Selasa, 17 Agustus 2010

Apa Salahnya Rupiah Menguat

Oleh: Faisal Basri


Bank Indonesia harus segera bersikap dan menggunakan kewenangannya untuk mengembalikan posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ke tingkat yang kondusif” (Kompas, 12 Agustus 2010, halaman 19).

Nada ”nyinyir” terhadap penguatan rupiah tak hanya muncul dari seorang pejabat Kementerian Keuangan, sebagaimana kutipan di awal. Pernyataan-pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan juga senada. Tak hanya pejabat yang sekarang, yang sebelum-sebelumnya pun kebanyakan demikian.

Pernyataan-pernyataan pejabat yang terkesan ”menyudutkan” rupiah sudah keterlaluan. Tahukah mereka bahwa hampir semua mata uang di Asia menguat terhadap dollar AS? Mereka seharusnya paham bahwa kinerja perekonomian AS mengalami pemburukan sehingga indeks dollar AS merosot.

Yang terjadi sebetulnya adalah nilai dollar AS melemah terhadap hampir semua mata uang dunia.

Kita jadi bertanya-tanya, mengapa para pejabat tinggi yang mengurusi ekonomi menjadi resah.

Kita kutip saja ucapan Menko Perekonomian, ”Sekarang tampaknya dengan adanya penguatan nilai tukar rupiah sudah ada tekanan terhadap ekspor Indonesia” (Kompas, 12 Agustus 2010, halaman 19). Bukankah ekspor kita ke AS tak sampai 10 persen?

Bukankah ekspor nonmigas kita masih tumbuh 38 persen selama semester pertama tahun ini.

Ekspor ke China tumbuh pesat. Ekspor ke negara-negara ASEAN pun demikian, juga ke Korea. Dunia usaha sudah mampu mendengus pasar-pasar potensial baru dan lambat laun mengurangi ketergantungan pada pasar AS, Eropa, dan Jepang.

Pemerintah seharusnya malu kalau mengandalkan daya saing dari melemahnya rupiah. Itu sama artinya pemerintah ”enggan” melaksanakan tugas utamanya membenahi persoalan-persoalan mendasar yang sampai sekarang tak tertangani.

Maka, satu-satunya harapan untuk menyangga daya saing tinggal pelemahan rupiah. Di mana jiwa nasionalisme mereka. Nasionalisme bukan cuma gagah-gagahan kenakan jas dan dasi dengan seonggok tanda jasa pada upacara detik-detik proklamasi.

Tolonglah produsen-produsen kecil untuk mampu menembus pasar-pasar baru yang sedang menggeliat. Mereka tak akan mengeluh kalau nilai rupiah sedikit menguat.

Mereka bisa bersaing. Daya saing mereka meredup karena pemerintah gagal melaksanakan fungsinya, gagal mengenyahkan kendala-kendala struktural yang selama ini menggelayuti dunia usaha.

Ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk-produk berbasis sumber daya alam. Pesaing kita relatif terbatas. Lagi pula, negara- negara pesaing pun mengalami penguatan nilai mata uang.

Untuk ekspor manufaktur juga tak begitu bermasalah. Sebab, komponen impor industri manufaktur kita masih relatif tinggi sehingga penguatan rupiah membuat ongkos impor bahan baku/penolong turun. Jadi, bisa dikatakan dampak penguatan rupiah bersifat netral.

Ada juga ekonom yang mengatakan bahwa penguatan rupiah menimbulkan kekhawatiran bisa meningkatkan konsumerisme karena barang-barang dari luar negeri menjadi lebih murah.

Kekhawatiran seperti ini berlebihan karena impor barang konsumsi hanya 7 persen, sedangkan sisanya adalah bahan baku (74 persen) dan barang modal (19 persen). Penguatan rupiah, oleh karena itu, lebih besar mendorong sektor produksi dan kegiatan produktif ketimbang memacu konsumerisme.

Tentu saja akan selalu ada pihak yang dirugikan. Pendapatan eksportir berbasis sumber daya alam otomatis berkurang dalam rupiah. Namun, harus dibedakan antara pendapatan berkurang ini dan penurunan daya saing sebagaimana menjadi kekhawatiran para pejabat.

Benar adanya bahwa penguatan rupiah juga disebabkan oleh membanjirnya dana asing dalam bentuk portofolio.

Namun, data pun menunjukkan bahwa aliran dana portofolio yang masuk lebih berkualitas. Belakangan ini telah terjadi pergeseran dari Sertifikat Bank Indonesia ke Surat Berharga Negara. Berarti, di mata asing, prospek perekonomian jangka panjang membaik.

Yang juga menggembirakan adalah penanaman modal asing langsung kian deras. Selama semester I-2010, penanaman modal asing langsung sudah melampaui pencapaian tahun 2008. Ditambah lagi dengan peningkatan pesat arus wisatawan asing.

Kesemua faktor itu membuat pundi-pundi cadangan devisa kita mencapai tingkat tertinggi, yakni 79 miliar dollar AS, pada akhir Juli. Bertambah kokoh sehingga bisa diharapkan volatilitas pergerakan nilai rupiah lebih terkendali.

Berikanlah keleluasaan agar rupiah bergerak lebih alamiah. Jangan rupiah diganggu oleh pernyataan-pernyataan pejabat yang mengakomodasikan para spekulan dan penimbun dollar AS.

Tugas Bank Indonesia adalah menjaga agar fluktuasi rupiah terjaga. Sementara tugas pemerintah adalah memperkokoh faktor-faktor penopang daya saing yang hakiki, yakni meningkatkan produktivitas perekonomian dan memerangi inflasi.

Dengan begitu, kita bisa memaknai perayaan kemerdekaan ke-65 bagi kejayaan bangsa.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/08/16/02540813/apa.salahnya.rupiah.mengua

Faisal Basri
Pengamat Ekonomi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...