Minggu, 07 Juni 2009

Ekonomi Terintegrasi dan Visi Capres- Cawapres

Oleh: Firmanzah, Phd

”The US maintains agriculture subsidies greater exceeding the total income of Sub-Saharan Africa.How can they compete?” (Stiglitz,2005)


PERTANYAAN tersebut dilontarkan oleh ekonom Amerika Serikat (AS) Joseph E Stiglitz pada kuliah umum di Arthur Levitt Public Affairs Center dan menjadi sangat relevan dalam ekonomi global yang terintegrasi.

Implisit, Stiglitz ingin menunjukkan bahwa kebijakan negara-negara di kawasan Sub- Sahara Afrika sangat ditentukan oleh kebijakan yang diambil Pemerintah AS.Ekonomi global telah terkait satu dengan yang lain (interconnectivity). Praktis, tidak ada kebijakan ekonomi nasional suatu negara disusun tanpa mempertimbangkan kebijakan yang sedang diambil oleh negara lain.Indonesia pun mengalami hal yang sama.

Premis dasar dalam ekonomi terintegrasi saat ini adalah keterkaitan. Stimulus untuk meningkatkan daya saing suatu negara akan segera direspons oleh negara lain yang merasa dirugikan. Bahkan dalam game-theory, kebijakan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh kebijakan yang akan dibuat oleh negara pesaing utamanya.

Artinya, dalam penyusunan kebijakan ekonomi, suatu negara dituntut tidak hanya inward-looking, melainkan juga outward-looking. Analisis tren ekonomi regional dan global dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi kebijakan yang akan diambil oleh negara lain, kemudian menentukan bagaimana kita meresponsnya.

Kesalahan membaca tren ini dapat berakibat fatal.Apalagi ekspor nonmigas Indonesia menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Meskipun diperkirakan turun pada 2009, tahun lalu nilai ekspor nonmigas mencapai USD107,8 miliar atau tumbuh 17,16%.

Kegagalan dalam mengantisipasi kebijakan stimulus ekspor negara pesaing akan menurunkan daya saing produk ekspor nasional.Tinggi rendahnya kinerja ekspor tidak hanya ditentukan kualitas produk yang kita hasilkan, melainkan juga kebijakan yang diambil oleh negara pesaing dalam mendorong ekspor mereka.

Visi Ekonomi Capres-Cawapres
Menjadi penting untuk meletakkan perspektif ini ke dalam penyusunan visi ekonomi caprescawapres 2009–2014. Kebijakan ekonomi yang akan disusun dan diperdebatkan perlu meletakkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama ekonomi global. Perubahan mind-set perlu dilakukan. Kita bukan korban globalisasi, melainkan pemain utama globalisasi.

China, misalnya, meletakkan konsep pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dalam konteks globalisasi. Mereka tidak menolak kehadiran perusahaan multinasional.Justru yang mereka lakukan adalah merangkul perusahaan multinasional melalui investasi langsung asing (foreigndirect- investment) demi meningkatkan kekuatan ekonomi nasional China.

Saya berpendapat, ekonomi kerakyatan yang berusaha membangun basis ekonomi rakyat yang kuat tidak perlu dikonfrontasi dengan kehadiran perusahaan multinasional. Seolah-olah ada pertentangan antara ekonomi kerakyatan dengan kehadiran perusahaan multinasional. China menunjukkan kebalikannya.Kehadiran banyak perusahaan multinasional dimanfaatkan oleh Pemerintah China untuk memajukan daerahdaerah seperti Guangzhou, Hangzhou, dan Senzhen.

Dukungan penuh dari pemerintah untuk memfasilitasi investasi dan mengintegrasikan ke dalam desain pemberdayaan industri menengah dan kecil ikut membantu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi China. Terdapat dua hal penting di sini. Pertama, bagaimana visi pasangan capres-cawapres mengakomodasi kemudahan berinvestasi di Indonesia.

Kedua, bagaimana penataan dan keterkaitan industri besar,menengah,dan kecil dilakukan. Dengan demikian, kehadiran perusahaan multinasional dan berskala besar akan berkontribusi positif mengangkat industri menengah dan kecil. Tanpa adanya integrasi kebijakan nasional antara industri besar dan kecil hanya akan membahayakan eksistensi industri menengah dan kecil di Indonesia.

Bermanfaat atau tidaknya perusahaan multinasional akan sangat ditentukan oleh perangkat undang-undang yang mengaturnya. Bukan Carrefour yang salah, melainkan ketidakmampuan kita untuk mengatur hipermarket, supermarket,minimarketdan pasar tradisional-lah yang perlu ditelaah. Tetap saja yang memberikan izin operasi Carrefour di Indonesia bukan Pemerintah Prancis,melainkan kita sendiri.

Pentingnya Capacity-Building
Tanpa berpretensi, dapat dikatakan visi ekonomi pasangan capres-cawapres sarat dengan jargon-jargon populis. Misalnya, munculnya dikotomi antara neoliberal dan kerakyatan. Praktis sulit sekali mencari contoh konkret suatu negara yang menerapkan sistem ekonomi neoliberal di mana negara menghilangkan peran dan intervensi pada kebijakan ekonomi nasional.

Bahkan free-marketsekalipun membutuhkan aturan main (regulasi) yang disusun negara. Di sisi lain,sulit juga mencari negara yang menutup diri dengan pasar global menjadi pemain utama ekonomi dunia. Misalnya saja AS, Jepang, Prancis, China, Jerman, dan Singapura.Mereka justru menjadi kuat ketika melakukan proses internasionalisasi kegiatan ekonomi.

Tantangan terbesar visi caprescawapres adalah menyusun langkah-langkah strategis di bidang ekonomi agar pertumbuhan dan pemerataan ekonomi dapat dilakukan secara bersamaan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak akan bertahan tanpa ditopang distribusi pendapatan dan akses ke potensi ekonomi nasional. Kebijakan ekonomi nasional perlu diarahkan agar setiap kelompok (kluster) industri dapat mendukung satu dengan yang lain.

Diskriminasi positif (positivediscrimation) atau perlakukan istimewa terhadap kelompok ekonomi yang terpinggirkan selama ini dapat ditawarkan kepada publik. Pemberian insentif pajak, suku bunga, dan pelatihan terhadap usaha kecil dan mikro perlu dilakukan secara sistematis dan integral. Hal ini juga dilakukan oleh negara maju seperti AS, yaitu memberikan perlakukan istimewa terhadap kelompok petani mereka.

Selain itu, visi membangun kawasan Indonesia bagian timur perlu dilakukan untuk pemerataan ekonomi. Kemudian mengurangi berbagai persoalan yang dihadapi Pulau Jawa, baik masalah ekonomi, ekologi, sosial maupun energi, akibat terkonsentrasinya penduduk seiring arus urbanisasi. Target-target pertumbuhan ekonomi pasangan capres-cawapres hanya akan menjadi realistis apabila didasarkan atas tiga hal.

Pertama, ekonomi Indonesia tidak terisolasi dengan ekonomi global dan kawasan. Geliat ekonomi negara-negara tetangga juga memengaruhi target pencapaian pertumbuhan dan pemerataan.Kedua, tanpa adanya usaha secara serius untuk membangun capacitybuilding, ekonomi nasional rasanya sulit untuk merealisasi target pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Ketiga, diperlukan kontrol politik atas kebijakan ekonomi nasional oleh pihak-pihak noneksekutif (DPR, masyarakat, mediamassa, LSM), terlepas siapa pun presiden dan wakilnya nanti. Kita berharap, ke depan Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam sistem ekonomi yang terintegrasi di tingkat regional dan global.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/241255/38/



FIRMANZAH, PHD
Dekan Fakultas Ekonomi UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...