Ini adalah kisah Zainal Sudjais, tokoh senior bidang perpupukan Indonesia, yang bertobat setelah lebih 20 tahun bergelut dengan pupuk kimia. Ia terjun ke dunia pupuk organik sebagai bentuk menebus kesalahannya yang turut andil merusak lahan pertanian Indonesia dan juga lingkungan hidup.
Zainal malang melintang di dunia pupuk kimia dengan menduduki berbagai jabatan direksi di perusahaan pupuk kimia besar. Karirnya dimulai dari Pupuk Kaltim selama 13 tahun. Kemudian di Asian ASEAN Fertilizer di Aceh 5,5 tahun. Kemudian di Pusri 4 tahun.
“Totalnya 22 tahun dan pensiun di tahun 2004,” katanya di Program SAGA KBR68H.
Tapi, kini dia berubah total. Ia berbalik arah dengan mengurus bisnis pupuk organik. Katanya, ini bentuk menebus kesalahannya yang turut andil merusak lahan pertanian Indonesia dan juga lingkungan hidup.
Sejak beberapa tahun di Pusri, ia mulai merasakan timbul kesadaran tersebut. Hal itu muncul setelah pria ini mempelajari dunia pertanian yang lebih luas, ternyata pupuk kimia menimbulkan masalah besar.
“Jadi, inilah saatnya saya menebus dosa karena membuat petani menjadi kecanduan pupuk kimia,” tutur Zainal.
Menurut Zainal, atas nama produksi, petani dimanjakan dengan pupuk kimia selama puluhan tahun. Awalnya, produksi memang melimpah, tapi tanpa sadar, tingkat kesuburan tanah kian merosot. Kalau sudah begini, dapat ditebak, kata Zainal, justru produksi bakal berkurang.
Kalaupun hasil beras petani stabil, berarti pupuk kimia yang ditebar harus lebih banyak. Padahal pupuk kimia itu mudah sekali terkena isu, terutama kelangkaan. Kalau itu terjadi, biasanya harga pupuk meroket, dan petani semakin susah.
“Selama puluhan tahun sejak revolusi hijau dicanangkan, kita terlalu asyik dengan pupuk sintetik atau kimia, dan lupa pada pupuk organik. Padahal masukan organik itu sangat dibutuhkan oleh tanah,” imbuhnya.
Di usianya yang menginjak kepala tujuh, Zainal Sudjais menghabiskan masa tuanya dengan menggaungkan pentingnya petani menggunakan pupuk organik. Sejak tiga tahun lalu, dia membangun pabrik kecil di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan untuk memproduksi bahan organik bagi petani. Setidaknya ada 11 macam produk yang diproduksi disana, antara lain adalah pupuk organik cair, pengendali hama organik, pupuk organik, pestisida organik dan dekomposer organik.
Dengan modal awal 200 juta rupiah, Ia mendirikan pabrik pupuk organik bernama Superfarm-Greenland Agrotech Industries. Sejumlah anak muda yang menekuni pengembangan pupuk organik digandengnya. Tak lupa, sang anak Zein Mawardi Arief yang telah 10 tahun menimba ilmu bisnis di Amerika Serikat, dipanggil pulang memimpin Superfarm.
Tidak terhenti disitu saja, Zainal pun mengajak teman sejawatnya di dunia perpupukan Indonesia untuk membuka mata. Dia berpendapat bahwa pupuk tak hanya soal produksi, tapi juga nasib tanah dan petani di masa mendatang.
“Saya ajak kepada seluruh kawan-kawan di industri pupuk di Indonesia, agar turut memikirkan bagaimana mensejahterakan petani dan membangun pertanian Indonesia,” ajaknya.
Ajakan tersebut tidak bertepuk sebelah tangan. Ada beberapa pebisnis pupuk kimia berhasil ditaklukkannya dan mulai mengkombinasikan produk pupuknya dengan menyediakan pupuk organik. Tantangan berikutnya justru menaklukkan petani yang tak terbiasa menggunakan pupuk organik.
“Menyadarkan petani adalah hal yang paling berat. Butuh penyuluhan ke masyarakat seperti yang dilakukan Bimas dan Insus di tahun 1960an saat mensosialisasikan pupuk kimia,” ujarnya.
Selain itu, sang anak Zein Mawardi Arief menyatakan masalah lain yang dihadapinya dalam mengembangkan pupuk organik adalah masalah pemasaran. Karena mereka harus bersaing dengan penyebaran pupuk anorganik atau pupuk kimia yang dibela pemerintah.
Namun, harusnya kegelisahan Zainal dan Arief sudah tertepis dengan mengutip ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan mendukung mengembangan pupuk organik. Dia mengatakan akan menyeimbangkan pupuk kimia dan organik bagi petani, demi lingkungan hidup. Bahkan Menteri Pertanian Anton Apriyantono, kata SBY sedang mengemas insentif bagi pengelola pupuk organik.
Terlepas dari masalah yang dihadapi tersebut, penerimaan masyarakat terhadap Superfarm ternyata baik-baik saja. Kelompok Tani Mekarsari di Desa Jati, Cipunagara, Subang, Jawa Barat adalah contoh penggemar berat produk organik Superfarm.
Lebih dari 70 petani di sana menggunakan produk Superfarm untuk menggarap 60-an hektar sawah. Ketua Kelompok tani Mekarsari Suta Suntana mengatakan sudah 3 tahun terakhir menggunakan pupuk organik cair, pengendali hama, dan dekomposer Superfarm.
“20 tahun saya menggunakan pupuk kimia. Saya beralih ke Superfarm karena melihat banyak program. Setelah diajari bagaimana membuat pupuk organik, Sejak 2005 sawah saya langsung diorganikan,” kata Suta.
source :http://www.greenradio.fm/index.php?option=com_content&view=article&id=530:tobat-mengembangkan-pupuk-kimia&catid=67:bussines&Itemid=192
Suta beruntung memakai produk organik Superfarm, karena kini ia merasakan nasi yang ditanaknya lebih enak, dan tidak cepat basi. Berasnya pun putih dan jarang kepatahan. “Saya nggak bisa lepas dari Superfarm,” paparnya.
MEDIA KOMUNIKASI KOMUNITAS ALUMNI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lowongan Kepala Afdeling
Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...
-
INCASI RAYA Group Kami perusahaan swasta nasional dengan areal 250.000 ha dengan alamat kantor pusat di Jl. Raya By Pass Km 6 Lubuk Begalung...
-
PT. Kirana Megatara ( subsidiary company of Triputra Group ) yang lokasi head office -nya berada di kawasan Lingkar Mega Kuningan, Jakart...
-
DIBUTUHKAN SEGERA ASISTEN WATER MANAGEMENT SYSTEM (WMS) Kualifikasi: Pria, Usia Maks 35 thn untuk yang sudah berpengalaman,...
UNTUK MENGEMBALIKAN SERTA MENINGKATKAN KUALITAS TANAH AKIBAT PENGGUNAAN PUPUK KIMIA YG BERKELANJUTAN... KUNJUNGI HTTP://PUPUKHUMATE.BLOGSPOT.COM
BalasHapus