Kamis, 26 Juni 2008

Mencipta Energi Biogas Dengan Swadaya Masyarakat

“Bagaimana bisa kotoran ternak menjadi sumber energi alternatif?” itu yang pertama kali terlintas dalam benak ketika harus menuju Malang. ”Bagaimana cara mengangkut kotoran ternak tersebut menuju pabrik biogas?, apakah pabrik biogas juga harus memelihara ternak?”, beribu pertanyaan menghujam dalam benak.

Sesampai di desa Jabung, berbincang dengan koperasi KAN Jabung, baru lah jelas, ternyata biogas itu di hasilkan dari swadaya masyarakat setempat. ”Ide mengembangkan biogas ini tercetus karena semakin mahalnya bahan bakar minyak dan gas yang digunakan masyarakat setempat”, ungkap Santosa, Sektretaris Koperasi KAN Jabung.

Untuk pilot project pertamakali di desa kemiri, tahun 2006 maret. Hingga saat ini sudah 36 instalansi di 11 desa (kemiri, selampar, wonorjo, argosari, sidomulyo, pandan sari, sukopuro, depok, matrek, gunung jati, jabung). “Untuk satu instanalsi bisa memenuhi kebutuhan gas 3 rumah tangga, maka dengan 33 instalansi saat ini bisa memenuhi kebutuhan gas 108 rumah tangga”, jelas Suntosa.

Teknologi Biogas

Konsep teknologi biogas ini sangat sederhana dan memang sesuai diterapkan di desa-desa yang sebagian besar penduduknya memiliki ternak sapi, yaitu dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap udara yang disebut gester. Biomassa berupa limbah tidak hanya menggunakan kotoran ternak, tetapi bisa menggunakan feses manusia, atau sisa-sisa panenan. Namun sebagian besar penduduk Malang, memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku utama.

Teknologi biogas ini memanfaatkan gas methan (CH4) yang terdapat dalam kotoran ternak. Gas methan ini terbentuk dari proses fermentasi secara anaerobic oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobic. “Untuk itu dalam gester hanya boleh ada veses, air, dan urine, sedangkan bahan kimia seperti ditergen, pestisida, anti biotic dan bahan kimia lainnya tidak boleh”, ucap Ida Royani, SPT, staf ahli Pengembangan Sapi Perah dan SDM. Bahan-bahan kimia tersebut akan membunuh bakteri anaerobic, sehingga pembentukan gas methan menjadi tidak sempurna. Dia menegaskan, “Kita tidak membutuhkan bahan kimia untuk mempercepat proses biogas ini, hanya butuh veses dan air dengan perbandingan 1:1”. Pada kenyataannya dilapangan kombinasi 1:1 ini sulit dilakukan, “ya gimana, peternak kan mau yang praktis-praktis aja, sulit untuk menakar dengan tepat, dari kandang sendiri feses sudah tercampur dengan urine, dan kemudian untuk membersihkan kandangkan mereka juga sudah mencampur dengan air, mana mau mereka mengukur-ukur, kok kayanya jadi sulit”, ucapnya.

Secara garis besar proses biogas hanya terdiri dari 3 bagian utama, yaitu inlet, gester, dan outlet, terbuktikan bahwa teknologi ini sangat sederhana. Dengan senyumnya Ida menjelaskan dengan tenang proses biogas, “ berawal dari kandang ternak yang menghasilkan bahan baku biogas., kemudian dimasukkan kedalam inlet yang berfungsi sebagai tempat terkumpulnya kotoran ternak, yang kemudian dihubungkan dengan bentuk saluran yang mengalirkan kotoran ke dalam gester”. “Nah, dalam gester inilah terbentuk biogas”, ujarnya. Model bangunan gester yang di gunakan warga Malang tertanam rapi dalam tanah, yang tampak di permukaan hanya bagian inlet dan outlet. Dalam outlet inilah veses melepaskan gas methan sebagai biogas. Veses yang telah mengeluarkan gas methan akan di keluarkan, “dari gester, ampas veses yang tertekan dengan gas akan keluar otomatis ke outlet”, tambah Ida. Ampas kotoran yang tertampung kedalam outlet ini sudah tidak berbau, dan dapat digunakan sebagai pupuk atau pakan ternak.

Pembentukan gas berlagsung selama 24 jam, banyaknya gas yang diperoleh tergantung dari banyaknya limbah ternak, tapi perlu diingat banyaknya limbah juga harus diikuti dengan besarnya gester. Jika daya tampung gester melebihi limbah, maka gas yang terbentuk tidak sempurna, dan ampas limah masih mengandung methanol.

Untuk membangun instalasi biogas ini perlu disesuaikan dengan jumlah ternak, karena terkait dengan jumlah kotoran yang di hasilkan. Selain itu besarnya instalasi juga mempengaruhi jumlah modal yang di keluarkan peternak, “untuk awalnya mungkin mereka harus modal besar tapi dampak selanjutnya lebih menguntungkan”, jelasnya. Misal saja, untuk peternak yang memiliki 3-5 ekor sapi bisa membangun instalasi dengan modal awal sekitar 3,5 juta rupiah, untuk yang memiliki 12-16 ekor sapi perlu modal sekitar 14 jutaan.

Manfaat biogas

Jika ingin berhitung ekonomis, alternatif biogas ini sangat menguntungkan, selain menguntungkan lingkungan, dan terutama untuk masyarakat. Jika dulu harus mengeluarkan dana untuk membeli gas elpiji atau kayu bakar, sekarang masyarkat dapat memenuhi dengan biogas, dengan biaya nol, alias gratis, 24 jam.

Yang sangat terlihat jelas adalah lingkungan kandang menjadi bersih, bebas lalat dan bau. “Dulu sebelum ada instalansi, kotoran ternak berantakan di mana-mana, sekarang semua kotoran ternak di alirkan menjadi satu dalam inlet, jelas tidak ada lalat lagi sekitar kandang”, celetuk Santoso.

Biogas merupakan teknologi energi alternatif ramah lingkungan, semua limbahnya bisa di gunakan dan tidak merusak lingkungan. Veses yang terambil ga methannya menjadi tidak berbau lagi, dan bisa digunakan untuk pangan ternak (sapi dan lele) juga digunakan sebagai pupuk. “Pada musim kemarau limbah veses di jemur dan dijadikan pupuk kering untuk pupuk tanaman tebu, pakan ternak (rumput gajah), dan kopi, yang masih basahpun sebenarnya bisa langsung di gunakan”. Nah, perlu dipastikan bahwa gas methan yang terdapat pada veses benar-benar sudah terbuang, karena gas methan ini dapat mematikan tanaman.

Selain itu secara tidak langsung teknologi biogas ini dapat mengurangi kegundulan hutan, “Dulu masyarakat memenuhi kebutuhan energinya menggunakan kayu bakar, dalam sehari mereka membutuhkan 2 pikul kayu bakar untuk satu keluarga, bisa di bayangkan berapa banyak kayu yang harus di tebang?”, jelas Santoso. Nah, sejak masyarakat menggunakan teknologi biogas ini kebutuhan akan kayu bakar dengan sendirinya semakin menurun.

Harapan dan Kendala

Kendala yang dihadapi saat ini adalah masalah desain packing dan dana, biogas masih digunakan dalam skala rumah tangga. “Selama ini yang bisa menikmati biogas hanya yang memiliki ternak, sedang warga yang tidak punya belum bisa menggunakan, masih bingung untuk packingnya”, tandas Sutarno. Untuk bisa menggunakan biogas rumah warga harus disambungkan dengan pipa gas dari gester.

Kedepan Susanto dan rekan-rekan KAN Jabung mengharapkan ada investor yang menanamkan modal untuk mengembangkan teknolgi biogas ini, dengan demikian masyarakat yang tidak punya gester ataupun ternak tetap dapat menggunakan biogas ini. “Kami berharap pada pemerintah, program swadaya biogas bukan tanggungjawab masyarakat dan kopersi saja, jadi diharapkan ada penanganan khusus dari pemerintah disektor ini, karena dengan satu titik ini bisa mengamankan keamanan hutan bisa terjaga, jika hutannya lestari maka mampu menyimpan air lebih banyak, dengan begitu saat musim kemarau ini masyarakat tidak kekurangan air bersih setiap harinya..,” ucap Santosa.

(dw, Komunika, tahun 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...