Minggu, 07 Juni 2009

Mencari Calon Presiden Antikorupsi

Oleh: Febri Diansyah

Setelah pendaftaran pasangan calon presiden, penetapan, dan pengundian nomor urut dilakukan. Pilpres akan memasuki tahapan yang lebih substansial.


Pada fase kampanye sebagai tahap keempat ini,setiap calon akan menjelaskan janji politik dan melakukan komunikasi publik, termasuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Khusus poin terakhir,pertanyaan pentingnya adalah siapa yang paling berkomitmen memerangi korupsi? Incumbent SBY-Boediono, JK-Wiranto, atau justru Mega- Prabowo? Belum terlalu jelas.

Salah satu indikator yang paling krusial saat ini, ternyata itu tidak dicantumkan sebagai prioritas semua pasangan calon. Pada matrik Program Hukum Koalisi Presiden dan Wakil Presiden 2009 yang ICW dapatkan dari lampiran booklet Reformasi Hukum 2009–2014 KHN, ternyata tidak satu pun partai pengusung yang menyebutkan perlunya pengesahan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menjelang hari pemungutan suara putaran pertama 8 Juli 2009, agaknya belum terlambat untuk mengomunikasikan komitmen terhadap Pengadilan Tipikor. Karena institusi ini merupakan prasyarat terpenting untuk memerangi korupsi secara terus-menerus. Selama hampir 5 tahun dari 2003–2009, Pengadilan Tipikor bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah mulai mengobati gejala keputusasaan masyarakat terhadap jejaring korupsi.

Jika di pengadilan umum sangat banyak kasus korupsi berakhir dengan vonis bebas/lepas atau kalaupun dihukum, vonis yang dijatuhkan sangat rendah, lain halnya dengan Pengadilan Tipikor. Hingga saat ini semua kasus korupsi yang diajukan KPK berhasil divonis bersalah. Selain karena KPK sangat keras menjerat aktor-aktor koruptif di berbagai instansi, komitmen dan moralitas hakim di Pengadilan Tipikor juga sangat baik.

Lantas,apakah dapat dibenarkan setiap upaya yang mencoba menghentikan pemberantasan korupsi di KPK dan Pengadilan Tipikor? Tentu saja tidak. Bahkan pihak yang secara sistematis mencoba mematikan dua institusi ini, harus berhadapan dengan rakyat banyak. Data yang dikumpulkan ICW dari 2005 hingga 2008 tentang penanganan kasus korupsi di pengadilan umum akan semakin membuat yakin bahwa Pengadilan Tipikor merupakan sesuatu yang harus dipertahankan.

Dari 1.421 terdakwa kasus korupsi yang terpantau, 659 orang diganjar vonis bebas/ lepas. Bahkan, hakim tidak segan menghadiahkan vonis di bawah 1 tahun dan percobaan. Bagaimana mungkin kejahatan mencuri uang rakyat masih terkesan “dilindungi” oleh institusi bernama pengadilan? Keresahan publik inilah yang menjadi isu krusial yang harus dijawab secara tegas oleh capres-cawapres 2009.

Setiap pasangan calon seharusnya mafhum bahwa isu pemberantasan korupsi punya nilai tawar politik yang cukup kuat untuk memengaruhi perolehan suara. Meskipun ada banyak catatan kritis terkait pemilu legislatif April lalu, akan tetapi kemenangan Partai Demokrat merupakan satu fenomena penting.

Sebagian pemilih dinilai melihat posisi Ketua Dewan Pembina Demokrat SBY yang dinilai fokus pada isu perang terhadap korupsi.Memang salah satu dari aspek hukum ketatanegaraan, prestasi pemberantasan korupsi KPK sering diklaim sebagai keberhasilan pemerintah.Di titik inilah, kata “Lanjutkan!” dapat menghipnotis pemilih kalangan awam yang masih ingin pemberantasan korupsi terus dilakukan.

