Senin, 08 Juni 2009

Mengukur kinerja tanggung jawab sosial perusahaan

Oleh: Juniati Gunawan

Hangatnya pembicaraan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) di kalangan dunia usaha mau tidak mau merambat pada dunia akademis. Topik CSR sudah mulai diakomodasikan pada beberapa mata ajaran di kalangan perguruan tinggi.
Hasilnya, tak sedikit para mahasiswa berlomba membuat karya akhir atau skripsi dengan topik CSR. Jawaban paling sederhana dan jujur dari mereka adalah karena topik ini sedang ngetren, atau memang topik ini yang diterima dibandingkan dengan topik lain yang diajukan.

Ironisnya, kebanyakan mahasiswa kecewa saat mendapati bahwa dosen pembimbingnya ternyata tidak menguasai topik tersebut. Tentu bukan sepenuhnya kesalahan dosen bila mereka dengan jujur mengatakan tidak menguasai masalah CSR, apalagi membuat suatu kajian akademis karena mereka memang belum pernah mempelajarinya. Belum ada mata kuliah ini pada saat kita-kita, para dosen dulu kuliah.

Perlu disadari bahwa begitu banyak variabel dan lintas ilmu yang terkait dengan masalah CSR. Perubahan kondisi sosial yang dinamis tidak dapat dijadikan suatu hitungan matematis yang sederhana. Salah satunya adalah bagaimana mengukur kinerja CSR.

Saat ini, cara untuk mengukur kinerja CSR adalah melalui laporan kegiatannya, yakni dengan metode content analysis. Metode ini mengubah informasi kualitatif menjadi kuantitatif sehingga dapat diolah dalam perhitungan statistik.

Artinya, total angka yang didapat dari proses content analysis ini menggambarkan banyaknya pengungkapan yang diinformasikan dalam laporan tersebut. Yang perlu digarisbawahi adalah informasi CSR yang diungkapkan bukan jaminan informasi yang menggambarkan semua kegiatan CSR yang telah dilakukan. Ada gap yang mungkin terjadi.

Bisa saja informasi CSR yang diungkapkan hanya sepersekian persen dari semua kegiatan CSR yang dilakukan. Sebaliknya, mungkin informasi yang diungkapkan melebihi kegiatan yang dilakukan. Belum lagi sifat laporan yang berbeda. Misalnya, laporan tahunan perusahaan yang sering dipakai menjadi dasar untuk pengukuran kinerja CSR.

Dalam laporan tahunan, terlihat bahwa porsi pengungkapan informasi CSR sangat terbatas dibandingkan dengan laporan lainnya, misalnya laporan keberlanjutan (sustainability report). Namun karena jumlah laporan semacam ini masih sedikit, maka untuk tujuan penelitian, laporan tahunan masih menjadi primadona.

Kembali ke proses content analysis, pengukuran kinerja CSR yang dilakukan melalui laporan tahunan memerlukan acuan informasi (information guideline).

Acuan informasi laporan CSR yang saat ini mendominasi adalah sustainability reporting guidelines (SRG), yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI), walaupun ada acuan lain yang dikembangkan oleh beberapa akademisi melalui kajian literatur.

Dalam SRG, terdapat 79 item yang tersebar pada enam indikator kinerja. Dengan SRG inilah pengungkapan informasi CSR pada laporan tahunan perusahaan diukur melalui pemberian skor.

Cara yang paling sederhana dalam memberikan skor adalah mencantumkan angka '1' pada item di SRG untuk informasi yang diungkapkan. Atau, memberikan skor '0' untuk informasi yang tidak diungkapkan.

Cara pemberian skor ini dikenal dengan dichotomous (angka 1 untuk menandai 'ya' dan 0 untuk 'tidak'), walaupun ada cara lain pemberian skor yang lebih kompleks. Dengan menjumlahkan semua angka 1, maka didapatkan jumlah angka yang merupakan total informasi CSR yang dilaporkan pada laporan tahunan.

Setelah total angka diperoleh, variabel lain dapat ditambahkan. Beberapa variabel yang cukup sering ditemukan positif berhubungan dengan banyaknya informasi CSR dalam laporan tahunan adalah total aset, total penjualan, profitabilitas, kapitalisasi, return on asset (RoA), return on equity (RoE), earning pershare (EPS), serta tipe dan usia perusahaan.

Di sinilah uji statistik berperan untuk melihat apakah informasi CSR yang ada dalam laporan tahunan mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel tersebut. Atau, apakah variabel ini memengaruhi banyaknya informasi CSR yang diungkapkan. Atau, apakah sebuah perusahaan yang mempunyai besaran aset lebih tinggi akan memberikan informasi CSR yang lebih banyak.

Lalu, apakah variabel yang sudah diuji itu bisa disimpulkan menjadi variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja CSR perusahaan? Mengacu pada penjelasan sebelumnya, maka pertanyaan ini seharusnya dijawab 'tidak', karena pengukuran kinerja CSR yang dilakukan melalui content analysis masih menggunakan informasi CSR yang diungkapkan dalam laporan tahunan.

Belum lagi masalah subjectivity yang menjadi kelemahan proses scoring dalam content analysis. Untuk itu, kita harus mendapatkan sebuah laporan CSR yang mempunyai gap seminimal mungkin dengan kinerja nyata CSR, sehingga pengukuran melalui laporan tersebut dapat menggambarkan kegiatan CSR yang mendekati sesungguhnya.

URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL

Juniati Gunawan
Dosen Pascasarjana Magister Manajemen-CSR Universitas Trisakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...