Selasa, 16 Juni 2009

Sosialisme ala Amerika

Oleh: Joseph E. Stiglitz


Di tengah-tengah ramainya pembicaraan mengenai "tunas-tunas hijau" pulihnya ekonomi, perbankan Amerika Serikat terus berupaya mementahkan upaya untuk meregulasinya. Sementara para politikus berbicara mengenai komitmen mereka untuk mereformasi regulasi guna mencegah berulangnya krisis, inilah wilayah tempat perincian regulasi itu menjadi perintang utama--dan perbankan Amerika akan mengerahkan segala sisa tenaganya yang masih ada untuk memastikan bahwa ia punya ruang yang cukup besar untuk berbuat seperti di masa lalu.

Sistem yang lama menguntungkan bagi perbankan Amerika (jika bukan bagi para pemegang sahamnya), jadi mengapa mereka harus menyerah kepada perubahan? Sesungguhnya upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan mereka tidak banyak menyinggung sistem keuangan pascakrisis macam apa yang kita kehendaki sehingga akhirnya hanya akan menghasilkan sistem perbankan yang kurang bersaing dan bank-bank besar, yang katanya terlalu besar untuk jatuh bangkrut, bahkan tumbuh semakin besar.

Sudah lama diakui bahwa bank-bank Amerika yang terlalu besar untuk jatuh bangkrut itu juga terlalu besar untuk dikelola dengan baik. Itulah sebabnya mengapa kinerja beberapa di antara bank-bank itu ternyata sangat buruk dan mengecewakan. Ketika mereka ambruk, pemerintah merekayasa restrukturisasi keuangan dan memberikan deposit insurance, seraya menguasai sebagian sahamnya di masa depan. Para pejabat pemerintah tahu bahwa, jika mereka menunggu terlalu lama, bank-bank hantu atau nyaris hantu itu--yang tidak memiliki net worth, tapi diperlakukan seolah-olah sebagai lembaga yang viable--bakal "berjudi untuk bangkit kembali". Jika mereka berjudi dengan taruhan yang cukup besar dan menang, mereka bisa melenggang dengan hasil taruhannya; jika mereka gagal, pemerintahlah yang menanggung kerugiannya.

Ini bukan cuma teori, ia merupakan pelajaran yang kita petik, dengan ongkos yang mahal, ketika terjadinya krisis Savings & Loan pada 1980-an. Ketika anjungan tunai mandiri mengatakan "dana tidak cukup", pemerintah tidak ingin ini berarti bahwa bank, bukan rekening Anda, yang kehabisan dana. Karena itu, ia campur tangan sebelum peti uang tersebut kosong sama sekali. Dalam suatu restrukturisasi keuangan, pemegang saham biasanya yang tersapu bersih, dan pemegang obligasi menjadi pemegang saham yang baru. Kadang-kadang pemerintah harus menyediakan tambahan dana atau investor baru harus bersedia mengambil alih bank yang bangkrut itu.

Namun, pemerintahan Obama telah memperkenalkan konsep yang baru: terlalu besar untuk direstrukturisasi secara finansial. Pemerintahan Obama berargumentasi bahwa semuanya bakal berantakan jika kita mencoba bermain dengan aturan yang biasa dengan bank-bank yang besar ini. Pasar bakal panik. Karena itu, kita tidak hanya tak dapat menyentuh pemegang obligasi, kita juga tidak bisa bahkan menyentuh pemegang saham--walaupun sebagian besar dari nilai saham yang ada itu cuma mencerminkan taruhan yang diletakkan pada bailout pemerintah.

Saya kira penilaian seperti ini keliru. Saya kira pemerintahan Obama telah tunduk kepada tekanan politik dan ketakutan yang dibesar-besarkan bank-bank tersebut. Akibatnya, pemerintahan Obama telah salah mencampuradukkan bailout para bankir dan para pemegang sahamnya dengan bailout bank itu sendiri.

Restrukturisasi memberikan kesempatan kepada bank memulai yang baru lagi: investor baru yang tertarik (baik sebagai pemegang saham maupun obligasi) akan menaruh kepercayaan yang lebih besar, bank-bank lainnya bakal lebih bersedia memberikan pinjaman kepada mereka, dan mereka bakal lebih bersedia memberikan pinjaman kepada pihak-pihak lainnya. Para pemegang obligasi bakal menarik keuntungan dari restrukturisasi yang tertib. Jika nilai aset itu benar-benar lebih besar daripada yang diyakini pasar (dan para analisis), mereka akhirnya bakal memetik keuntungan.

Tapi yang jelas adalah bahwa ongkos yang harus dibayar untuk strategi Obama pada saat ini dan di masa depan itu sangat tinggi--dan sejauh ini ia belum berhasil mencapai tujuannya yang terbatas dalam mengucurkan kembali pinjaman. Para pemegang saham terpaksa membayar triliunan dolar, dan telah memberi jaminan triliunan dolar lagi--utang yang bakal jatuh tempo di masa datang.

Mengubah aturan main ekonomi pasar--dengan cara yang menguntungkan mereka yang telah menimbulkan begitu banyak kepedihan kepada ekonomi global--lebih buruk daripada ongkos yang harus ditanggung secara finansial. Sebagian besar rakyat Amerika memandangnya sangat tidak adil, terutama setelah mereka menyaksikan bank-bank itu mengalihkan triliunan dolar yang dimaksudkan untuk membangkitkan kembali pemberian pinjaman kepada pembayaran bonus dan dividen yang berlebihan. Merobek kontrak sosial itu merupakan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan dengan begitu mudah.

Tapi bentuk baru kapitalisme ersatz ini, ketika kerugian disosialisasi dan laba diprivatisasi, pasti mengalami kegagalan. Arti insentif diputarbalikkan. Tidak ada disiplin pasar. Bank yang terlalu besar untuk direstrukturisasi itu tahu bahwa mereka bisa berjudi dengan bebas--dan dengan tersedianya dana dari Federal Reserve dengan suku bunga yang nyaris nol--tersedia cukup dana untuk berbuat demikian.

Ada yang menamakan rezim ekonomi yang baru ini sebagai "sosialisme khas Amerika". Tapi sosialisme itu menyangkut rakyat banyak. Sebaliknya pemerintah Amerika tidak banyak membantu jutaan rakyatnya yang kehilangan rumah tempat mereka berteduh. Buruh yang kehilangan pekerjaan cuma menerima tunjangan pengangguran terbatas selama 39 minggu, dan kemudian dibiarkan mencari nafkah sendiri. Dan ketika mereka kehilangan pekerjaan, mereka juga kehilangan asuransi kesehatannya.

Amerika telah memperluas jaringan pengaman korporat dengan cara yang tak pernah dilakukannya sebelumnya, dari bank umum sampai bank investasi, lalu industri asuransi, dan sekarang industri otomotif, tanpa tanda-tanda di mana semua ini akan berakhir. Sebenarnya ini bukan sosialisme, melainkan perpanjangan dari corporate welfarism yang sudah berlangsung lama. Mereka yang kaya dan kuat berpaling kepada pemerintah untuk membantu mereka kapan saja dapat mereka lakukan, sementara mereka yang miskin tidak memperoleh perlindungan sosial yang memadai.

Kita perlu memecah bank-terlalu-besar-untuk-jatuh-bangkrut itu; tidak ada bukti bahwa raksasa-raksasa ini membawa manfaat setara dengan ongkos yang mereka bebankan kepada masyarakat. Jika kita tidak bisa memecah mereka, kita harus membatasi ruang gerak mereka. Mereka tidak boleh dibiarkan berbuat seperti dulu lagi--berjudi atas kerugian orang lain.

Timbul masalah lainnya dengan bank-bank yang terlalu besar untuk bangkrut dan terlalu besar untuk direstrukturisasi ini: mereka juga terlalu kuat secara politis. Lobi yang mereka lakukan telah berhasil, pertama mementahkan regulasi, dan kemudian memaksa pembayar pajak menanggung ongkos membersihkan puing-puing yang mereka tinggalkan. Mereka berharap bakal berhasil lagi bebas berbuat semau mereka, tanpa mempedulikan risiko yang mereka timpakan kepada pembayar pajak dan perekonomian. Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/15/Opini/krn.20090615.16

Joseph E. Stiglitz
Guru Besar Ekonomi pada Columbia University, Ketua Komisi Ahli yang ditunjuk Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengupayakan reformasi sistem moneter dan keuangan internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...