Kamis, 02 September 2010

Kembali ke Pertanyaan Dasar

Pembicaraan tentang bagaimana pemilu yang akan datang dijalankan sudah menyinggung banyak segi: pengetatan persyaratan peserta, penggabungan partai peserta, parliamentary threshold, dan lain-lain. Ini belum termasuk perdebatan boleh tidaknya orang partai menjadi anggota KPU, posisi dan fungsi pengawas pemilu hingga peran dewan kehormatan penyelenggara pemilu.

Pemilu legislatif dan pemilu presiden memang masih jauh, empat tahun lagi. Namun sudah semestinya perancangan pemilu yang diformat dalam bentuk undang-undang, dimulai sejak dini. Jika tidak, kita akan mengulang kesalahan tiga kali penyelenggaraan pemilu pasca-Orde Baru: peraturan lemah, persiapan tergesa-gesa, hingga KPU tidak siap.

Pembahasan undang-undang lebih awal tentu tidak menjamin bahwa undang-undang pemilu akan lebih baik. Jika dibandingkan dengan UU No. 12/2003 yang mengatur Pemilu 2004, UU No. 10/2008 yang mengatur Pemilu 2009 dibahas lebih awal. Tetapi undang-undang terakhir ini ternyata merupakan undang-undang terburuk yang pernah dimiliki republik ini dalam mengatur pemilu.

Prof Ramlan Surbakti, guru besar ilmu politik FISIP Unair dan mantan Wakil Ketua KPU, mencatat, UU No. 10/2008 terdapat banyak sekali kentuan yang kontradiktif dan multitafsir. Banyak hal yang mestinya diatur tidak diatur, sebaliknya banyak hal yang tidak perlu diatur malah diatur. Selain itu juga terdapat sejumlah ketentuan yang tidak berguna karena tidak bisa dijalankan.

Mengapa hal itu terjadi? Bukankah kita sudah berpengalaman membahas undang-undang pemilu, seperti UU No. 2/1999 untuk Pemilu 1999 dan UU No. 12/2003 untuk Pemilu 2004? Bukankah akademisi dan pemantau memiliki banyak catatan tentang masalah-masalah pengaturan pemilu? Bukankah KPU selalu membuat laporan pelaksanaan pemilu, yang di dalamnya terdapat evaluasi dan rekomendasi demi perbaikan pengaturan pemilu mendatang?

Demikianlah, kenyataannya, para pembuat undang-undang, DPR dan pemerintah, agaknya tidak secerdas yang kita bayangkan. Terhadap masalah yang sama, isu dan topik serupa, mereka nyaris tidak menemukan jalan keluar, sehingga peraturan pemilu, dari pemilu ke pemilu tidak semakin baik.

Apa yang terjadi periode lalu, agaknya akan berulang. Perhatikan penyataan beberapa anggota DPR. Mereka tidak hanya berpendapat berbeda, tetapi juga cenderung asal beda. Orang Jawa bilang, waton suloyo. Perdebatan tentang parliamentary threshold misalnya, tidak didasari atas konsep dan argumentasi kuat, tetapi semata berdasar pada kepentingan masing-masing partai.

Ya memang wajar dan logis, karena tujuan membuat partai dan meraih kursi di parlemen adalah untuk memperjuangkan kepentingan. Meski begitu, jika perjuangan kepentingan itu tidak didasari pada moralitas politik dan cita-cita membangun Indonesia yang lebih baik, maka perjuangan kepentingan akan berubah menjadi pertarungan kepentingan. Tentu saja pertarungan kepentingan yang bisa menjurus ke konflik, atau setidaknya menghabiskan waktu dan energi sia-sia.

Oleh karena itu, sebelum berlanjut, ada baiknya para pembuat undang-undang, juga para akademisi dan pemantau yang terlibat dalam proses ini, merenungkan kembali pertanyaan dasar dalam penyusunan peraturan pemilu. Berpikir ontologis. Pertanyaan dasar yang saya maksud adalah: apa tujuan kita berpemilu? Apa yang hendak kita capai dari pemilu?

Pertanyaan itu harus dijawab tegas. Jika perlu semua pihak, khususnya kalangan partai politik dan pemerintah, bersama-sama membuat rumusan untuk menjawab pertanyaan itu. Sebab jawaban atas pertanyaan itu akan memberi arahan bagaimana seharusnya perdebatan dilakukan, dan bagaimana keputusan diambil untuk mengatasi perbedaan-perbedaan.

Jadi, dasar pengambilan keputusan dalam merumuskan peraturan pemilu, bukan karena partai besar vs partai kecil, tetapi apakah rumusan peraturan itu, sejalan dengan tujuan pemilu yang sudah ditetapkan. Jalan ini akan mempermudah pembahasan, sehingga perdebatan tidak perlu bertele-tele, jual beli pasal bisa dihindari, dan yang lebih penting undang-undang pemilu bisa lebih awal disahkan.

Didik Supriyanto, wartawan detikcom. Tulisan ini tidak mewakili kebijakan redaksi.
sumber :www.detiknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...