Selasa, 07 Juni 2011

Krisis Ekonomi dan Kejahatan Korporat

Oleh: Jeffrey D. Sachs


Dunia sekarang tenggelam dalam kejahatan korporat, dan kejahatan ini mungkin paling banyak terjadi di negara-negara kaya--negara-negara yang katanya melaksanakan good governance. Pemerintah di negara-negara miskin mungkin menerima lebih banyak suap dan melakukan lebih banyak pelanggaran, tapi negara-negara kayalah pusat perusahaan-perusahaan global yang melakukan pelanggaran-pelanggaran paling besar. Money talks, uang berkuasa, dan ia telah mengkorup politik dan pasar di seantero dunia.

Setiap hari ada saja cerita baru mengenai penyalahgunaan jabatan. Selama sepuluh tahun terakhir ini, semua perusahaan di Wall Street telah didenda karena pembukuan palsu, insider trading, penipuan surat berharga, skema Ponzi, atau penggelapan oleh para direktur utamanya. Suatu jaringan insider trading yang massif sekarang ini sedang diadili di New York, yang melibatkan beberapa tokoh utama keuangan dan industri. Pengadilan ini didahului serangkaian denda yang dibayar beberapa bank investasi terbesar di Amerika Serikat karena terbukti melakukan berbagai pelanggaran dalam perdagangan surat berharga.

Namun sedikit sekali yang memberi pertanggungjawaban. Dua tahun setelah terjadinya krisis keuangan terbesar dalam sejarah yang dipicu oleh perilaku tidak bermoral bank-bank terbesar di Wall Street, tidak satu pun pemimpin bank-bank itu yang menghadapi tuntutan hukuman penjara. Ketika perusahaan-perusahaan didenda, maka yang membayar denda itu adalah para pemegang saham. Denda cuma merupakan secuil dari laba yang diperoleh dengan cara yang melawan hukum oleh perusahaan-perusahaan itu, yang bagi Wall Street berarti bahwa praktek-praktek korup menghasilkan rate of return, pengembalian modal, yang pasti. Bahkan saat ini lobi perbankan terus dilakukan tanpa menghiraukan regulasi dan kesantunan politik.

Korupsi juga marak di bidang politik. Gubernur Florida sekarang, Rick Scott, adalah direktur utama sebuah perusahaan layanan kesehatan yang utama yang dikenal sebagai Columbia/HCA. Perusahaan ini dituduh menggelapkan uang pemerintah Amerika dengan menaikkan jumlah tagihan atas layanan yang diberikannya. Dalam sidang pengadilan, perusahaan ini mengaku bersalah melakukan 14 pelanggaran dan dikenai denda sebesar US$ 1,7 miliar.

Investigasi yang dilakukan FBI akhirnya memaksa Scot meletakkan jabatan. Tapi, satu dekade kemudian, Scott kembali lagi, kali ini sebagai politikus yang mendukung "pasar bebas"-nya Partai Republik.

Ketika Barack Obama mencari seseorang untuk membantunya menyelamatkan industri otomotif Amerika, ia berpaling kepada seorang fixer, pengatur, di Wall Street bernama Steven Rattner, walaupun Obama tahu bahwa Rattner saat itu sedang diperiksa karena menyuap pejabat-pejabat pemerintah. Setelah menyelesaikan tugasnya di Gedung Putih, Rattner berhasil menyelesaikan kasus suapnya itu dengan membayar denda beberapa juta dolar.

Tapi mengapa berhenti sampai pada gubernur atau penasihat presiden itu saja? Mantan wakil presiden Dick Cheney masuk ke Gedung Putih setelah menjabat Direktur Utama Halliburton. Selama Cheney memegang jabatan di Halliburton, perusahaan tersebut telah menyuap pejabat-pejabat Nigeria sehingga berhasil memperoleh akses mengelola ladang-ladang minyak di negeri itu--akses yang bernilai miliaran dolar. Ketika pemerintah Nigeria menuduh Halliburton melakukan penyuapan, perusahaan itu menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan dengan membayar denda sebesar US$ 3,5 juta. Sudah tentu tidak ada konsekuensi apa pun yang dikenakan terhadap Cheney. Berita mengenai kasus ini pun boleh dikatakan tidak menimbulkan riak sama sekali dalam media Amerika.