Namun, terlepas dari nilai jual politik tersebut,keberadaan Pengadilan Tipikor haruslah tetap dilihat sebagai kebutuhan pokok pembersihan negara ini ke depan. KPK dan Pengadilan Tipikor tidak boleh bernasib sama dengan beberapa instansi pemberantasan korupsi lain yang dimatikan ketika mulai menyentuh penguasa.

DPR Mengecewakan

Sayangnya, beberapa kalangan politikus di DPR melihat berbeda. Pengadilan Tipikor justru dinilai sebagai simalakama yang berbahaya bagi para legislator tersebut. Membaca fenomena penanganan kasus korupsi di KPK, setidaknya saat ini sudah 12 anggota DPR yang ditetapkan sebagai tersangka dan delapan di antaranya sudah divonis bersalah melakukan korupsi.

Vonis tertinggi delapan tahun penjara dijatuhkan kepada Al-Amin Nasution (Fraksi PPP) dan enam tahun untuk Bulyan Royan (Fraksi PBR) dalam kasus pengadaan kapal patroli di Departemen Perhubungan. Mengacu pada berbagai fakta persidangan dan kasus korupsi terkait dengan oknum legislatif di DPR yang ditangani KPK, bukan tidak mungkin 60 orang lainnya akan bernasib sama.

Berdasarkan catatan ICW,setidaknya dari kasus aliran dana BI Rp100 miliar, dugaan suap/gratifikasi Agus Condro pada pemilihan Deputi Dewan Gubernur BI, dana stimulus Abdul Hadi Djamal,Tanjung Api-Api,dan dugaan korupsi mobil pemadam kebakaran, tentu saja wajar jika anggota DPR khawatir akan bernasib sama dengan rekan mereka yang sudah jadi terpidana korupsi.

Salah satu cara paling efektif untuk menyelamatkan diri adalah membubarkan/ melemahkan KPK, dan mematikan Pengadilan Tipikor dengan tidak menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor. Seperti diketahui,saat ini Panitia Khusus DPR ditugasi merampungkan penyusunan RUU Pengadilan Tipikor.

Akan tetapi,hingga 4 bulan sebelum masa tugas DPR 2004–2009 berakhir, tidak terlihat kemajuan signifikan. Alih-alih bersemangat menyelesaikan RUU, yang terdengar oleh publik justru suara yang bertentangan dengan pemberantasan korupsi. Karena itu, sudah cukup meyakinkan sesungguhnya bahwa sulit berharap kepada DPR.

Institusi ini justru menambah deret prestasi buruk sektor legislatif. Dengan kinerja yang pas-pasan, fenomena “tukang bolos” dan rendahnya prestasi legislasi ditambah dengan semangat mendelegitimasi lembaga pemberantasan korupsi menjadikan DPR sebagai lembaga yang mengecewakan publik.

Namun, bagaimana jika RUU tersebut tidak selesai dibahas DPR hingga masa sidang akhir September 2009? Di tahapan inilah komitmen setiap capres menjadi penting. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) merupakan jalan keluar. SBY sebagai incumbent punya potensi sangat besar dibandingkan pesaing lain.

Namun, deadlinebagi Presiden saat ini adalah September 2009.Karena pada bulan itulah masa sidang terakhir DPR. Setelah itu baru Mahkamah Agung bersama pemerintah bisa melakukan set-up institusional Pengadilan Tipikor menjelang Desember 2009. Akan tetapi, bukan berarti pasangan calon lain tidak dapat menyatakan komitmen terhadap Pengadilan Tipikor.

Berdasarkan agenda KPU, ada waktu sekitar 3 bulan sejak mereka terpilih dan dilantik Oktober 2009 nanti. Karena Mahkamah Konstitusi memberikan deadline undang-undang tersebut 19 Desember 2009.Pertanyaannya, apakah dua capres lain bersedia menyerahkan “nilai jual”politik yang begitu besar dari Pengadilan Tipikor hanya pada calon incumbent? Jika tidak, kami tunggu janji dan komitmen Anda untuk menerbitkan Perppu Pengadilan Tipikor sebagai capres Republik Indonesia 2009–2014.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/244501/



Febri Diansyah
Peneliti Hukum,
Anggota Badan Pekerja ICW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...