Oleh: Fauzi Ichsan
Rabu, 5 Mei 2010. Pagi itu perdagangan valuta asing (valas), surat utang negara (SUN) dan pasar uang tenang. Memang, beberapa minggu sebelumnya, dana investor asing mengalir deras ke pasar SUN dan saham, memperkuat kurs rupiah.
Untuk menahan penguatan rupiah agar tidak menembus Rp9.000 per dolar AS, Bank Indonesia aktif intervensi di pasar valas dengan membeli dolar AS. Spekulator valas pun enggan mendorong kurs dolar terhadap rupiah ke bawah Rp9.000. Sementara itu, karena pasar SUN dan saham dinilai sudah terlalu mahal, investor akhirnya berhenti memborong SUN dan saham. So, all was quiet that morning.
Namun, ada berita mengejutkan dari kantor berita Bloomberg: "Indonesia's Sri Mulyani named managing director at World Bank". Sejak itu para investor mulai mengajukan pertanyaan yang mengkhawatirkan.
Pertama, mengapa menteri keuangan yang dianggap ikon reformasi itu mengundurkan diri? Apakah akibat tekanan atau deal politik pascakasus Bank Century? Apa untuk memperbaiki hubungan pemerintah dan DPR?
Kedua, apakah pengganti Sri Mulyani nantinya juga seorang reformis? Atau dia hanya pilihan atas kompromi politik yang pragmatis, yang akan melindungi kepentingan bisnis atau politik tertentu dan akan mengesampingkan reformasi dan transparansi?
Memang optimisme investor terhadap Indonesia tidak bergantung pada Sri Mulyani semata-mata, tetapi dari berbagai faktor positif tentang Indonesia, faktor Boediono-Sri Mulyani sebagai teknokrat dan reformis yang bersih sangat dipandang oleh investor.
Sebelum mereka mendapat jawaban yang memuaskan, investor mulai menjual saham, SUN, dan rupiah, yang sempat terpuruk ke level Rp9.480 per dolar AS 2 hari setelah pengunduran Sri Mulyani.
Saat yang buruk
Peliknya, pengunduran Sri Mulyani terjadi pada saat yang 'buruk'. Pada hari yang sama, 9.820 kilometer dari Jakarta di Athens, Ibu Kota Yunani, terjadi kerusuhan yang parah.
Untuk menyelamatkan Pemerintah Yunani yang hampir bangkrut (dengan adanya SUN sebesar 9 miliar euro yang jatuh tempo 19 Mei dan dipastikan tidak dapat dibayar oleh pemerintah), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan International Monetary Fund (IMF) menjanjikan dana bailout 110 miliar euro.
Namun, persyaratan untuk bantuan ini sangat ketat, termasuk memangkas defisit APBN dari 13,7% dari PDB 2009 ke 3% pada 2014, dengan cara memangkas gaji pegawai negeri, pendapatan pensiunan dan menaikkan pajak.
Rakyat Yunani pun berontak. Masalahnya, Yunani bukanlah satu-satunya negara yang menghadapi problema fiskal yang akut di Eropa. Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia juga menghadapi masalah yang sama, dan sangat mungkin mereka juga akan meminta bantuan. Kalaupun MEE dan IMF bisa menyelamatkan mereka, persyaratan yang sama ketatnya seperti di Yunani akan diterapkan dan pertumbuhan ekonomi Eropa bisa kontraksi seperti pada 2009. Akibatnya, investor panik, pasar saham global, termasuk di Asia dan Indonesia anjlok. Mata uang Asia, termasuk rupiah pun merosot.
Pendek kata, keterpurukan pasar finansial di Indonesia dipicu oleh krisis Yunani, yang di-amplify oleh mundurnya Sri Mulyani. Di minggu itu, bursa saham Indonesia anjlok 7,8%, China 6,4%, India 4,5%, Malaysia 1%.