Bebas hukuman marak di mana-mana--sesungguhnya, sebagian besar dari kejahatan korporat itu lewat begitu saja tanpa diberitakan. Beberapa kasus yang sempat diberitakan khas berakhir dengan denda yang dibayar oleh perusahaan--artinya oleh para pemegang sahamnya. Mereka yang benar-benar melakukan kejahatan, yaitu pejabat-pejabat di puncak perusahaan itu, tidak perlu merasa risau.

Bahkan ketika perusahaan-perusahaan dikenai denda yang besar, direktur utama mereka tetap tidak terusik. Pemegang saham itu begitu tercerai-berai dan tidak berdaya, sehingga mereka tidak bisa mengontrol manajemen perusahaan mereka.

Ledakan korupsi--di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, Brasil, dan negara-negara lainnya--menimbulkan banyak pertanyaan mengenai penyebab timbulnya korupsi itu dan bagaimana mengontrolnya setelah korupsi sekarang sudah mencapai proporsi yang epidemis.

Korupsi korporat lepas kendali karena dua alasan utama. Pertama, perusahaan-perusahaan besar sekarang bersifat multinasional, sementara pemerintah bersifat nasional. Perusahaan besar sangat perkasa secara finansial sehingga pemerintah takut melawannya.

Kedua, perusahaan-perusahaan merupakan penyandang dana utama kampanye politik di tempat-tempat seperti Amerika, sementara para politikus sendiri sering merupakan bagian pemilik perusahaan atau setidak-tidaknya silent beneficiaries, penikmat diam-diam laba korporat. Kasarnya, sepertiga dari jumlah anggota Kongres Amerika adalah jutawan (dalam dolar) dan banyak di antara mereka mempunyai ikatan erat dengan perusahaan bahkan sebelum mereka menjadi anggota Kongres.

Akibatnya, semua politikus sering memalingkan muka ketika perilaku korporat itu melanggar garis hukum yang sudah ditentukan. Bahkan, jika pemerintah mencoba mengekang mereka, perusahaan punya pengacara yang siap melindungi dan membela mereka. Akibatnya, berkembang budaya kebal hukum berdasarkan ekspektasi yang sudah teruji bahwa kejahatan korporat itu menguntungkan.

Mengingat kaitan yang erat antara kekayaan, kekuasaan, dan hukum, maka mengekang kejahatan korporat merupakan perjuangan yang sangat berat. Untungnya, arus informasi yang cepat dan meluas saat ini bisa menjadi semacam deterrent atau disinfectant, penangkis atau pembasmi kuman. Korupsi marak di tempat yang gelap, tapi informasi sekarang lebih banyak muncul lewat e-mail dan blog serta Facebook, Twitter, dan jejaring sosial lainnya.

Kita juga perlu model politikus yang baru yang menggunakan model kampanye politik yang baru, model berbasis media online gratis, bukan media yang dibayar. Bila politikus bisa membebaskan diri dari donasi korporat, mereka akan memperoleh kembali kemampuan mengontrol penyalahgunaan korporat.

Lagi pula, kita perlu menerangi sudut-sudut gelap keuangan internasional, terutama tempat berlindung pengemplang pajak Cayman Islands dan bank-bank Swiss yang tertutup itu. Menghindari bayar pajak, kickback, pembayaran ilegal, suap, dan arus transaksi ilegal lainnya mengalir melalui akun-akun ini.

Kekayaan, kekuasaan, ilegalitas yang dimungkinkan oleh sistem yang tersembunyi ini sekarang begitu luas sehingga mengancam ekonomi global, terutama pada saat terjadinya ketidaksetaraan penghasilan yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah serta defisit anggaran yang besar akibat ketidakmampuan pemerintah secara politis--dan kadang-kadang bahkan secara operasional--mengenakan pajak terhadap orang-orang kaya itu.

Maka itu nanti jika Anda mendengar tentang skandal korupsi di Afrika atau di negara-negara miskin lainnya, tanyakan di mana ia bermula dan siapa yang melakukan korupsi tersebut. Baik Amerika Serikat maupun negara-negara "maju" lainnya tidak sepatutnya menuding negara-negara miskin, karena sering kali perusahaan-perusahaan global yang besar itulah yang telah menciptakan persoalan.

URL Source: http://korantempo.com/korantempo/koran/2011/05/23/Opini/krn.20110523.236795

Jeffrey D. Sachs
Guru Besar Ekonomi dan Direktur Earth Institute pada Columbia University, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Millennium Development Goals


Hak cipta: Project Syndicate, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...