Soekarno lahir di Surabaya (bukan di Blitar) 6 Juni 1901.Peringatan 110 tahun kelahirannya bisa dilakukan dengan mengenang jasajasanya bagi bangsa dan negara. Namun, dapat pula diulas persepsi yang mungkin keliru tentang sang Proklamator.
Mengingat penyebarannya yang luas,novel sejarah pun perlu dikritisi agar tidak muncul kesan meremehkan terutama di kalangan anak muda. Di dalam novel Akmal Nasery Basral, Presiden Prawiranegara (2011) terdapat dua adegan tentang hubungan Soekarno dan Sjahrir yang buruk semasa ditawan Belanda 1948/1949.
Ketika Soekarno menyanyi di kamar mandi, Sjahrir yang terganggu membentak, “Houd je mond (tutup mulutmu).” Soekarno kemudian menggerutu soal teriakan Sjahrir ini kepada Haji Agus Salim. Adegan lainnya tentang Soekarno yang meminta kemeja Arrow kepada penjaga rumah tawanan Belanda. Sjahrir berkali-kali mengejek Soekarno.“ Kamu ini kan Presiden. Kenapa minta-minta seperti itu ? Jaga martabat,Bung.
” “Bung Sjahrir tadi lihat, saya minta izin untuk beli sendiri, tetapi tidak diperbolehkan,” dalih Bung Karno.“Tentu saja tak diizinkan, karena kita sedang diasingkan, orang buangan.Dasar pandir!” Bung Sjahrir tampaknya masih belum cukup mengeluarkan kejengkelannya atas sikap Bung Karno. “Apa yang Bung lakukan tadi namanya suap! Bagaimana mungkin seorang Presiden malah meminta dirinya disuap musuh!” “Jangan dilebih-lebihkan Bung Sjahrir, saya hanya butuh sehelai baju,” jawab Bung Karno.
“Itu yang namanya suap. Dasar goblok.” Wajah Bung Karno mengeras tampak kesal, tapi dia memilih tak melanjutkan bertengkar. “Tolong jaga kata-kata Bung.Saya ini Kepala Negara.” “Iya, Kepala Negara yang tolol,”sembur Sjahrir. Setelah beberapa paragraf berikutnya masih terlontar makian Sjahrir,“Engkau memang bodoh.”
Berlebihan
Adegan pertama, tentang bentakan di kamar mandi itu memang disebutkan dalam beberapa sumber. Bagi saya “insiden kecil” itu penting untuk diungkapkan guna memperlihatkan watak dan hubungan manusiawi antara Soekarno dan Sjahrir. Ketika saya berkunjung ke rumah tahanan Bung Karno, Sjahrir dan Agus Salim di Parapat,26 Mei lalu,memang kamar mandi Soekarno hanya terpisah dengan dinding tripleks dari ranjang Sjahrir, sehingga masuk akal bila Sjahrir terganggu.
Pertanyaan provokatif dari saya apakah hanya karena satu frase “Houd je mond (tutup mulutmu)” itu sebuah partai dan sebuah ideologi yakni sosialisme menjadi terlarang di Indonesia? Adegan imajiner tentang kemeja Arrow di atas sebetulnya tidak didaktis bagi generasi muda.
Soal kemeja Arrow saya kira bermula dari anekdot yang disampaikan Mangunwijaya tentang Soekarno,Hatta,dan Sjahrir. Ketika ditanya penjaga rumah tahanan mereka membutuhkan apa,Hatta menjawab dia perlu buku, Sjahrir meminta koran berbahasa Belanda, sedangkan Soekarno sebuah kemeja Arrow.Anekdot ini ternyata dalam buku Presiden Prawiranegara dikembangkan penulisnya dengan sarkasme.
Maulwi Saelan sebagai Ajudan Presiden Soekarno mencatat ketika Soekarno keluar Istana dia meninggalkan banyak buku dan benda-benda lainnya seperti arloji dan kemeja Arrow. Karena itu, saya percaya bahwa kemeja Arrow sudah ada sejak 1965-an. Pertanyaannya, apakah kemeja Arrow itu sudah diproduksi pada 1949, kalau belum ada, tentu dialog itu hanya isapan jempol belaka.
Ternyata Arrow itu dibuat sejak 1851. Selama tahun 1905-1930 di AS, kemeja ini diiklankan besar-besaran (Arrow Collar Man). Kemeja berkerah berbeda dengan kemeja Eropa menyebabkan produk ini menjadi salah satu ikon Amerika awal abad ke-20.
Fakta Historis
Debat sejarah yang masih berkaitan dengan busana ini adalah menyangkut ketidakhadiran Soekarno dalam Sumpah Pemuda 1928. Memang Soekarno selaku Ketua PNI mengirim surat berisi ucapan selamat yang dibacakan dalam pembukaan Kongres Pemuda II bersama surat Tan Malaka dan Perhimpunan Indonesia di Belanda. Namun, dia tidak hadir untuk berpidato. Ada beberapa alasan. Pertama, yang dikemukakan Abu Hanifah sebagaimana dikutip oleh Lambert Giebels (Soekarno, Biografi 1901-1950).
Menurut Hanifah, Soekarno pernah diundang untuk berbicara di depan anggota Perhimpunan Pelajar- Pelajar Indonesia (PPPI) yang antara lain dipimpin Soegondo Djojopoespito. Ketika itu para mahasiswa sedang gandrung pemikiran Gandhi yang memboikot kain tenun buatan Barat dan menganjurkan pakaian sederhana buatan dalam negeri.
Dalam pertemuan di sebuah gedung di Jalan Kenari, Batavia, terkesan Soekarno seakan baru datang dari “suatu peragaan busana atau resepsi orang elite” sehingga dicemooh mahasiswa. Informasi di atas perlu dipertanyakan karena buku Giebels menampilkan banyak kekeliruan fakta historis. Lagi pula dia mengutip Abu Hanifah yang baru menerbitkan tulisan pada 1972 (Tales of a Revolution).
Abu Hanifah yang pernah tinggal di Asrama Kramat Raya 106 itu kemudian menjadi tokoh Masyumi yang berseberangan dengan Bung Karno. Kedua, alasan yang lebih masuk akal adalah kesibukan Soekarno dalam mengembangkan partainya, Perserikatan Nasional Indonesia (PNI),yang didirikan Juli 1927 di Bandung. Secara serius Soekarno mendidik belasan kadernya yang pada gilirannya menatar calon aktivis lainnya.
Bulan Oktober 1928 misalnya PNI cabang Bandung melakukan kursus kader seperti diceritakan Maskoen Soemadiredja. Sebelumnya, Desember 1927, Soekarno berhasil merealisasikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang semula terdiri atas tujuh organisasi (PNI, Partai Sarekat Islam, Boedi Oetomo,Pasundan,Sarekat Sumatra,Kaum Betawi,dan Indonesische Studieclub). Soekarno tampil di manamana.
Rakyat terpesona dengan berpidatonya yang penuh retorika.“Matahari tidak terbit karena ayam berkokok.Tetapi, ayam jantan berkokok karena matahari terbit,” ujar Soekarno.“ Penjajahan ialah upaya mengolah tanah, mengolah harta-harta di dalam tanah, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan, dan terutama mengolah penduduk untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah.
” Kalimat Bung Karno yang terakhir itu masih relevan sampai sekarang meskipun “penjajahan ekonomi” itu dilakukan secara tidak langsung.
● ASVI WARMAN ADAM Sejarawan LIPI
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/404128/
Mengingat penyebarannya yang luas,novel sejarah pun perlu dikritisi agar tidak muncul kesan meremehkan terutama di kalangan anak muda. Di dalam novel Akmal Nasery Basral, Presiden Prawiranegara (2011) terdapat dua adegan tentang hubungan Soekarno dan Sjahrir yang buruk semasa ditawan Belanda 1948/1949.
Ketika Soekarno menyanyi di kamar mandi, Sjahrir yang terganggu membentak, “Houd je mond (tutup mulutmu).” Soekarno kemudian menggerutu soal teriakan Sjahrir ini kepada Haji Agus Salim. Adegan lainnya tentang Soekarno yang meminta kemeja Arrow kepada penjaga rumah tawanan Belanda. Sjahrir berkali-kali mengejek Soekarno.“ Kamu ini kan Presiden. Kenapa minta-minta seperti itu ? Jaga martabat,Bung.
” “Bung Sjahrir tadi lihat, saya minta izin untuk beli sendiri, tetapi tidak diperbolehkan,” dalih Bung Karno.“Tentu saja tak diizinkan, karena kita sedang diasingkan, orang buangan.Dasar pandir!” Bung Sjahrir tampaknya masih belum cukup mengeluarkan kejengkelannya atas sikap Bung Karno. “Apa yang Bung lakukan tadi namanya suap! Bagaimana mungkin seorang Presiden malah meminta dirinya disuap musuh!” “Jangan dilebih-lebihkan Bung Sjahrir, saya hanya butuh sehelai baju,” jawab Bung Karno.
“Itu yang namanya suap. Dasar goblok.” Wajah Bung Karno mengeras tampak kesal, tapi dia memilih tak melanjutkan bertengkar. “Tolong jaga kata-kata Bung.Saya ini Kepala Negara.” “Iya, Kepala Negara yang tolol,”sembur Sjahrir. Setelah beberapa paragraf berikutnya masih terlontar makian Sjahrir,“Engkau memang bodoh.”
Berlebihan
Adegan pertama, tentang bentakan di kamar mandi itu memang disebutkan dalam beberapa sumber. Bagi saya “insiden kecil” itu penting untuk diungkapkan guna memperlihatkan watak dan hubungan manusiawi antara Soekarno dan Sjahrir. Ketika saya berkunjung ke rumah tahanan Bung Karno, Sjahrir dan Agus Salim di Parapat,26 Mei lalu,memang kamar mandi Soekarno hanya terpisah dengan dinding tripleks dari ranjang Sjahrir, sehingga masuk akal bila Sjahrir terganggu.