Calon menkeu
Dengan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani dan tanpa adanya gubernur BI, otomatis tidak ada figur utama yang bisa menenangkan pasar yang lagi panik. Pengganti Sri Mulyani harus segera ditunjuk. Namun, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi oleh para calon menkeu.
Pertama, mengetahui dan memiliki kedisiplinan kebijakan makro. Di BI, Bappenas dan Kementrian Keuangan banyak yang memiliki skill ini. Kedua, memiliki kemampuan dan keberanian dalam reformasi birokrasi-termasuk mengejar pengemplang pajak kakap-walaupun risiko politiknya sangat tinggi. Banyak pihak yang menganggap inilah kelebihan Sri Mulyani.
Ketiga, memiliki kemampuan kepemimpinan dalam menghadapi krisis (ketenangan dalam menghadapi krisis valas, saham atau obligasi, dan krisis sosial politik).
Keempat, memiliki kemampuan untuk membangun kembali hubungan pemerintah dan DPR yang terpuruk pascakasus Bank Century. Kemampuan ini penting mengingat Pemerintahan Yudhoyono adalah pemerintah koalisi yang rentan, karena partai yang ikut koalisi bisa melakukan oposisi di DPR.
Berdasarkan persyaratan ini, ada empat nama yang sering disebut oleh para investor dan analis.
Bagaimana dengan calon lain seperti Deputi Senior Gubernur BI Darmin Nasution. Sebelum diajak oleh mantan Gubernur BI Boediono ke BI pada 2009, Darmin menjabat Dirjen Pajak dan dinilai berani melakukan reformasi pajak yang dihargai oleh investor.
Sebagai pejabat senior berlatar-belakang 'Lapangan Banteng' dengan pengalaman singkat di BI, yang juga telah menghadapi berbagai macam krisis (dari krisis moneter 1997 sampai dengan krisis global 2008), Darmin merupakan salah satu calon menkeu terkuat.
Masalahnya, Darmin diperkirakan juga akan diajukan sebagai calon gubernur BI, walaupun banyak analis menilai pengalaman dan kemampuannya akan jauh lebih berguna di pemerintahan.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany. Sebelum menjadi ketua pengawas pasar modal, Fuad sempat ditugaskan menangani rekonstruksi Aceh pascatsunami pada 2005, pengalaman yang mengasah kemampuannya dalam pembangunan infrastruktur.
Sebagai ketua Bapepam, dia juga dinilai tegas, seperti dalam kasus suspensi saham perusahaan ternama pada 2008. Namun, seperti halnya Darmin Nasution, walaupun kaya pengalaman menghadapi krisis, Fuad Rahmany juga diperkirakan akan diajukan menjadi ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang akan menggabung pengawasan perbankan dan lembaga keuangan nonbank di bawah satu lembaga.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu, berlatar belakang dunia akademi, Anggito bergabung ke Kementerian Keuangan pada 2004 dalam posisinya sekarang.
Dengan tiga menteri keuangan (Boediono, Jusuf Anwar dan Sri Mulyani), dia bekerja sama dengan Panitia Anggaran DPR dalam merancang APBN setiap tahun. Pengalaman inilah yang dapat membantu membangun hubungan antara Kementerian Keuangan dan DPR, yang terpuruk sejak adanya kasus Bank Century.
Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo. Agus dinilai sukses dalam merekstrukturisasi Bank Mandiri, terutama kredit macetnya dengan keberaniannya berhadapan dengan debitur pengemplang kakap yang memiliki koneksi politik.
Sejak dia menjabat posisi dirut Bank Mandiri, harga sahamnya telah naik 220% (walaupun sempat turun tajam karena krisis global pada 2008) dan bobot Mandiri dari kapitalisasi bursa naik ke 4,9%.
Tentu, dalam politik pengangkatan menteri harus ada calon lain yang belum gencar dibahas investor. Mereka termasuk kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Kepala BKPM Gita Wirjawan, dan Dirjen Anggaran Ani Ratnawati. Karena Sri Mulyani adalah wanita, ada saja yang memperkirakan kalau persyaratan penting calon pengganti Sri Mulyani adalah harus wanita.
Siapa pun pilihannya, menteri keuangan yang baru harus langsung bisa bekerja, tidak belajar dari awal, karena memang, akibat kasus Century yang berlarut-larut, program kementerian keuangan banyak yang terhambat.
Paling tidak, dia harus siap menghadapi krisis mini global yang dipicu oleh keterpurukan ekonomi Yunani. Setelah itu, dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah Sri Mulyani yang belum selesai, termasuk berhadapan dengan para pengemplang pajak kakap-dan kalau ada pengampunan pajak yang kontroversial, mundurnya Sri Mulyani akan dianggap sebagai deal politik.
Tentu, kemampuan Menteri Keuangan Indonesia dalam meredam kepanikan pasar global ada batasnya. Kuncinya tetap ada di MEE dan IMF. Jika kedua lembaga ini bisa meyakinkan pasar bahwa mereka siap menyelesaikan bukan saja masalah ekonomi Yunani, tetapi juga Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia (dengan kebutuhan dana bailout lebih dari 400 miliar euro), maka dalam beberapa minggu pasar finansial akan kembali stabil.
Namun, menteri keuangan yang baru nanti harus mampu berkomunikasi dengan para menteri keuangan MEE dan forum G7, serta para pengambil kebijakan di IMF, mengerti kebijakan apa yang dipilih dan implikasinya ke pasar global, dan dapat menjelaskannya ke masyarakat Indonesia-tentu dengan bekerja sama dengan BI dan Bappepam-sehingga kepanikan investor di Indonesia dapat diredam.
Ini bukan pekerjaan mudah, tetapi selama menteri keuangan yang baru nanti dipilih berdasarkan asas profesionalisme dan bukan deal politik, saya yakin dia akan sanggup menghadapi berbagai permasalahan ini.
URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL
Oleh Fauzi Ichsan
Senior Economist Standard Chartered Bank
Rabu, 5 Mei 2010. Pagi itu perdagangan valuta asing (valas), surat utang negara (SUN) dan pasar uang tenang. Memang, beberapa minggu sebelumnya, dana investor asing mengalir deras ke pasar SUN dan saham, memperkuat kurs rupiah.
Untuk menahan penguatan rupiah agar tidak menembus Rp9.000 per dolar AS, Bank Indonesia aktif intervensi di pasar valas dengan membeli dolar AS. Spekulator valas pun enggan mendorong kurs dolar terhadap rupiah ke bawah Rp9.000. Sementara itu, karena pasar SUN dan saham dinilai sudah terlalu mahal, investor akhirnya berhenti memborong SUN dan saham. So, all was quiet that morning.
Namun, ada berita mengejutkan dari kantor berita Bloomberg: "Indonesia's Sri Mulyani named managing director at World Bank". Sejak itu para investor mulai mengajukan pertanyaan yang mengkhawatirkan.
Pertama, mengapa menteri keuangan yang dianggap ikon reformasi itu mengundurkan diri? Apakah akibat tekanan atau deal politik pascakasus Bank Century? Apa untuk memperbaiki hubungan pemerintah dan DPR?
Kedua, apakah pengganti Sri Mulyani nantinya juga seorang reformis? Atau dia hanya pilihan atas kompromi politik yang pragmatis, yang akan melindungi kepentingan bisnis atau politik tertentu dan akan mengesampingkan reformasi dan transparansi?
Memang optimisme investor terhadap Indonesia tidak bergantung pada Sri Mulyani semata-mata, tetapi dari berbagai faktor positif tentang Indonesia, faktor Boediono-Sri Mulyani sebagai teknokrat dan reformis yang bersih sangat dipandang oleh investor.
Sebelum mereka mendapat jawaban yang memuaskan, investor mulai menjual saham, SUN, dan rupiah, yang sempat terpuruk ke level Rp9.480 per dolar AS 2 hari setelah pengunduran Sri Mulyani.
Saat yang buruk
Peliknya, pengunduran Sri Mulyani terjadi pada saat yang 'buruk'. Pada hari yang sama, 9.820 kilometer dari Jakarta di Athens, Ibu Kota Yunani, terjadi kerusuhan yang parah.
Untuk menyelamatkan Pemerintah Yunani yang hampir bangkrut (dengan adanya SUN sebesar 9 miliar euro yang jatuh tempo 19 Mei dan dipastikan tidak dapat dibayar oleh pemerintah), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan International Monetary Fund (IMF) menjanjikan dana bailout 110 miliar euro.
Namun, persyaratan untuk bantuan ini sangat ketat, termasuk memangkas defisit APBN dari 13,7% dari PDB 2009 ke 3% pada 2014, dengan cara memangkas gaji pegawai negeri, pendapatan pensiunan dan menaikkan pajak.
Rakyat Yunani pun berontak. Masalahnya, Yunani bukanlah satu-satunya negara yang menghadapi problema fiskal yang akut di Eropa. Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia juga menghadapi masalah yang sama, dan sangat mungkin mereka juga akan meminta bantuan. Kalaupun MEE dan IMF bisa menyelamatkan mereka, persyaratan yang sama ketatnya seperti di Yunani akan diterapkan dan pertumbuhan ekonomi Eropa bisa kontraksi seperti pada 2009. Akibatnya, investor panik, pasar saham global, termasuk di Asia dan Indonesia anjlok. Mata uang Asia, termasuk rupiah pun merosot.
Pendek kata, keterpurukan pasar finansial di Indonesia dipicu oleh krisis Yunani, yang di-amplify oleh mundurnya Sri Mulyani. Di minggu itu, bursa saham Indonesia anjlok 7,8%, China 6,4%, India 4,5%, Malaysia 1%.
Calon menkeu
Dengan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani dan tanpa adanya gubernur BI, otomatis tidak ada figur utama yang bisa menenangkan pasar yang lagi panik. Pengganti Sri Mulyani harus segera ditunjuk. Namun, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi oleh para calon menkeu.
Pertama, mengetahui dan memiliki kedisiplinan kebijakan makro. Di BI, Bappenas dan Kementrian Keuangan banyak yang memiliki skill ini. Kedua, memiliki kemampuan dan keberanian dalam reformasi birokrasi-termasuk mengejar pengemplang pajak kakap-walaupun risiko politiknya sangat tinggi. Banyak pihak yang menganggap inilah kelebihan Sri Mulyani.
Ketiga, memiliki kemampuan kepemimpinan dalam menghadapi krisis (ketenangan dalam menghadapi krisis valas, saham atau obligasi, dan krisis sosial politik).
Keempat, memiliki kemampuan untuk membangun kembali hubungan pemerintah dan DPR yang terpuruk pascakasus Bank Century. Kemampuan ini penting mengingat Pemerintahan Yudhoyono adalah pemerintah koalisi yang rentan, karena partai yang ikut koalisi bisa melakukan oposisi di DPR.
Berdasarkan persyaratan ini, ada empat nama yang sering disebut oleh para investor dan analis.
Bagaimana dengan calon lain seperti Deputi Senior Gubernur BI Darmin Nasution. Sebelum diajak oleh mantan Gubernur BI Boediono ke BI pada 2009, Darmin menjabat Dirjen Pajak dan dinilai berani melakukan reformasi pajak yang dihargai oleh investor.
Sebagai pejabat senior berlatar-belakang 'Lapangan Banteng' dengan pengalaman singkat di BI, yang juga telah menghadapi berbagai macam krisis (dari krisis moneter 1997 sampai dengan krisis global 2008), Darmin merupakan salah satu calon menkeu terkuat.
Masalahnya, Darmin diperkirakan juga akan diajukan sebagai calon gubernur BI, walaupun banyak analis menilai pengalaman dan kemampuannya akan jauh lebih berguna di pemerintahan.
Ketua Bapepam Fuad Rahmany. Sebelum menjadi ketua pengawas pasar modal, Fuad sempat ditugaskan menangani rekonstruksi Aceh pascatsunami pada 2005, pengalaman yang mengasah kemampuannya dalam pembangunan infrastruktur.
Sebagai ketua Bapepam, dia juga dinilai tegas, seperti dalam kasus suspensi saham perusahaan ternama pada 2008. Namun, seperti halnya Darmin Nasution, walaupun kaya pengalaman menghadapi krisis, Fuad Rahmany juga diperkirakan akan diajukan menjadi ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang akan menggabung pengawasan perbankan dan lembaga keuangan nonbank di bawah satu lembaga.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu, berlatar belakang dunia akademi, Anggito bergabung ke Kementerian Keuangan pada 2004 dalam posisinya sekarang.
Dengan tiga menteri keuangan (Boediono, Jusuf Anwar dan Sri Mulyani), dia bekerja sama dengan Panitia Anggaran DPR dalam merancang APBN setiap tahun. Pengalaman inilah yang dapat membantu membangun hubungan antara Kementerian Keuangan dan DPR, yang terpuruk sejak adanya kasus Bank Century.
Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo. Agus dinilai sukses dalam merekstrukturisasi Bank Mandiri, terutama kredit macetnya dengan keberaniannya berhadapan dengan debitur pengemplang kakap yang memiliki koneksi politik.
Sejak dia menjabat posisi dirut Bank Mandiri, harga sahamnya telah naik 220% (walaupun sempat turun tajam karena krisis global pada 2008) dan bobot Mandiri dari kapitalisasi bursa naik ke 4,9%.
Tentu, dalam politik pengangkatan menteri harus ada calon lain yang belum gencar dibahas investor. Mereka termasuk kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Kepala BKPM Gita Wirjawan, dan Dirjen Anggaran Ani Ratnawati. Karena Sri Mulyani adalah wanita, ada saja yang memperkirakan kalau persyaratan penting calon pengganti Sri Mulyani adalah harus wanita.
Siapa pun pilihannya, menteri keuangan yang baru harus langsung bisa bekerja, tidak belajar dari awal, karena memang, akibat kasus Century yang berlarut-larut, program kementerian keuangan banyak yang terhambat.
Paling tidak, dia harus siap menghadapi krisis mini global yang dipicu oleh keterpurukan ekonomi Yunani. Setelah itu, dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah Sri Mulyani yang belum selesai, termasuk berhadapan dengan para pengemplang pajak kakap-dan kalau ada pengampunan pajak yang kontroversial, mundurnya Sri Mulyani akan dianggap sebagai deal politik.
Tentu, kemampuan Menteri Keuangan Indonesia dalam meredam kepanikan pasar global ada batasnya. Kuncinya tetap ada di MEE dan IMF. Jika kedua lembaga ini bisa meyakinkan pasar bahwa mereka siap menyelesaikan bukan saja masalah ekonomi Yunani, tetapi juga Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia (dengan kebutuhan dana bailout lebih dari 400 miliar euro), maka dalam beberapa minggu pasar finansial akan kembali stabil.
Namun, menteri keuangan yang baru nanti harus mampu berkomunikasi dengan para menteri keuangan MEE dan forum G7, serta para pengambil kebijakan di IMF, mengerti kebijakan apa yang dipilih dan implikasinya ke pasar global, dan dapat menjelaskannya ke masyarakat Indonesia-tentu dengan bekerja sama dengan BI dan Bappepam-sehingga kepanikan investor di Indonesia dapat diredam.
Ini bukan pekerjaan mudah, tetapi selama menteri keuangan yang baru nanti dipilih berdasarkan asas profesionalisme dan bukan deal politik, saya yakin dia akan sanggup menghadapi berbagai permasalahan ini.
URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL
Oleh Fauzi Ichsan
Senior Economist Standard Chartered Bank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya