Kamis, 18 Juni 2009

Lahan Pertanian Kian Menyusut

Lahan pertanian di Indonesia semakin menyusut akibat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Kurun waktu 1993-2003 saja alih fungsi mencapai 100 ribu–110 ribu hektar per tahun, dan 30 ribu-40 ribu pertahun diantaranya adalah lahan sawah. Bila itu terus berlanjut, bisa mengakibatkan gangguan ketahanan pangan nasional.

Hilman Manan, Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian (Deptan) mengatakan pihaknya mencoba terus mengejar perluasan lahan sawah baru. Tapi karena keterbatasan dana, pihaknya baru berhasil rata-rata 15 ribu-20 ribu hektar pertahun.

“Total tiga tahun terakhir saja baru mencetak sawah baru 74 ribu hektar. Itu akibat kondisi dana terbatas,” katanya kepada 89.2 FM Green Radio, Selasa (16/6).

Menurutnya perubahan alih fungsi lahan sawah paling banyak adalah menjadi permukiman dan kawasan industri. Biasanya keduanya hadir dipicu oleh pertumbuhan infrastruktur jalan, yang juga dibuat dengan alih fungsi sawah.

Dicontohkan seperti proyek pelebaran jalur pantai utara (pantura), membuat jalur Cikampek-Cirebon makin rapat dengan rumah makan dan permukiman. Selain itu bila ada pembangunan jalan tol, di sepanjang jalan akan berkembang kawasan industri, karena kemudahan akses.

“Semuanya itu memberi dampak berkurangnya lahan pertanian yang ada di sekitarnya,” ujarnya.

Perubahan-perubahan tersebut dikuatirkannya berdampak pada gangguan produksi pangan. Oleh karena itu, ia berpendapat Deptan berupaya melakukan penyeimbangan terhadap kekurangan lahan pertanian itu.

Hilman mengatakan, Deptan melakukan peningkatan produktivitas lahan perhektar dengan mengejar sarana produksi. Antara lain adalah benih unggul, ketersediaan pupuk dan pestisida, pengolahan tanah yang lebih baik, serta ketersediaan air yang cukup.

“Bagaimanapun peningkatan produktivitas ada batas atasnya. Kalau batas atas sudah tercapai, mau tidak mau harus mengejar mencetak lahan tanamnya,” imbuhnya.

Antisipasi agar lahan pertanian tidak terus berkurang dilakukan Deptan. Salah satunya melakukan kajian akademis pada 2006. Dari situ, tim kajian menyarankan harus ada undang-undang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Setelah diolah, di 2007 rancangan undang-undang (RUU) itu diajukan ke DPR RI dan menjadi hak inisiatif DPR. Saat ini, RUU tersebut dalam tahap pembahasan di Komisi IV.

“Semoga sebelum masa bakti mereka habis, pembahasannya bisa diselesaikan. Dan ini target juga dari semua anggota komisi tersebut. Ini salah satu cara menjaga dan melindungi lahan pertanian,” harapnya.

Hilman tampak bersyukur, karena sosialisasi tentang RUU itu mendapat respon positif di daerah-daerah. Menurutnya, dalam penyusunan tata ruang di kabupaten dan provinsi, pimpinan daerah dan anggota DPRD setempat sudah menyiapkan peraturan daerah (Perda) untuk menyambut kehadiran RUU tersebut.

“RUU di DPR Pusat saja belum selesai, tapi Perda yang disiapkan sudah mencapai tahap akhir,” katanya.

Dirinya optimis bahwa penegakan hukum dan ketaatan pada tata ruang yang sudah dibuat bisa meredam laju kehilangan lahan pertanian. Bagi Hilman, sepatutnya tidak mengabaikan kebutuhan pangan bila berbicara soal pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

“Kita harus mandiri dulu pangannya, baru negara ini bisa tenang. Bila ada jaminan ketersediaan pangan, baru kita bisa membangun,” tutupnya.

source: www.greeenradio.fm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...