Pertanyaan provokatif dari saya apakah hanya karena satu frase “Houd je mond (tutup mulutmu)” itu sebuah partai dan sebuah ideologi yakni sosialisme menjadi terlarang di Indonesia? Adegan imajiner tentang kemeja Arrow di atas sebetulnya tidak didaktis bagi generasi muda.
Soal kemeja Arrow saya kira bermula dari anekdot yang disampaikan Mangunwijaya tentang Soekarno,Hatta,dan Sjahrir. Ketika ditanya penjaga rumah tahanan mereka membutuhkan apa,Hatta menjawab dia perlu buku, Sjahrir meminta koran berbahasa Belanda, sedangkan Soekarno sebuah kemeja Arrow.Anekdot ini ternyata dalam buku Presiden Prawiranegara dikembangkan penulisnya dengan sarkasme.
Maulwi Saelan sebagai Ajudan Presiden Soekarno mencatat ketika Soekarno keluar Istana dia meninggalkan banyak buku dan benda-benda lainnya seperti arloji dan kemeja Arrow. Karena itu, saya percaya bahwa kemeja Arrow sudah ada sejak 1965-an. Pertanyaannya, apakah kemeja Arrow itu sudah diproduksi pada 1949, kalau belum ada, tentu dialog itu hanya isapan jempol belaka.
Ternyata Arrow itu dibuat sejak 1851. Selama tahun 1905-1930 di AS, kemeja ini diiklankan besar-besaran (Arrow Collar Man). Kemeja berkerah berbeda dengan kemeja Eropa menyebabkan produk ini menjadi salah satu ikon Amerika awal abad ke-20.
Fakta Historis
Debat sejarah yang masih berkaitan dengan busana ini adalah menyangkut ketidakhadiran Soekarno dalam Sumpah Pemuda 1928. Memang Soekarno selaku Ketua PNI mengirim surat berisi ucapan selamat yang dibacakan dalam pembukaan Kongres Pemuda II bersama surat Tan Malaka dan Perhimpunan Indonesia di Belanda. Namun, dia tidak hadir untuk berpidato. Ada beberapa alasan. Pertama, yang dikemukakan Abu Hanifah sebagaimana dikutip oleh Lambert Giebels (Soekarno, Biografi 1901-1950).
Menurut Hanifah, Soekarno pernah diundang untuk berbicara di depan anggota Perhimpunan Pelajar- Pelajar Indonesia (PPPI) yang antara lain dipimpin Soegondo Djojopoespito. Ketika itu para mahasiswa sedang gandrung pemikiran Gandhi yang memboikot kain tenun buatan Barat dan menganjurkan pakaian sederhana buatan dalam negeri.
Dalam pertemuan di sebuah gedung di Jalan Kenari, Batavia, terkesan Soekarno seakan baru datang dari “suatu peragaan busana atau resepsi orang elite” sehingga dicemooh mahasiswa. Informasi di atas perlu dipertanyakan karena buku Giebels menampilkan banyak kekeliruan fakta historis. Lagi pula dia mengutip Abu Hanifah yang baru menerbitkan tulisan pada 1972 (Tales of a Revolution).
Abu Hanifah yang pernah tinggal di Asrama Kramat Raya 106 itu kemudian menjadi tokoh Masyumi yang berseberangan dengan Bung Karno. Kedua, alasan yang lebih masuk akal adalah kesibukan Soekarno dalam mengembangkan partainya, Perserikatan Nasional Indonesia (PNI),yang didirikan Juli 1927 di Bandung. Secara serius Soekarno mendidik belasan kadernya yang pada gilirannya menatar calon aktivis lainnya.
Bulan Oktober 1928 misalnya PNI cabang Bandung melakukan kursus kader seperti diceritakan Maskoen Soemadiredja. Sebelumnya, Desember 1927, Soekarno berhasil merealisasikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang semula terdiri atas tujuh organisasi (PNI, Partai Sarekat Islam, Boedi Oetomo,Pasundan,Sarekat Sumatra,Kaum Betawi,dan Indonesische Studieclub). Soekarno tampil di manamana.
Rakyat terpesona dengan berpidatonya yang penuh retorika.“Matahari tidak terbit karena ayam berkokok.Tetapi, ayam jantan berkokok karena matahari terbit,” ujar Soekarno.“ Penjajahan ialah upaya mengolah tanah, mengolah harta-harta di dalam tanah, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan, dan terutama mengolah penduduk untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah.
” Kalimat Bung Karno yang terakhir itu masih relevan sampai sekarang meskipun “penjajahan ekonomi” itu dilakukan secara tidak langsung.
● ASVI WARMAN ADAM Sejarawan LIPI
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/404128/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya