknya jika semua itu berlaku.
Pembentukan Tim Delapan melalui gerak cepat yang tangkas itu harus diikuti gerak cepat selanjutnya jika memang kita tidak rela melihat Indonesia tercinta ini seperti kampung tak bertuan.
Kita semua masih berharap, semoga Presiden SBY mampu membawa negara dan bangsa ini ke keadaan yang lebih baik.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/20/04111114/tak..ada.yang.kalah.da
.
Ahmad Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Jika ada negara di muka bumi yang paling enak ditonton dalam arti runyam dan remuk dalam proses penegakan hukum, Indonesia adalah salah satu di antaranya yang berada di baris paling depan.
Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sengaja dibentuk dalam semangat reformasi untuk membantu tugas-tugas kepolisian dan kejaksaan, khususnya dalam memerangi korupsi—karena dua institusi negara itu setengah lumpuh dalam menjalankan tugas dan kewajibannya—sekarang justru sedang adu jotos. Bukankah ini adalah sebuah pertunjukan dari bangsa yang tunamalu?
Presiden bertindak cepat
Saya tidak tahu, bagaimana pilunya arwah tokoh seperti Bung Hatta dan Jenderal Hoegeng menyaksikan tontonan gratis yang setengah biadab ini. Petinggi polisi dan Kejaksaan Agung telah sama-sama pasang badan dalam upaya menegakkan benang basah, dengan merekayasa bukti hukum untuk melumpuhkan KPK dengan mengorbankan Bibit dan Chandra. Namun, tanpa dikomando, rakyat dari berbagai lapisan yang masih berfungsi nuraninya bangkit serentak melawan segala kepalsuan ini.
Syukurlah, kali ini Presiden bertindak cepat dengan membentuk Tim Delapan pada 2 November lalu. Temuannya telah diserahkan kepada Presiden pada 16 November, sesuai jangka waktu yang diberikan kepada tim ini.
Kini publik sudah tahu apa isi laporan tim setebal 31 halaman itu. Dari salah seorang anggota tim, saya diberi tahu bahwa Presiden cukup puas dengan hasil kerja Tim Delapan ini. Salah satu indikator kepuasan itu adalah agar temuan investigasi itu dibagikan kepada publik, segera setelah dilaporkan kepada Presiden.
Bagi saya, yang selama ini bersikap kritis kepada kepemimpinan Presiden SBY, kejadian ini sungguh luar biasa. Keluarbiasaan semacam ini jangan hanya berhenti pada titik awal ini.
Kini bagaimana selanjutnya? Bola sepenuhnya berada di tangan Presiden. Jika ingin Program 100 Hari-nya dihargai publik, saya mohon agar saran dan rekomendasi Tim Delapan dilaksanakan dengan berani dan penuh tanggung jawab sekalipun akan membawa korban.
Menghargai hasil Tim Delapan
Tidak ada jalan yang paling bijak bagi Presiden, kecuali menghargai dan melaksanakan hasil kerja tim yang dibentuknya sendiri. Untuk sementara waktu, agar semua pihak tidak kehilangan muka, bisa saja dicari formula dalam format ”tak ada yang menang dan kalah” (win-win solution) agar tidak menyulut keguncangan dahsyat seketika.
Namun, untuk jangka panjang, reformasi total pada semua institusi penegakan hukum wajib dilaksanakan. Untuk tujuan ini perlu dibentuk komisi/tim independen yang terdiri dari mereka yang punya rekam jejak yang telah teruji selama ini dengan integritas moral yang tahan banting, baik dari kalangan warga biasa, perguruan tinggi, kepolisian, maupun kejaksaan. Pribadi baik di kalangan kepolisian dan kejaksaan masih cukup tersedia. Tim Delapan adalah satu contoh terpuji untuk itu sekalipun saya semula agak skeptis.
Berharap kepada Presiden
Kemudian, untuk jangka lebih panjang lagi, reformasi birokrasi secara keseluruhan—yang selama ini hanya berkutat dalam teori dan wacana—harus dilakukan mulai sekarang. Birokrasi kita tetap buruk dan rapuh seperti sediakala, tidak banyak berbeda dengan keadaan sebelum era reformasi. Jika ada perbedaan, bukan dalam bentuk perubahan fundamental. Segi positifnya sekarang adalah borok menahun itu lebih mudah dibongkar berkat pers bebas sebagai salah satu pilar demokrasi dibandingkan dengan masa sebelumnya yang selalu ditutup rapat, sesuai dengan watak utama sebuah rezim otoritarian.
Sekiranya SBY gagal membaca tanda-tanda zaman saat ini untuk bertindak cepat dan tepat, pemerintahannya mungkin saja bertahan sampai tahun 2014 dengan legitimasi konstitusional yang dimiliki.
Namun, terkait legitimasi moral dan sosial, kita semua tidak perlu bertanya karena berangsur-angsur akan runtuh. Kita belum dapat membayangkan akibat buruknya jika semua itu berlaku.
Pembentukan Tim Delapan melalui gerak cepat yang tangkas itu harus diikuti gerak cepat selanjutnya jika memang kita tidak rela melihat Indonesia tercinta ini seperti kampung tak bertuan.
Kita semua masih berharap, semoga Presiden SBY mampu membawa negara dan bangsa ini ke keadaan yang lebih baik.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/20/04111114/tak..ada.yang.kalah.da
.
Ahmad Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya