Oleh: DR A Prasetyantoko
Apa yang baru dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3- EI)? Bukan sekali ini saja pemerintah merilis berbagai macam perencanaan.
Sebenarnya Bappenas juga sudah menyusun dokumen komprehensif dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJPM). Para pelaku swasta pernah meluncurkan Visi Indonesia 2030 dan Roadmap Industri.Apa yang baru dari MP3EI ini? Masterplan kali ini dianggap memiliki arti penting karena tiga hal pokok.Pertama, memiliki wawasan kedaerahan karena memberikan titik berat pada pengembangan enam koridor ekonomi.Sebagian besar berada di luar Jawa.
Isu konektivitas antardaerah (pulau) menjadi penting di sana. Kedua, di dalam koridor ekonomi ini dikembangkan konsep pengelompokan industri (clustering industry).Ketiga, perencanaan pembangunan mengedepankan kerja sama dengan pihak swasta.
Konektivitas
Konsep keterhubungan tak hanya menjadi isu domestik, melainkan juga regional. Dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN lalu,ide mengenai konektivitas antarnegara anggota ASEAN mengemuka. Dalam rangka mengantisipasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, direncanakan pembangunan jalan raya, rel kereta api, pelabuhan, dan bandara yang meningkatkan relasi ekonomi antarnegara ASEAN + 3 (China, Jepang,Korea Selatan).
Bisa dibayangkan jika pulaupulau di Indonesia memiliki akses lebih baik dengan MalaysiadanSingapura, sementara integrasi internal lemah, akan terjadi disintegrasi,paling tidak secara ekonomi. Untuk itulah keterhubungan antardaerah di Indonesia menjadi isu strategis. Bukan saja menyangkut pertimbangan ekonomi, melainkan juga politik. Masih terkait dengan isu konektivitas, masterplan ekonomi juga menyebut rencana proyek pengembangan jaringan berkapasitas tinggi pada tingkat nasional (national broadband network).
Proyek ini merencanakan adanya peningkatan penetrasi broadband di Indonesia menjadi 30% pada 2014. Sebagaimana kita tahu,akses terhadap internet menjadi salah satu kriteria untuk mengukur daya saing perekonomian. Mengenai pembangunan infrastruktur, hingga 2025 direncanakan akan ada proyek senilai Rp4.000 triliun. Rencana jangka panjang tersebut telah diturunkan menjadi rencana tahunan. Pada 2014, investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur sekitar Rp755 triliun.Pemerintah akan menyediakan dana Rp544 triliun, sedangkan sisa-nya Rp211 triliun akan dipenuhi pihak swasta melalui skema kerja sama pemerintah swasta (public private partnership).
Tentang pola pengembangan kluster industri,sebenarnya sangat ideal untuk konteks Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang terpencarpencar. Bila bisa dibangun semacam spesialisasi di tiap daerah sehingga bisa terjadi transaksi antarkluster industri, maka akan sangat positif. Selama ini, interaksi pertukaran dagang antarpulau atau wilayah di Indonesia sangat tidak efisien.Mengapa banyak sekali barang konsumsi impor dari China yang membanjiri pasar-pasar di Jawa ? Karena, untuk mendatangkan jeruk dari Kalimantan ke Jawa biayanya lebih besar ketimbang impor dari China.
Jika proyek konektivitas ini bisa dilaksanakan dengan baik, dengan sendirinya akan membangkitkan industri lokal di daerah-daerah. Demikian pula untuk produk ekspor.Dengan semakin banyak pelabuhan besar yang dibangun di daerah, logistik ke luar negeri juga akan lebih murah sehingga produk ekspor kita akan lebih kompetitif. Pendek kata,tidak ada yang menolak, masterplan ekonomi ini memang sangat kita butuhkan. Dan jika diimplementasikan dengan baik,akan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing produk kita, baik dalam konteks perdagangan internal (intra-trade) maupun perdagangan dengan negara lain.
Masalah Eksekusi
Justru masalahnya ada pada eksekusi. Berbicara mengenai hambatan pembangunan infrastruktur, isunya menjadi klise: itu-itu saja.Masalah koordinasi dengan pemerintah daerah serta pembebasan lahan masih saja menjadi persoalan klasik yang berpotensi membuat masterplan ekonomi akan menjadi macan ompong. Kita sama-sama tahu,pemerintah daerah memiliki kuasa dan wewenang sangat besar dalam hal penggunaan anggaran maupun kebijakan pembangunan. Tanpa koordinasi dengan mereka, mustahil koridor ekonomi akan berhasil.
Kalaupun bisa terlaksana, tanpa diikuti dengan koordinasi yang lebih baik, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antarpemerintah daerah tidak akan maksimal dampaknya. Salah satu yang membuat kondisi logistik (perpindahan barang) antardaerah dan antarpulau di Indonesia mahal adalah karena tiap pemerintah daerah mengerjakan proyek sendiri tanpa bersinergi dengan pemerintah daerah lain. Dengan adanya sinergi, kebijakan pembangunan dan komitmen anggaran dari pemerintah daerah juga akan muncul dalam rangka menyukseskan proyek koridor ekonomi.
Bayangkan saja, untuk membangun jalan tol yang membelah dua provinsi, jika tidak ada kata sepakat,proyek itu akan terkatung-katung.Padahal, sebuah koridor ekonomi juga harus terhubung dengan daerah-daerah di seputar kawasan tersebut.Konsep kluster industri tak bisa dipisahkan dengan integrasi fisik. Tanpa dukungan infrastruktur yang bisa meningkatkan mobilitas sumber daya antardaerah dan subdaerah, proyek koridor ekonomi terancam gagal.
Untuk itu, agenda dari masterplan ekonomi bukan saja menarik investor swasta, tetapi terlebih penting adalah membangun kesamaan visi antara pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya, jika visi sudah bisa disatukan, sinergi penggunaan anggaran juga harus dilakukan.Ada banyak pembiayaan yang bisa dilakukan bersama-sama (co-funding), baik antara pihak pemerintah dan swasta maupun pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan di Indonesia memangkomplekskarenaselain secara geografis terpencar-pencar, koordinasi juga lemah.
Tak mengherankan kalau indeks logistik kita sangat buruk. Tapi bukan berarti kita memaklumi segala proses yang tidak efisien. Justru dengan masterplan ekonomi ini,semestinya pemerintah menyatukan langkah dan membulatkan tekad untuk mendorong efisiensi,produktivitas, dan akhirnya daya saing bangsa. Indonesia adalah bangsa dengan potensi luar besar.Banyak lembaga investasi asing memprediksikannya.
Semoga MP3EI benar-benar bagian dari upaya mengeksekusi potensi ekonomi sehingga tidak ada cibiran,”Indonesia adalah negara yang sangat potensial dan selalu menjadi potensial….” Artinya tidak ada realisasi. Eksekusi adalah kuncinya.
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/402734/38/
DR A PRASETYANTOKO
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Unika Atma Jaya, Jakarta
Apa yang baru dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3- EI)? Bukan sekali ini saja pemerintah merilis berbagai macam perencanaan.
Sebenarnya Bappenas juga sudah menyusun dokumen komprehensif dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJPM). Para pelaku swasta pernah meluncurkan Visi Indonesia 2030 dan Roadmap Industri.Apa yang baru dari MP3EI ini? Masterplan kali ini dianggap memiliki arti penting karena tiga hal pokok.Pertama, memiliki wawasan kedaerahan karena memberikan titik berat pada pengembangan enam koridor ekonomi.Sebagian besar berada di luar Jawa.
Isu konektivitas antardaerah (pulau) menjadi penting di sana. Kedua, di dalam koridor ekonomi ini dikembangkan konsep pengelompokan industri (clustering industry).Ketiga, perencanaan pembangunan mengedepankan kerja sama dengan pihak swasta.
Konektivitas
Konsep keterhubungan tak hanya menjadi isu domestik, melainkan juga regional. Dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN lalu,ide mengenai konektivitas antarnegara anggota ASEAN mengemuka. Dalam rangka mengantisipasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, direncanakan pembangunan jalan raya, rel kereta api, pelabuhan, dan bandara yang meningkatkan relasi ekonomi antarnegara ASEAN + 3 (China, Jepang,Korea Selatan).
Bisa dibayangkan jika pulaupulau di Indonesia memiliki akses lebih baik dengan MalaysiadanSingapura, sementara integrasi internal lemah, akan terjadi disintegrasi,paling tidak secara ekonomi. Untuk itulah keterhubungan antardaerah di Indonesia menjadi isu strategis. Bukan saja menyangkut pertimbangan ekonomi, melainkan juga politik. Masih terkait dengan isu konektivitas, masterplan ekonomi juga menyebut rencana proyek pengembangan jaringan berkapasitas tinggi pada tingkat nasional (national broadband network).
Proyek ini merencanakan adanya peningkatan penetrasi broadband di Indonesia menjadi 30% pada 2014. Sebagaimana kita tahu,akses terhadap internet menjadi salah satu kriteria untuk mengukur daya saing perekonomian. Mengenai pembangunan infrastruktur, hingga 2025 direncanakan akan ada proyek senilai Rp4.000 triliun. Rencana jangka panjang tersebut telah diturunkan menjadi rencana tahunan. Pada 2014, investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur sekitar Rp755 triliun.Pemerintah akan menyediakan dana Rp544 triliun, sedangkan sisa-nya Rp211 triliun akan dipenuhi pihak swasta melalui skema kerja sama pemerintah swasta (public private partnership).
Tentang pola pengembangan kluster industri,sebenarnya sangat ideal untuk konteks Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang terpencarpencar. Bila bisa dibangun semacam spesialisasi di tiap daerah sehingga bisa terjadi transaksi antarkluster industri, maka akan sangat positif. Selama ini, interaksi pertukaran dagang antarpulau atau wilayah di Indonesia sangat tidak efisien.Mengapa banyak sekali barang konsumsi impor dari China yang membanjiri pasar-pasar di Jawa ? Karena, untuk mendatangkan jeruk dari Kalimantan ke Jawa biayanya lebih besar ketimbang impor dari China.
Jika proyek konektivitas ini bisa dilaksanakan dengan baik, dengan sendirinya akan membangkitkan industri lokal di daerah-daerah. Demikian pula untuk produk ekspor.Dengan semakin banyak pelabuhan besar yang dibangun di daerah, logistik ke luar negeri juga akan lebih murah sehingga produk ekspor kita akan lebih kompetitif. Pendek kata,tidak ada yang menolak, masterplan ekonomi ini memang sangat kita butuhkan. Dan jika diimplementasikan dengan baik,akan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing produk kita, baik dalam konteks perdagangan internal (intra-trade) maupun perdagangan dengan negara lain.
Masalah Eksekusi
Justru masalahnya ada pada eksekusi. Berbicara mengenai hambatan pembangunan infrastruktur, isunya menjadi klise: itu-itu saja.Masalah koordinasi dengan pemerintah daerah serta pembebasan lahan masih saja menjadi persoalan klasik yang berpotensi membuat masterplan ekonomi akan menjadi macan ompong. Kita sama-sama tahu,pemerintah daerah memiliki kuasa dan wewenang sangat besar dalam hal penggunaan anggaran maupun kebijakan pembangunan. Tanpa koordinasi dengan mereka, mustahil koridor ekonomi akan berhasil.
Kalaupun bisa terlaksana, tanpa diikuti dengan koordinasi yang lebih baik, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antarpemerintah daerah tidak akan maksimal dampaknya. Salah satu yang membuat kondisi logistik (perpindahan barang) antardaerah dan antarpulau di Indonesia mahal adalah karena tiap pemerintah daerah mengerjakan proyek sendiri tanpa bersinergi dengan pemerintah daerah lain. Dengan adanya sinergi, kebijakan pembangunan dan komitmen anggaran dari pemerintah daerah juga akan muncul dalam rangka menyukseskan proyek koridor ekonomi.
Bayangkan saja, untuk membangun jalan tol yang membelah dua provinsi, jika tidak ada kata sepakat,proyek itu akan terkatung-katung.Padahal, sebuah koridor ekonomi juga harus terhubung dengan daerah-daerah di seputar kawasan tersebut.Konsep kluster industri tak bisa dipisahkan dengan integrasi fisik. Tanpa dukungan infrastruktur yang bisa meningkatkan mobilitas sumber daya antardaerah dan subdaerah, proyek koridor ekonomi terancam gagal.
Untuk itu, agenda dari masterplan ekonomi bukan saja menarik investor swasta, tetapi terlebih penting adalah membangun kesamaan visi antara pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya, jika visi sudah bisa disatukan, sinergi penggunaan anggaran juga harus dilakukan.Ada banyak pembiayaan yang bisa dilakukan bersama-sama (co-funding), baik antara pihak pemerintah dan swasta maupun pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan di Indonesia memangkomplekskarenaselain secara geografis terpencar-pencar, koordinasi juga lemah.
Tak mengherankan kalau indeks logistik kita sangat buruk. Tapi bukan berarti kita memaklumi segala proses yang tidak efisien. Justru dengan masterplan ekonomi ini,semestinya pemerintah menyatukan langkah dan membulatkan tekad untuk mendorong efisiensi,produktivitas, dan akhirnya daya saing bangsa. Indonesia adalah bangsa dengan potensi luar besar.Banyak lembaga investasi asing memprediksikannya.
Semoga MP3EI benar-benar bagian dari upaya mengeksekusi potensi ekonomi sehingga tidak ada cibiran,”Indonesia adalah negara yang sangat potensial dan selalu menjadi potensial….” Artinya tidak ada realisasi. Eksekusi adalah kuncinya.
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/402734/38/
DR A PRASETYANTOKO
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Unika Atma Jaya, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya