Senin, 24 Mei 2010

Keputusan (Berat) SBY Melepas Sri Mulyani

Oleh: Pramono Anung Wibowo


Merujuk pada perjalanan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari periode pertamanya hingga saat ini memasuki awal periode kedua, peran Sri Mulyani Indrawati sebagai menteri keuangan tidak terbantahkan lagi sangat vital.


Bahkan, Sri Mulyani tidak saja berperan dalam tugasnya sebagai kekuatan utama pemerintahan, tetapi juga ikut menjadi bagian penting yang menentukan naik turunnya popularitas Presiden SBY di masyarakat. Dalam politik dengan sistem demokrasi modern seperti diterapkan Indonesia yang presidennya dipilih secara langsung,kebijakan pemerintah yang kemudian dinilai dengan tingkat kepuasan masyarakat adalah yang menyangkut masalah ekonomi.

Di situlah peran Sri Mulyani ikut melambungkan popularitas SBY yang dalam periode pertama,yakni di akhir tahun 2008, sempat terpuruk akibat krisis serta kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) terlalu tinggi. Catatan penulis,survei yang dilakukan Indobarometer pada Juni 2008 atau satu bulan pascakenaikan harga BBM popularitas Presiden dalam hal tingkat kepuasan menurun hingga di bawah 50%, berada pada titik terendah sepanjang hasil survei.

Namun apakah hal itu ada implikasi politik terhadap SBY dalam Pemilihan Presiden 2009? Ternyata jawabannya tidak. Tidak adanya implikasi politik terhadap SBY atas krisis serta kebijakan yang tidak populis itu karena peran Sri Mulyani yang kala itu menjadi menteri keuangan bisa kembali mengantarkan simpati publik kepada SBY. Program populis semacam Bantuan Langsung Tunai (BLT),

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah salah satu contoh bagaimana kelihaian Sri Mulyani dalam mengelola keuangan. Padahal, dalam waktu yang bersamaan banyak pihak yang mengalamatkan tudingan bahwa pemerintahan dan sistem ekonominya menganut neoliberalisme. Toh, hal itu tidak mengurangi simpati masyarakat atas program-program ekonominya.

Dalam poin tersebut, sangat sulit menghindar untuk tidak memberikan apresiasi terhadap Sri Mulyani sebagai penopang utama pemerintahan SBY di periode pemerintahan SBY. Hal itu juga yang kemudian kembali menempatkan Sri Mulyani pada pos semula sebagai menteri keuangan. Bahkan, dalam pertemuan antara SBY dengan pemimpin redaksi beberapa media di Cikeas,satu-sa-tunya nama yang disebut akan dipertahankan dalam susunan kabinetnya adalah Sri Mulyani.Itu menunjukkan pengakuan SBY betapa besarnya perannya.

Namun, setelah pemerintahan SBY periode kedua terbentuk, dalam fase tertentu Sri Mulyani agak overconfident sehingga dia mengabaikan hal yang berkaitan dengan kepentingan politik. Tanpa disadari dan mungkin juga tanpa diantisipasi, sikap overconfident itulah yang kemudian menimbulkan gesekan secara pribadi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang kemudian berujung pada kasus Bank Century. Secara prinsip, banyak kalangan yang menilai Sri Mulyani sebagai menteri keuangan sangat excellent.

Dia cukup mampu, bahkan ketika harus berhadapan dan bernegosiasi dengan dunia internasional terkait masalah-masalah ekonomi. Namun, secara pribadi,penulis harus objektif untuk menilai bahwa sebagai pemimpin salah satu kementerian yang strategis dia seharusnya tidak boleh overconfident karena akhirnya hal itulah yang membenturkan dirinya pada berbagai kelompok yang juga ada di lingkungan pemerintah.

Pada akhirnya, SBY sebagai presiden harus mengalkulasikan secara politis bagaimana bisa mempertahan kan pemerintahannya hingga 2014.Dengan terus berbenturan dengan kelompok dan kepentingan tertentu, Presiden SBY harus dengan berat hati mengizinkan Sri Mulyani menjadi Managing Director World Bank.

Tidak ada alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa SBY tidak berat melepaskan Sri Mulyani karena harus kehilangan salah satu penopang utamanya.Namun, sekali lagi, hal itu secara kalkulasi politik harus dilakukan untuk menyelamatkan dan mempertahankan pemerintahan ini sampai 2014.

Tantangan Berat ke Depan

Secara umum, tidak bisa dimungkiri bahwa Sri Mulyani telah meletakkan dasar pembangunan ekonomi dan reformasi birokrasi pemerintahan, khususnya di perpajakan yang nantinya cukup bisa dilanjutkan oleh Agus Martowardodjo sebagai penerusnya. Namun apakah penerusnya itu bisa seperti Sri Mulyani, hal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena tentu sudah banyak pertimbangan baik secara kematangan maupun kemampuan di bidangnya.

Namun, tantangan berat untuk pemerintahan ke depan dengan menteri keuangan yang baru nanti akan selalu dibayang-bayangi kelebihan Sri Mulyani yang piawai berkomunikasi dengan dunia internasional, terutama pelakupelaku pasar dunia. Karenanya, jika Agus Martowardodjo tidak menjalin komunikasi dengan dunia pasar ekonomi di dunia internasional pasti akan menghadapi hambatan seperti ketika Aburizal Bakrie menjabat sebagai menteri perekonomian, juga bagaimana ketika Rizal Ramli sebagai menteri perekonomian.

Dalam kasus itu, tentu berbeda bagaimana hubungan Indonesia dengan dunia luar walaupun tentu yang paling prinsip adalah bahwa menteri keuangan baru tidak boleh terlalu patuh pada kepentingan dunia global. Tantangan lain, secara politik dengan tidak bisanya Presiden SBY untuk mencalonkan diri lagi dalam Pilpres 2014 juga akan menjadi acuan bagi partai politik peserta koalisi maupun di luar koalisi untuk tidak begitu saja menyetujui apa yang akan menjadi kebijakannya. Pengalaman Pemilu 2009 akan menjadi pelajaran bagi partai politik dengan tidak akan begitu saja menyetujui kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk dalam hal perekonomian jika itu dianggap tidak menguntungkan kepentingan politiknya.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/326270/



Pramono Anung Wibowo
Wakil Ketua DPR,
Politikus PDI Perjuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...