Selasa, 28 September 2010

Memperkuat Otot Bayi Demokrasi

Oleh: B Josie Susilo Hardianto


Meskipun ada beberapa persoalan cukup serius seperti data pemilih, secara keseluruhan proses Pemilihan Umum 2009 dan sejumlah pemilihan umum kepala daerah di Indonesia tahun ini mencatatkan sejarah menawan. Proses demokratisasi berjalan cukup lancar.

Namun, demokratisasi tidak pernah hanya berhenti sampai di situ. Meskipun prosedur politik, sistem, dan mekanismenya telah terbentuk, bahkan partai politik dan lembaga-lembaga peradilan sebagai bagian dari mekanisme kontrol juga berkembang, toh masih ada hal yang jauh lebih penting yang harus diperhatikan.

Hal itu adalah kesetaraan, pemenuhan hak asasi manusia, dan upaya terus-menerus mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan. Mengapa demikian? Karena kebebasan yang diperoleh dalam era demokrasi tidak semata-mata berhenti pada proses pemberian suara dalam pemilu. Lebih dari itu, demokrasi adalah media yang subur bagi kebebasan untuk mewujudkan pemenuhan kemanusiaan manusia. Meminjam pemikiran biolog yang juga pemikir etis dari Australia, Charles Birch, demokrasi dapat dipahami sebagai sarana bagi setiap entitas individu untuk mewujudkan finalitas mereka sebagai ciptaan.

Wajah Indonesia

Hanya, semua itu tidak dapat diandaikan berjalan begitu saja ketika Indonesia memilih menjadi negara demokratis. Sisi penting demokrasi itu harus diupayakan dengan serius. Namun, menurut peneliti senior dari Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, justru isu sentral dari demokrasi itu saat ini terabaikan.

Ambil contoh, pemenuhan keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia, seperti kasus Talangsari, kasus penghilangan orang secara paksa, kasus Wamena, kasus Semanggi I dan II, serta Mei 1998, hingga saat ini masih terkatung-katung. Dalam catatan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, dalam enam tahun terakhir penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh Kejaksaan Agung dinilai tidak serius. Setidaknya hingga akhir tahun 2009, tujuh kasus—di antaranya telah disebutkan di atas—hasil penyelidikan Komisi Nasional HAM belum ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung.

Di sisi lain, tata kelola birokrasi juga masih kental diwarnai oleh korupsi, seperti kasus yang melibatkan pegawai pajak Gayus Tambunan. Padahal, pada saat yang sama, proses reformasi birokrasi gencar dilakukan. Parahnya, kasus itu muncul mengiringi belum tuntasnya persoalan Bank Century.

Selain itu, nilai-nilai kesetaraan dan pengakuan terhadap perbedaan juga kerap menemui tantangan. Pendek kata, sebagaimana dikemukakan Kristiadi, demokratisasi di Indonesia minim sentuhan peradaban. Jika diibaratkan, demokrasi di Indonesia mirip seorang bayi yang tengah diserang penyakit kronis, seperti korupsi politik, bobroknya birokrasi, dan ancaman terhadap keadaban publik.

Eksistensi negara yang terwujud dalam kehadiran mereka dalam persoalan-persoalan dasar yang dihadapi masyarakat pun dinilai minim. Akibatnya, hal semacam itu perlahan-lahan membuat demokrasi di Indonesia kehilangan energi dan bisa jadi terancam ambruk. Mengapa? Karena modal sosial yang terbangun dalam proses demokrasi seperti pemilu dan pilkada, yaitu kepercayaan publik kepada pemerintah, menurun. Demikian juga terhadap kredibilitas demokrasi sebagai sistem yang baik turut tergerogoti.

Padahal, sebagaimana dikemukakan anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, esensi demokrasi adalah kesetaraan hak sebagai warga negara dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

”Tantangan demokrasi adalah bagaimana negara dapat memenuhi kewajiban itu sehingga mampu memanusiakan warganya. Misalnya, hak beragama diwujudkan dengan memfasilitasi mereka untuk beribadah,” kata Mahfudz Siddiq.

Reformasi partai politik

Namun, sayangnya, di Indonesia hal itu belum terwujud. Nilai-nilai utama demokrasi terus digerogoti oleh apa yang disebut Kristiadi sebagai korupsi politik, bobroknya birokrasi, dan rendahnya keadaban publik. Untuk itu ia berpendapat perlunya mengembalikan kekuatan demokrasi. ”Isu sentralnya adalah bagaimana memperkuat kembali otot-otot demokrasi melalui reformasi partai politik,” kata Kristiadi.

Menurut dia, fungsi-fungsi partai politik, seperti pendidikan politik dan perekrutan yang baik, harus ditata ulang. Mahfudz Siddiq sependapat dengan hal itu. Apalagi, menurut dia, proses demokratisasi di dalam tubuh partai politik di Indonesia berjalan lamban.

Hal itu disebabkan sebagian besar partai yang ada di Indonesia mewarisi sejarah lama. Sementara itu, partai-partai baru lebih banyak dipengaruhi oleh aktualisasi diri para elite politik yang membentuknya. Dengan demikian, sedari awal, tutur Mahfudz Siddiq, potensi oligarki dalam tubuh partai kuat.

”Karena itu, penting untuk membenahi partai, mereformasi partai, dan membangunnya sebagai sebuah organisasi modern. Apalagi, masyarakat tidak terlalu peduli lagi dengan warna partai atau basis ideologi. Yang penting adalah punya program dan jelas ada langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya di lapangan,” kata Mahfudz Siddiq lagi.

Namun, sayang, partai politik yang betul-betul mau bekerja seperti itu sangat jarang di Indonesia. Di sisi lain masyarakat juga merasakan kehadiran negara dalam persoalan yang mereka hadapi minim. ”Mereka lebih banyak membuat pernyataan, tetapi minim tindakan,” kata Kristiadi.

Oleh karena itu, partai politik sebagai motor utama demokrasi perlu direformasi fungsi-fungsinya, seperti pendidikan politik dan perekrutan yang baik. Langkah itu penting untuk memperkuat kembali otot-otot bayi demokrasi dan mendorong itikad baik mengelola negara.

Selain itu, melahirkan proses politik yang sehat, mengikis habis politik uang hingga oligarki. Masyarakat madani (civil society) dapat berperan dan mendorong reformasi dalam tubuh partai politik itu sehingga memungkinkan mereka untuk terlibat pula dalam kontrol kerja partai dan akses terhadap informasi dalam tubuh partai itu.

Kristiadi berpendapat, hal itu merupakan langkah utama untuk menempatkan kembali partai-partai pada alasan keberadaan mereka. Ujungnya adalah untuk memperkuat demokrasi, yang merupakan sarana pemenuhan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, dan hak asasi manusia.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/09/27/03060451/memperkuat.otot.bayi.demok

B Josie Susilo Hardianto
Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...