Senin, 01 November 2010

Komplikasi Sistem Presidensial

Oleh: Dr Valina Singka Subekti, MSi


Baru-baru ini DPP Partai Golkar dalam rangka HUT yang ke-46 menyelenggarakan seminar nasional dengan topik “Aspek-Aspek Perbaikan Sistem Politik Indonesia”.


Sebagai salah satu pembicara saya membahas masalah sistem presidensial dan sistem kepartaian di Indonesia dari sudut pandang UUD 1945 hasil perubahan. Salah satu hasil penting amendemen UUD 1945 adalah penerapan sistem presidensial. Sistem ini dianggap terbaik untuk menghasilkan pemerintahan yang kuat dan produktif agar mampu merealisasikan amanah Pembukaan UUD 1945 yaitu menciptakan masyarakat sejahtera dan berkeadilan sosial.

Kesepakatan sistem presidensial dihasilkan PAH I (Panitia Ad Hoc) Badan Pekerja MPR melalui pendalaman terhadap pengalaman empirik pemerintahan masa demokrasi parlementer maupun masa Soekarno dan Soeharto.Ada semacam stigma sistem parlementer identik dengan instabilitas politik. Di samping itu,ada keinginan kuat agar pemerintahan di era Reformasi mampu menyelesaikan berbagai persoalan besar bangsa, terutama perbaikan ekonomi dan masalah ancaman disintegrasi bangsa.

Beberapa wilayah luar Jawa menuntut keadilan ekonomi dan politik serta mengancam akan melepaskan diri dari Indonesia. Latar belakang konteks yang demikian mendorong PAH III BP MPR pada 1999 memutuskan untuk memperkuat sistem presidensial. Pada waktu bersamaan, euforia reformasi mendorong lahirnya banyak partai politik yang jumlahnya sampai ratusan.

Pemilu Serentak

Pada pembahasan amendemen UUD 1945 sudah ada kekhawatiran bahwa sistem presidensial akan mengalami komplikasi dalam praktiknya karena berhadapan dengan realitas sistem multipartai. Secara teoretis sistem multipartai tidak kondusif dengan presidensialisme. Mereka gabungan yang tidak saling menguatkan.

Sistem presidensial menghendaki hadirnya dukungan partai-partai mayoritas di parlemen sementara sistem multipartai menyulitkan hadirnya partai-partai mayoritas di parlemen sehingga gabungan sistem yang demikian dapat menghasilkan divided government (pemerintahan terbelah) dan kohabitasi.Presiden terpilih dapat berasal dari partai minoritas dan tidak ada sinergi antara partai pendukung presiden dengan partaipartai mayoritas di parlemen.

Secara empirik situasi seperti ini dihadapi pemerintahan SBY 2004- 2009. Presiden SBY berasal dari Partai Demokrat yang hanya meraih 7% kursi DPR sehingga sampai diperlukan mendorong Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Golkar pada Munas Golkar tahun 2005.Tak lain supaya pemerintah memperoleh dukungan politik dari Partai Golkar sebagai salah satu partai terbesar di DPR.

Bagaimana solusinya untuk mengatasi komplikasi yang diakibatkan tidak adanya koherensi antara sistem pemerintahan, sistem pemilu,dan sistem kepartaian? Perlu desain kelembagaan yang tepat supaya sistem presidensial dapat bekerja efektif dan produktif.Tentu tidaklah mudah mengurangi jumlah partai politik dalam waktu singkat. Pastinya penyederhanaan itu tidak dapat melalui cara paksa seperti yang dilakukan pemerintah Orde Baru lewat kebijakan fusi partai politik tahun 1973.

Suasana transisi demokrasi menghendaki cara-cara yang lebih alamiah. Dalam hal ini solusi yang ditawarkan PAH I BP MPR pada waktu pembahasan amendemen UUD 1945 (antara tahun 1999-2002) adalah pemilu serentak.Pemilu legislatif dan pemilu presiden dilaksanakan serentak.Yang dimaksudkan oleh Pasal 22 E UUD 1945 sebenarnya adalah pemilu yang penyelenggaraannya serentak antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden. Lengkapnya berbunyi:

”Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD,Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD.” Ketentuan Pasal 22E ini hendaknya dibaca bersamaan dengan ketentuan Pasal 6A yang menyatakan: “Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” Dengan ketentuan itu diharapkan sebelum pelaksanaan pemilu legislatif setiap partai politik sudah memiliki usulan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Diharapkan rakyat pemilih memiliki waktu lebih panjang untuk mengenali setiap pasangan calon dan partai-partai dapat bekerja keras mempromosikan sosok dan program kerja capres serta cawapresnya yang sudah ditentukan sebelum pemilu legislatif diselenggarakan. Untuk keperluan ini bahkan pada waktu itu dilakukan simulasi pemungutan suara dengan lima kotak suara di ruang sidang pleno PAH I BP.

Ada beberapa pertimbangan mengapa PAH I BP MPR mendisain pemilu serentak. Pertama, untuk mendorong terbentuknya koalisi partai yang lebih bersifat permanen oleh karena koalisi lebih didasarkan pada kepentingan nilai ketimbang kepentingan kursi atau kekuasaan. Kedua,partai-partai yang capres dan cawapresnya kalah akan menjadi partai oposisi dan partai-partai yang calonnya menang otomatis akan menjadi partai pendukung pemerintah.

Dengan cara seperti ini koalisi itu terbentuk dengan cara yang lebih alamiah, bukan sematamata berdasarkan hitung-hitungan kursi saja setelah mengetahui hasil pemilu legislatif.Koalisi yang demikian akan mendorong bekerjanya mekanisme checks and balances antara parlemen dengan pemerintah. Seperti kita ketahui,kehadiran sebuah oposisi yang kuat amat diperlukan sebagai penyeimbang kekuasaan presiden yang umumnya juga sangat kuat dalam sistem presidensial.

Ketiga,untuk mendorong penyederhanaan kepartaian.Partai-partai yang sudah mengelompok dalam satu barisan yang diikat oleh sebuah “nilai/ideologi” diharapkan pada waktunya nanti melakukan penggabungan, demikian pula partaipartai dengan barisan “nilai/ideologi” yang lain pun akan melakukan hal sama. Hal ini dalam hitunganwaktu dengan sendirinya akan mengarah pada penyederhanaan sistem kepartaian. Keempat,meminimalkan kemungkinan konflik,sebab tidak ada jarak waktu antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden.Keempat, menghemat biaya pemilu.

Partai Modern

Desain pemilu serentak itu hasilnya lebih efektif bila diiringi desain sistem pemilu yang mendukung penyederhanaan kepartaian. UU Pemilu No 12 Tahun 2003 merupakan implementasi perintah konstitusi dalam rangka memperkuat sistem presidensial. Sejak Pemilu 2004 Indonesia mengadopsi ukuran daerah pemilihan (dapil) yang lebih kecil.Apabila tadinya dapil untuk DPR adalah provinsi dan DPRD adalah kabupaten/kota, oleh KPU berdasarkan ketentuan dalam UU Pemilu No 12 Tahun 2003 itu kemudian ditetapkan 2.057 dapil yang 69 di antaranya adalah dapil untuk DPR.

Semakin kecil ukuran dapil semakin kecil kemungkinan partaipartai kecil memperoleh kursi. Di samping itu, pemberlakuan electoral threshold (ET) 2,5% juga dimaksudkan untuk mempercepat penyederhanaan kepartaian. Kemudian dilanjutkan dengan parliamentary threshold (PT) 2,5% pada pemilu 2009. ET dan PT itu tidak dapat bekerja efektif mengurangi jumlah partai pasca-Pemilu 2004 dan pada Pemilu 2009 oleh karena partai-partai politik di Indonesia masih berwawasan sempit, lebih senang berebut kekuasaan politik daripada membangun sebuah sistem yang baik.

Oleh karena itu,sebenarnya desain pemilu serentak itu akan berhasil apabila didukung hadirnya partai politik yang memiliki komitmen wawasan kebangsaan yang kuat.Partai-partai politik perlu direformasi menjadi partai yang kuat, modern, berwibawa, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Perlu dihasilkan politisi atau elite partai yang berjiwa amanah dan berwawasan kebangsaan yang kuat.

Hal ini krusial oleh karena UUD 1945 hasil perubahan menempatkan partai dalam kedudukan istimewa. Boleh dikatakan hampir seluruh pengisian jabatan publik (presiden,gubernur, bupati/ wali kota,DPR,DPRD) proses rekrutmennya melalui partai politik. Revisi paket UU Bidang Politik hendaknya dilakukan dalam koridor konstitusi.Perlu dilakukan sinkronisasi dengan upaya mengonsistenkan UU Politik terhadap konstitusi. Revisi hendaknya mengacu pada konstitusi, yaitu untuk membentuk sistem pemerintahan presidensial yang kuat.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/361033/



Dr Valina Singka Subekti, MSi
Dosen Departemen Ilmu Politik
Univ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...