Oleh: Effendi Gazali
Syamsuddin dan Gus Dur berpendapat, penahanan Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah tidak bisa dilepaskan dari pengusutan kasus pencairan dana pada Bank Century (Kompas, 1/11).
”Jauh-dekat, kasus itu ada kaitannya dengan Bank Century yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara,” kata Din. Sementara Gus Dur mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tetap fokus mengusut kasus Bank Century.
Dari ungkapan dua guru bangsa ini (juga tokoh lain), babak baru kasus ”Cicak Lawan Buaya” terkuak! Publik sedang memasuki area disonansi kognitif dalam komunikasi politik dengan aneka pertanyaan. Apakah mereka berspekulasi? Atau, sebetulnya mereka memiliki data tetapi belum bersedia menjadi penyibak selubung? Atau mereka sama-sama yakin, sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/11) ini, akan membuka jalan menuju puncak gunung es kasus Century? Atau nanti pasti muncul rekaman-rekaman lainnya?
Tak tertahan
Siapa pun yang mencoba menempatkan diri sebagai peneliti komunikasi politik hampir pasti meyakini kasus ini akan terus menggelinding. Ia bisa menjadi ”bola liar”. Dalam ilmu komunikasi politik standar, tidak terlalu dikenal istilah semacam ”bola liar”. Yang lebih umum adalah sejenis adagium ”siapa menabur (angin), siapa menuai (badai)”.
Tahapan umum yang dijelajahi adalah: 1) kasus yang tiba-tiba menarik perhatian publik; 2) seharusnya segera ada upaya pengurangan ketidakpastian; 3) harapan terhadap permainan peran yang memperkuat pengurangan ketidakpastian; 4) kasus bisa direduksi menjadi hal biasa, atau sebaliknya jika tiga tahap terdahulu tidak baik ditangani akan timbul pembentukan awal sikap tidak percaya; 5) delegitimasi dalam skala-skala tertentu.
Delegitimasi ini tidak harus berarti jatuhnya sebuah kekuasaan (seperti pada kasus Watergate), tetapi bisa saja pelan-pelan menuju hancurnya citra pemerintah dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Untuk analisis tahap pertama, saya setuju artikel Tjipta Lesmana (Kompas, 31/10) bahwa yang sedang dihadapi ”Bukan Kasus Biasa”. Untuk tahap kedua, saya sependapat dengan Hikmahanto Juwana yang dalam beberapa wawancara merasa konferensi pers presiden dan Kapolri tidak seperti diharapkan publik. Ini bisa dikaitkan dengan tidak adanya pengurangan ketidakpastian signifikan. Hikmahanto menyebut, jika tidak cermat ditangani, Bibit dan Chandra bisa menjadi simbol perlawanan rakyat seperti Aung San Suu Kyi.
Mengenai tahap ketiga, Anies Baswedan sebagai salah satu tokoh yang diundang ke istana presiden, Minggu (1/10), dalam wawancara televisi menyatakan publik terkesan belum melihat pembelaan dari presiden sebagaimana diharapkan. Jadi, menurut analisis ilmiah, kasus ini hampir pasti menggelinding ke delegitimasi dalam skala tertentu (tentu tidak diharapkan dalam skala besar).
Memperbaiki kerusakan
Apa yang kini bisa dilakukan pemerintah? Saya tidak akan memakai kata ”terlambat” atau belum. Mungkin lebih tepat dinyatakan ”kerusakan telah terjadi, kini bagaimana memperbaikinya?”. Jika Anda tidak percaya, dukungan ratusan ribu facebookers yang melaju cepat adalah buktinya. Ungkapan mereka sambil menyatakan dukungan.
Coba masukkan kata kunci ”cicak buaya Bank Century” pada situs pencarian di internet. Ada 8.200-54.000 tulisan atau diskusi di situ. Dalam semua buku pokok riset komunikasi politik (Kaid, 2004; Kaid & Holtz-Bacha, 2007), dewasa ini peran diskusi internet dan rumor politik merupakan elemen amat penting. Jauh lebih cepat daripada penelusuran Woodward dan Bernstein, dua jurnalis Washington Post dalam kasus Watergate.
Usulan solusi dari banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh nasional yang diundang ke istana presiden, sudah tepat. Bersamaan dengan itu, untuk tahap mutakhir setelah kasus ini dinyatakan sebagian pihak terkait Bank Century, harus dilakukan perbaikan ”kerusakan” (delegitimasi) terhadap aneka pertanyaan. Bagaimana membersihkan nama presiden.
Presiden telanjur memberi jawaban normatif, tidak terlibat skenario pelemahan KPK, apalagi kasus Bank Century? Mungkinkah Polri bertindak terlalu jauh dan relatif tidak cermat atas inisiatif sendiri, tanpa didorong atau dibiarkan pihak yang lebih tinggi? Kapan BPK dan PPATK membeberkan aliran dana Bank Century? Kapan figur kunci lain yang terlibat semua kasus, baik skenario pelemahan KPK maupun Bank Century, mulai diperiksa?
Jika sinyalemen Din Syamsuddin dan Gus Dur itu betul, maka sebagai pintu masuk (menyibak betulkah di bawahnya ada gunung es kasus Century), diucapkan selamat datang ke acara ”simak rekaman” secara ilmiah di sidang Mahkamah Konstitusi hari ini; sambil berharap beberapa kerusakan telah terjadi, dan masih bisa diperbaiki demi kepentingan bangsa.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/03/02483787/cicak.vs.buaya.di.punc
Effendi Gazali Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia
Syamsuddin dan Gus Dur berpendapat, penahanan Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah tidak bisa dilepaskan dari pengusutan kasus pencairan dana pada Bank Century (Kompas, 1/11).
”Jauh-dekat, kasus itu ada kaitannya dengan Bank Century yang diduga melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara,” kata Din. Sementara Gus Dur mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tetap fokus mengusut kasus Bank Century.
Dari ungkapan dua guru bangsa ini (juga tokoh lain), babak baru kasus ”Cicak Lawan Buaya” terkuak! Publik sedang memasuki area disonansi kognitif dalam komunikasi politik dengan aneka pertanyaan. Apakah mereka berspekulasi? Atau, sebetulnya mereka memiliki data tetapi belum bersedia menjadi penyibak selubung? Atau mereka sama-sama yakin, sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/11) ini, akan membuka jalan menuju puncak gunung es kasus Century? Atau nanti pasti muncul rekaman-rekaman lainnya?
Tak tertahan
Siapa pun yang mencoba menempatkan diri sebagai peneliti komunikasi politik hampir pasti meyakini kasus ini akan terus menggelinding. Ia bisa menjadi ”bola liar”. Dalam ilmu komunikasi politik standar, tidak terlalu dikenal istilah semacam ”bola liar”. Yang lebih umum adalah sejenis adagium ”siapa menabur (angin), siapa menuai (badai)”.
Tahapan umum yang dijelajahi adalah: 1) kasus yang tiba-tiba menarik perhatian publik; 2) seharusnya segera ada upaya pengurangan ketidakpastian; 3) harapan terhadap permainan peran yang memperkuat pengurangan ketidakpastian; 4) kasus bisa direduksi menjadi hal biasa, atau sebaliknya jika tiga tahap terdahulu tidak baik ditangani akan timbul pembentukan awal sikap tidak percaya; 5) delegitimasi dalam skala-skala tertentu.
Delegitimasi ini tidak harus berarti jatuhnya sebuah kekuasaan (seperti pada kasus Watergate), tetapi bisa saja pelan-pelan menuju hancurnya citra pemerintah dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Untuk analisis tahap pertama, saya setuju artikel Tjipta Lesmana (Kompas, 31/10) bahwa yang sedang dihadapi ”Bukan Kasus Biasa”. Untuk tahap kedua, saya sependapat dengan Hikmahanto Juwana yang dalam beberapa wawancara merasa konferensi pers presiden dan Kapolri tidak seperti diharapkan publik. Ini bisa dikaitkan dengan tidak adanya pengurangan ketidakpastian signifikan. Hikmahanto menyebut, jika tidak cermat ditangani, Bibit dan Chandra bisa menjadi simbol perlawanan rakyat seperti Aung San Suu Kyi.
Mengenai tahap ketiga, Anies Baswedan sebagai salah satu tokoh yang diundang ke istana presiden, Minggu (1/10), dalam wawancara televisi menyatakan publik terkesan belum melihat pembelaan dari presiden sebagaimana diharapkan. Jadi, menurut analisis ilmiah, kasus ini hampir pasti menggelinding ke delegitimasi dalam skala tertentu (tentu tidak diharapkan dalam skala besar).
Memperbaiki kerusakan
Apa yang kini bisa dilakukan pemerintah? Saya tidak akan memakai kata ”terlambat” atau belum. Mungkin lebih tepat dinyatakan ”kerusakan telah terjadi, kini bagaimana memperbaikinya?”. Jika Anda tidak percaya, dukungan ratusan ribu facebookers yang melaju cepat adalah buktinya. Ungkapan mereka sambil menyatakan dukungan.
Coba masukkan kata kunci ”cicak buaya Bank Century” pada situs pencarian di internet. Ada 8.200-54.000 tulisan atau diskusi di situ. Dalam semua buku pokok riset komunikasi politik (Kaid, 2004; Kaid & Holtz-Bacha, 2007), dewasa ini peran diskusi internet dan rumor politik merupakan elemen amat penting. Jauh lebih cepat daripada penelusuran Woodward dan Bernstein, dua jurnalis Washington Post dalam kasus Watergate.
Usulan solusi dari banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh nasional yang diundang ke istana presiden, sudah tepat. Bersamaan dengan itu, untuk tahap mutakhir setelah kasus ini dinyatakan sebagian pihak terkait Bank Century, harus dilakukan perbaikan ”kerusakan” (delegitimasi) terhadap aneka pertanyaan. Bagaimana membersihkan nama presiden.
Presiden telanjur memberi jawaban normatif, tidak terlibat skenario pelemahan KPK, apalagi kasus Bank Century? Mungkinkah Polri bertindak terlalu jauh dan relatif tidak cermat atas inisiatif sendiri, tanpa didorong atau dibiarkan pihak yang lebih tinggi? Kapan BPK dan PPATK membeberkan aliran dana Bank Century? Kapan figur kunci lain yang terlibat semua kasus, baik skenario pelemahan KPK maupun Bank Century, mulai diperiksa?
Jika sinyalemen Din Syamsuddin dan Gus Dur itu betul, maka sebagai pintu masuk (menyibak betulkah di bawahnya ada gunung es kasus Century), diucapkan selamat datang ke acara ”simak rekaman” secara ilmiah di sidang Mahkamah Konstitusi hari ini; sambil berharap beberapa kerusakan telah terjadi, dan masih bisa diperbaiki demi kepentingan bangsa.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/03/02483787/cicak.vs.buaya.di.punc
Effendi Gazali Koordinator Program Master Komunikasi Politik Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya