Oleh: Faisal Basri
Sejak kemerdekaan, posisi menteri keuangan telah diisi oleh beragam latar belakang: politisi, akademisi, teknokrat, dan profesional. Setiap dari mereka menghadapi lingkungan politik yang berbeda dan tantangan yang berbeda pula.
Setelah reformasi, hanya pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri posisi menteri keuangan tidak berganti. Menteri keuangan berganti dua kali pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada masa jabatan pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri keuangan pertama hanya bertahan sekitar setahun. Adapun pada masa jabatan kedua Yudhoyono lebih singkat lagi, yakni sekitar tujuh bulan.
Pergantian menteri keuangan kali ini sangat sarat nuansa politik. Presiden tampaknya mengambil pilihan ini agar kekuatan koalisi bisa lebih efektif menopang kebijakan pemerintah dan hubungan dengan DPR pulih pascakasus Bank Century.
Menteri Keuangan yang baru diharapkan bisa mengemban misi politis tersebut. Agus Martowardojo merupakan bankir senior yang telah cukup lama menakhodai bank terbesar di Indonesia.
Ia dikenal sebagai bankir yang tegas dan punya prinsip. Tentu saja tak ada gading yang tak retak. Salah satu ”cela” selama memimpin Bank Mandiri adalah pernah bersitegang dengan serikat pekerja. Kasus ini masih menggantung di kepolisian.
Jika Agus Martowardojo berhasil mengemban misi politis, sejumlah tantangan menghadang. Pertama, tidak ada salahnya mencoba untuk menggunakan pendekatan korporasi dalam melanjutkan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Ia bisa memulai dengan restrukturisasi organisasi dengan lebih membuat unit-unit yang memiliki fungsi khusus—seperti Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara—lebih otonom, dengan aturan kepegawaian dan remunerasi yang lebih luwes.
Pengelolaan APBN
Penerimaan negara selama triwulan pertama tahun 2010 tampaknya cukup menggembirakan. Namun, tidak demikian dengan sisi pengeluaran. Realisasi pengeluaran pemerintah pusat cenderung lebih buruk daripada tahun lalu. Hal ini terlihat pula dari konsumsi pemerintah pada triwulan pertama tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,8 persen (year-on-year). Inilah masalah kedua yang sudah menghadang.
Jika masalah ini berlanjut, rekening pemerintah di Bank Indonesia akan tetap menumpuk seperti yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Sudah barang tentu hal ini menimbulkan dampak kontraksi di dalam perekonomian, apalagi jika pemerintah semakin gencar menerbitkan surat utang baru. Perputaran likuiditas yang tidak lancar mengakibatkan penurunan suku bunga bakal terhambat.
Karena APBN-Perubahan 2010 telah tuntas dibahas di DPR, Menteri Keuangan yang baru bisa fokus pada upaya pengelolaan anggaran agar penerimaan sesuai target dan pengeluaran lancar di segala lini.
Wakil Menteri Keuangan yang sebelumnya menjabat Dirjen Anggaran diharapkan langsung tancap gas untuk mengenyahkan sumbatan-sumbatan yang membuat pengeluaran tidak lancar. Wakil Menteri Keuangan harus menjalin komunikasi intensif dengan kementerian teknis agar pencairan dana sesuai jadwal dan sesuai dengan peruntukannya.
Reformasi perpajakan sejauh ini belum menghasilkan kenaikan nisbah pajak (tax ratio). Menteri Keuangan baru mengemban tugas untuk meningkatkan kapasitas penerimaan. Para pembayar pajak nakal harus ditindak tanpa pandang bulu. Hanya dengan peningkatan nisbah pajak secara signifikan yang akan membuat kita lebih mandiri.
Manajemen makroekonomi
Sementara kalangan menilai bahwa sosok Agus Martowardojo tidak memiliki latar belakang pengetahuan makroekonomi yang memadai sebagaimana melekat pada sosok Sri Mulyani Indrawati. Tim ekonomi kian lemah mengingat baik Menko Perekonomian maupun Wakil Menteri Keuangan juga bukan berasal dari kalangan ekonom. Ditambah lagi, Anggito Abimanyu mengundurkan diri sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Dalam keadaan normal tanpa gejolak, boleh jadi tim ekonomi yang sekarang akan mampu mengemban tugas rutin plus melanjutkan reformasi di jajaran Kementerian Keuangan.
Untuk mengantisipasi keadaan terburuk, kedua petinggi Kementerian Keuangan perlu merekrut dengan saksama tenaga yang betul-betul ahli, berpengalaman, dan teruji untuk mengasah kepekaan membaca gelagat pasar serta memilih instrumen kebijakan terbaik untuk menjaga kestabilan makroekonomi. Rendah hati dan mau mendengarkan dari berbagai kalangan adalah kunci keberhasilan mereka.
Akan sangat membantu kalau posisi Gubernur Bank Indonesia segera terisi agar gerak maju perekonomian ditopang oleh kekuatan penuh.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/24/0303199/tantangan.menteri.keuan
Faisal Basri
Pengamat Ekonomi
Sejak kemerdekaan, posisi menteri keuangan telah diisi oleh beragam latar belakang: politisi, akademisi, teknokrat, dan profesional. Setiap dari mereka menghadapi lingkungan politik yang berbeda dan tantangan yang berbeda pula.
Setelah reformasi, hanya pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri posisi menteri keuangan tidak berganti. Menteri keuangan berganti dua kali pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada masa jabatan pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri keuangan pertama hanya bertahan sekitar setahun. Adapun pada masa jabatan kedua Yudhoyono lebih singkat lagi, yakni sekitar tujuh bulan.
Pergantian menteri keuangan kali ini sangat sarat nuansa politik. Presiden tampaknya mengambil pilihan ini agar kekuatan koalisi bisa lebih efektif menopang kebijakan pemerintah dan hubungan dengan DPR pulih pascakasus Bank Century.
Menteri Keuangan yang baru diharapkan bisa mengemban misi politis tersebut. Agus Martowardojo merupakan bankir senior yang telah cukup lama menakhodai bank terbesar di Indonesia.
Ia dikenal sebagai bankir yang tegas dan punya prinsip. Tentu saja tak ada gading yang tak retak. Salah satu ”cela” selama memimpin Bank Mandiri adalah pernah bersitegang dengan serikat pekerja. Kasus ini masih menggantung di kepolisian.
Jika Agus Martowardojo berhasil mengemban misi politis, sejumlah tantangan menghadang. Pertama, tidak ada salahnya mencoba untuk menggunakan pendekatan korporasi dalam melanjutkan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
Ia bisa memulai dengan restrukturisasi organisasi dengan lebih membuat unit-unit yang memiliki fungsi khusus—seperti Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara—lebih otonom, dengan aturan kepegawaian dan remunerasi yang lebih luwes.
Pengelolaan APBN
Penerimaan negara selama triwulan pertama tahun 2010 tampaknya cukup menggembirakan. Namun, tidak demikian dengan sisi pengeluaran. Realisasi pengeluaran pemerintah pusat cenderung lebih buruk daripada tahun lalu. Hal ini terlihat pula dari konsumsi pemerintah pada triwulan pertama tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,8 persen (year-on-year). Inilah masalah kedua yang sudah menghadang.
Jika masalah ini berlanjut, rekening pemerintah di Bank Indonesia akan tetap menumpuk seperti yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Sudah barang tentu hal ini menimbulkan dampak kontraksi di dalam perekonomian, apalagi jika pemerintah semakin gencar menerbitkan surat utang baru. Perputaran likuiditas yang tidak lancar mengakibatkan penurunan suku bunga bakal terhambat.
Karena APBN-Perubahan 2010 telah tuntas dibahas di DPR, Menteri Keuangan yang baru bisa fokus pada upaya pengelolaan anggaran agar penerimaan sesuai target dan pengeluaran lancar di segala lini.
Wakil Menteri Keuangan yang sebelumnya menjabat Dirjen Anggaran diharapkan langsung tancap gas untuk mengenyahkan sumbatan-sumbatan yang membuat pengeluaran tidak lancar. Wakil Menteri Keuangan harus menjalin komunikasi intensif dengan kementerian teknis agar pencairan dana sesuai jadwal dan sesuai dengan peruntukannya.
Reformasi perpajakan sejauh ini belum menghasilkan kenaikan nisbah pajak (tax ratio). Menteri Keuangan baru mengemban tugas untuk meningkatkan kapasitas penerimaan. Para pembayar pajak nakal harus ditindak tanpa pandang bulu. Hanya dengan peningkatan nisbah pajak secara signifikan yang akan membuat kita lebih mandiri.
Manajemen makroekonomi
Sementara kalangan menilai bahwa sosok Agus Martowardojo tidak memiliki latar belakang pengetahuan makroekonomi yang memadai sebagaimana melekat pada sosok Sri Mulyani Indrawati. Tim ekonomi kian lemah mengingat baik Menko Perekonomian maupun Wakil Menteri Keuangan juga bukan berasal dari kalangan ekonom. Ditambah lagi, Anggito Abimanyu mengundurkan diri sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Dalam keadaan normal tanpa gejolak, boleh jadi tim ekonomi yang sekarang akan mampu mengemban tugas rutin plus melanjutkan reformasi di jajaran Kementerian Keuangan.
Untuk mengantisipasi keadaan terburuk, kedua petinggi Kementerian Keuangan perlu merekrut dengan saksama tenaga yang betul-betul ahli, berpengalaman, dan teruji untuk mengasah kepekaan membaca gelagat pasar serta memilih instrumen kebijakan terbaik untuk menjaga kestabilan makroekonomi. Rendah hati dan mau mendengarkan dari berbagai kalangan adalah kunci keberhasilan mereka.
Akan sangat membantu kalau posisi Gubernur Bank Indonesia segera terisi agar gerak maju perekonomian ditopang oleh kekuatan penuh.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/24/0303199/tantangan.menteri.keuan
Faisal Basri
Pengamat Ekonomi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya