Minggu, 07 Juni 2009

Neoliberal dan Implementasi Konsensus Washington

Oleh: Hikmahanto Juwana

Sejak Prof Boediono ditetapkan oleh SBY sebagai calon wakil presidennya, istilah neoliberal ramai diperbincangkan. Boediono dianggap sebagai pengusung ekonomi neoliberal. Menjadi pertanyaan apakah yang dimaksud dengan neoliberal? Seberapa jauh Indonesia telah mengimplementasikannya?


Neoliberal
Tentu banyak arti yang bisa diatribusikan pada istilah neoliberal. Padahal neoliberal merujuk pada satu perekonomian di mana pasar diberikan peran yang lebih besar, sementara negara hanya berperan secara minim.Peran minim ini terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pembentukan peraturan itu memang merupakan monopoli dari peran pemerintah. Peran pemerintah yang minimal diidentikkan dengan resep ekonomi yang dikenal dengan istilah Konsensus Washington (Washington Consensus). Bila ini makna dari neoliberal, Indonesia telah sejak lama mengacunya.

Acuan dilakukan tidak hanya secara sukarela, tetapi “dipaksakan” oleh lembaga keuangan internasional dan negara-negara yang pelaku usahanya memiliki kepentingan atas perekonomian Indonesia. Penyebutan Konsensus Washington pertama kali dimunculkan John Williamson pada 1989.

Istilah Washington merujuk pada lembaga keuangan yang berada di Washington DC,di antaranya International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB),dan Departemen Keuangan AS. Sementara Konsensus merujuk pada resep bagi negara- negara di Amerika Latin yang ketika itu sedang menghadapi krisis ekonomi dan keuangan.

Ada 10 rekomendasi yang dianggap sebagai Konsensus dari lembaga keuangan internasional dan pemerintah AS. Di antaranya adalah liberalisasi perdagangan internasional, liberalisasi penanaman modal, privatisasi badan usaha milik negara, deregulasi serta penguatan hukum jaminan bagi hak-hak kebendaan. Untuk diingat,ketika Pertemuan G-20 April lalu berakhir, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengatakan Konsensus Washington telah berakhir.

Menilik ke Belakang
Bila menilik apa yang terjadi di Indonesia pada akhir 1980 hingga kini rekomendasi atau resep Konsensus Washington ternyata telah diimplementasikan. Indonesia, misalnya, telah melakukan liberalisasi perdagangan internasional dengan meratifikasi Agreement Establishing World Trade Organization(WTO) pada 1994.

Perjanjian WTO telah mampu menghilangkan hambatan yang kerap diberlakukan oleh negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk berbagai alasan. Tujuan akhir adalah membuat perdagangan antarnegara sama seperti perdagangan antarprovinsi yang tidak mengenal hambatan tarif maupun nontarif. Perjanjian WTO mendasarkan diri pada prinsip nondiskriminasi atas barang dan jasa.

Sayangnya prinsip nondiskriminasi hanya akan adil bila negara-negara yang memiliki kesetaraan (equal footing). Kesetaraan atas kualitas barang atau jasa,merek, bahkan efisiensi dalam memproduksi barang. Bagi negara yang memiliki ketimpangan dengan negara lain, seperti antara negara maju dengan negara berkembang, pihak yang diuntungkan dari prinsip nondiskriminasi adalah negara maju.

Negara maju memiliki jumlah produsen yang banyak,kuat secara finansial serta pemilik teknologi. Sementara negara berkembang sebaliknya. Negara berkembang memiliki apa yang dibutuhkan produsen negara maju,yaitu pasar yang besar. Pasar besar karena jumlah populasi yang besar dan kesukaan (preference) konsumen atas barang atau jasa yang belum terbentuk.

Dalam konteks demikian negara maju sangat diuntungkan bila dibandingkan dengan keuntungan yang didapat oleh negara berkembang. Selanjutnya, resep lain yang telah diimplementasikan Indonesia adalah amendemen berbagai peraturan perundang-undangan di bidang yang terkait dengan kegiatan ekonomi dan bisnis.

Di antaranya adalah peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas, pasar modal, penanaman modal. Demikian pula sejumlah badan usaha milik negara secara agresif melakukan privatisasi, salah satunya dengan cara kerja sama operasi dan go public.

Pemerintah pun melakukan deregulasi atas peraturan perundang-undangan di berbagai sektor. Terakhir sejumlah undangundang diubah dan dibentuk untuk menguatkan hukum jaminan bagi hak-hak kebendaan, termasuk hak atas kekayaan intelektual.

Paksa
Rekomendasi Konsensus Washington diimplementasikan baik secara sukarela maupun dipaksa. Secara sukarela karena pengambil kebijakan memercayai bahwa berbagai resep tersebut dapat merevitalisasi perekonomian nasional. Pada saat bersamaan sebenarnya ada pemaksaan oleh unsur eksternal.

Pemaksaan dilakukan dengan cara mendorong Indonesia mengikuti berbagai perjanjian internasional, di samping memanfaatkan ketergantungan ekonomi Indonesia. Sebagai contoh berbagai perjanjian internasional seperti WTO Agreements telah menjadi perjanjian internasional yang penting untuk mengamankan kepentingan negara industri. Pemaksaan seperti ini sulit untuk disebut sebagai pelanggaran atas hukum internasional ataupun campur tangan dalam urusan domestik Indonesia.

Ke Depan
Indonesia perlu untuk berbenah diri.Para elite politik yang memimpin negeri ini harus lebih sensitif terhadap kebijakan dunia yang diluncurkan oleh negara maju atau industri dan lembaga keuangan internasional. Pertama, para pengambil kebijakan harus sadar berbagai perjanjian internasional tidak seharusnya secara mudah diikuti Pemerintah Indonesia.

Alasan agar Indonesia bisa diterima dalam pergaulan internasional, bahkan untuk menaikkan citra Indonesia, harus dibuang jauh-jauh. Kedua, dalam melakukan pinjaman luar negeri harus dilakukan secara ekstra-hati-hati. Jangan sampai pengalaman di masa lalu terulang kembali. Ketika krisis melanda Indonesia pada 1998, dengan leluasanya IMF mengatur apa yang harus dilakukan Indonesia.

IMF meminta agar Undang-Undang (UU) Kepailitan diamendemen dan UU Persaingan Usaha dibentuk. UU Kepailitan penting karena ini dianggap sebagai pintu agar kreditur asing dapat keluar dari Indonesia. Ini mengingat krisis tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir.

Proses memailitkan yang sangat mudah menjadi sarana untuk mengalihkan aset debitor Indonesia kepada kreditor asing. UU Persaingan Usaha dibentuk untuk memungkinkan pelaku usaha dari luar negeri mempunyai akses yang lebih besar pada pasar Indonesia (access to market).Pasar dirasakan tertutup karena didominasi para pelaku usaha yang memiliki koneksi ke penguasa dan Istana.

UU Persaingan Usaha diharapkan dapat menghilangkan hambatan demikian.Bahkan dana bantuan dari WB digunakan untuk mengamandemen ketentuan tentang pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Saat ini ketentuan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dalam harga tertentu terbuka bagi pelaku usaha asing.

Padahal pengadaan barang dan jasa (baca: belanja publik) merupakan stimulus bagi perekonomian nasional di samping sebagai upaya untuk menguatkan pelaku usaha dalam negeri. Di sinilah pentingnya bagi para pengambil kebijakan untuk pandai membaca dan memahami dimensi yang luas dari percaturan ekonomi maupun politik internasional untuk menjaga kepentingan nasional.

Perjanjian internasional dan ketergantungan ekonomi telah dimanfaatkan oleh negara maju sebagai alat politik.Bahkan dapat dikatakan telah menjadi alat pengganti kolonialisme. Kita patut bersyukur Konsensus Washington telah diakhiri oleh G-20.

Paksaan dari lembaga keuangan internasional dan negara besar terhadap Indonesia untuk menerapkan ekonomi pasar dengan seminim mungkin peran pemerintah akan berkurang intensitasnya.

Kini saatnya Indonesia dapat lebih mengembangkan sistem perekonomian yang cocok untuk masyarakat nya. Namun ini tidak berarti segala sesuatu yang telah dilakukan harus dinafikan dan diulang segala sesuatunya dari awal.

Kini tergantung dari presiden dan wakil presiden mendatang untuk mengoptimalkan apa yang telah ada bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Bagaimana strateginya? Inilah yang akan kita dengar dari tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada hari-hari mendatang.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/240599/



Hikmahanto Juwana
Guru Besar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...