Jumat, 10 Juni 2011

Mempercepat Swasembada Daging Sapi

Lobi para aktivis Animal Welfare dan Partai Hijau Australia cukup kuat. Berkat tekanan mereka, per 8 Juni 2011,Pemerintah Australia memutuskan menyetop semua ekspor ternak hidup, terutama sapi,ke Indonesia selama enam bulan.


Kebijakan itu diambil untuk merespons kecemasan publik setelah menyaksikan video penganiayaan sapi di sejumlah rumah pemotongan hewan di Indonesia.Tayangan bertajuk A Bloody Business itu disiarkan jaringan televisi ABC, 31 Mei lalu. Isinya menggambarkan proses pemotongan sapi di sejumlah rumah potong hewan (RPH) di Indonesia yang disiksa secara tidak manusiawi.

Menteri Pertanian Australia Joe Ludwig mengatakan, keputusan tak akan dicabut sebelum ada jaminan perbaikan proses pemotongan hewan di Indonesia. Ludwig mengakui, penyetopan ekspor sapi ke Indonesia merupakan keputusan dilematis.Nilai ekspor peternakan Australia ke Indonesia mencapai 350 juta dolar Australia. Dari jumlah itu, 318 juta dolar Australia berasal dari ekspor sapi.

Tiap tahun tak kurang dari 500.000 sapi dikirim ke Indonesia, pasar penting bagi produk peternakan Australia. Indonesia menyerap 80% produk peternakan Australia.Ketika ekspor distop, kompetitor Australia seperti Kanada, Selandia Baru, dan Amerika Serikat akan mengisi pasar Indonesia.

Momentum ini harus dimanfaatkan untuk mempercepat capaian swasembada daging sapi,bukan terus-menerus merevisi target swasembada, dari tahun 2007, 2010, dan diundur lagi jadi 2014. Sampai saat ini produksi daging sapi domestik hanya memenuhi 64,9% kebutuhan atau masih kurang 177.1 ton (35%) daging. Sisanya diisi dari impor.

Padahal, secara ekonomi, impor tidak hanya menguras devisa, tapi membuat disinsentif usaha ternak sapi lokal.Secara politis, ketergantungan yang tinggi pada impor membuat posisi kita lemah. Dengan negara pengekspor sebagai price maker, Indonesia mudah didikte negara-negara pengekspor.

Lagipula, harga daging sapi di pasar amat fluktuatif. Struktur pasar daging sapi makin terkonsentrasi, mendekati struktur monopoli, dan jauh dari persaingan sempurna. Menurut konvensi, suatu struktur pasar dinamakan pasar yang kompetitif apabila dominasi dari empat perusahaan terbesar tidak lebih dari 40%.

Tingkat konsentrasi pasar dunia dewasa ini mencapai 81% untuk daging (beef) dan 59% untuk daging babi (pork) (Heffernan dan Hendrickson, 2002) yang jauh lebih tinggi dari kondisi pada masa lalu.Pada tingkat lokal, derajat konsentrasi perusahaan bisa lebih besar, terutama bagi perusahaan yang terintegrasi secara vertikal atau horizontal.

Industri Sapi Nasional

Harus diakui, sampai saat ini peternakan sapi di Indonesia masih mengidap sejumlah masalah (Talib dkk, 2007). Pertama, ketergantungan yang tinggi pada sapi bakalan dan daging luar negeri setara 600.000 ekor sapi per tahun.

Kedua, peternakan sapi potong untuk sumber bibit/bakalan sapi impor jumlahnya terbatas. Dampaknya,pengadaan bakalan sapi potong dari dalam negeri dalam jumlah besar jadi tidak ekonomis.

Ketiga, akses modal melalui perbankan untuk pengembangan peternakan komersial penggemukan maupun pembibitan skala kecil (10–50 ekor per periode 2–4 bulan) cukup sulit diperoleh.

Keempat,keterbatasan sumber daya manusia, terutama tenaga kerja, dalam keluarga sebagai pencari pakan. Akibatnya, peternak sulit meningkatkan jumlah ternak sehingga sapi betina usia produktif terpaksa harus menjadi ternak konsumsi.

Kelima,struktur industri peternakan untuk semua komoditas ternak,termasuk sapi,domestik sebagian besar (60-80%) tetap bertahan dalam bentuk usaha rakyat yang berciri pendidikan rendah, pendapatan rendah,manajemen dan teknologi konvensional, dan tenaga kerja keluarga (Yusdja dan Winarso, 2009).

Keenam,teknologi bibit. Hampir semua jenis ternak domestik tidak mendapat sentuhan teknologi pembibitan yang intensif. Mutu ternak semakin buruk karena ternak yang baik selalu dipotong.

Ketujuh, Indonesia belum memiliki dan merumuskan arah pembangunan peternakan yang jelas.

Peluang

Meski demikian, Indonesia berpeluang besar untuk swasembada daging sapi. Indonesia memiliki potensi sumber daya lokal dalam bentuk berbagai jenis bangsa sapi,sumber daya pakan melimpah,dan teknologi budi daya yang memadai (Ilham, 2007). Market size perdagangan daging sapi amat tinggi,di atas Rp20 triliun pada 2008 (Subagyo, 2009).

Bila semua nilai ini bisa dipenuhi dari daging sapi domestik, dampak penggandanya akan amat besar. Sentra produksi ternak tersebar di banyak daerah, sedangkan sentra konsumsi ada di perkotaan. Ini akan menggerakkan ekonomi regional. Setidaknya ada tiga langkah untuk mempercepat swasembada daging sapi.

Pertama,menstimulasi pembibitan dengan breed lokal. Sapi Bali, breed asli Indonesia, bisa menjadi pilihan. Dibandingkan breed lain, perkembangan sapi Bali amat cepat, bobot karkas tinggi,mudah digemukkan dan memiliki kemampuan beradaptasi di lingkungan baru,serta beranak setahun sekali. Harus ada keputusan politik pemerintah untuk membangun industri sapi potong dalam negeri berbasis breed lokal, didukung kebijakan konsisten.

Kedua, menghindari memotong sapi muda. Pemotongan saat muda akan menyianyiakan potensi daging yang bisa didapat. Sekitar 28% sapi yang dipotong tiap hari merupakan betina produktif.Untuk menghindari pemotongan harus ada kebijakan tunda potong. Caranya dengan membeli sapi betina produktif untuk dikembangkan kembali pada peternak yang layak sebagai peserta program.Kebijakan ini sudah dilakukan di sejumlah daerah. Agar berhasil, harus ada alokasi dana khusus dari APBN atau APBD.

Ketiga, kebijakan pengadaan pakan.Ketersediaan pakan menentukan kontinuitas usaha peternakan.Di Indonesia,sumber pakan cukup banyak dan bervariasi: limbah pertanian (jerami padi, jerami palawija, hortikultura, pelepah sawit), limbah industri pertanian (onggok singkong, kulit nenas, dedak padi,bungkil sawit),budi daya hijauan pakan, dan padang penggembalaan.

Dua sumber terakhir sering jadi masalah. Ke depan,industri pakan ternak sebaiknya bertumpu pada dua sumber pertama. Tinggal didesain agar tersedia tiap saat, berkualitas, dan harga bersaing. Dengan konsistensi kebijakan dan berkesinambungan, swasembada daging bisa segera dicapai.

● KHUDORI Pengamat Masalah Pangan, Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Penulis Buku Ironi Negeri Beras




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...