Sabtu, 01 Mei 2010

Change Readiness


A. B. Susanto*

--------------------------------------------------------------------------------

Terdapat sederet alasan mengapa perusahaan harus melakukan perubahan. Kita sudah mahfum bahwa paling tidak terdapat empat alasan utama yang menjadi pendorong mengapa perusahaan harus melakukan perubahan yaitu berkaitan dengan mempertahankan pangsa pasar, tekanan persaingan, iklim bisnis yang berubah, dan perkembangan teknologi.

Ketika pangsa pasar yang dikuasai terus tergerogoti, timbul pertanyaan apa yang yang harus diperbaharui, diperbaiki, diganti, atau dikembangkan ; yang semuanya bermuara kepada satu kata : perubahan. Demikian pula perubahan iklim bisnis dan peruabhan teknologi sering memaksa organisasi untuk beradapatasi. Menghindari perubahan dapat berdampak kepada membesarnya resiko, merosotnya pemasukan, dan dapat berujung kepada kebangkrutan.

Beberapa manfaat yang seringkali melandasi tindakan perubahan adalah agar tetap survive dan tumbuh, memperbesar daya saing, serta meningkatkan citra dan reputasi perusahaan. Bagi orang-orang di dalam perusahaan perubahan akan memberikan dampak personal diantaranya terkait dengan job security, lingkungan kerja yang baru, dan kompetensi yang baru.

Namun harus diingat bahwa salah satu hukum yang melekat pada perubahan adalah law of chaos, setiap perubahan selalu mengalami masa-masa kekacauan. Sehingga harus memperhatikan kesiapan terhadap peruabahn itu sendiri. Diperlukan suatu survei mengenai kesiapan ini (readiness survey) yang diantaranya berisi : sejauh mana terdapat kepemimpinan yang mendukung perubahan, pengarahan dan motivasi untuk berubah, kesesuaian organisasi, kesiapan system, proses dan prosedur, adanya kompetensi yang mendukung, dan lain-lain.

Kesiapan berubah (change readiness) mempunyai fokus terhadap dua hal, yaitu kompetensi yang mendukung perubahan dan komitmen untuk berubah. Tujuannya adalah mengidentifikasi kesiapan anggota organisasi dalam melakukan perubahan, serta mengklarifikasi konsekuensi-konsekuensi perubahan.

Diantara kedua hal (kompetensi dan komitmen) dapat dijabarkan menjadi sebuah matriks. Dari sisi kompetensi terentang diantara ‘tidak kompeten’ sampai tingkat ‘kompetensi tinggi’. Dari sisi komitmen terentang dari ‘komitmen tinggi’ dan ‘oponen’. Tentu saja yang dikehendaki adalah kompetensi yang tinggi disertai kompetensi yang tinggi pula.

Mengembangkan kesiapan untuk berubah terkait erat dengan kesiapan manusianya (people readiness) yang bertumpu pada membangun kompetensi dan komitmen. Untuk itu perlu dukungan dari sisi budaya perusahaan, dan kepemimpinan yang dapat mendukung perubahan ini.

Secara umum tahap-tahap perubahan akan meliputi tiga tahap : persiapan, penerimaan, dan komitmen. Pada tahap persiapan dilakukan berbagai kontak melalui ceramah, pertemuan, maupun komunikasi tertulis. Tujuannya agar tercapai kesadaran akan pentingnya perubahan (change awareness). Ketidakjelasan tentang pentingnya perubahan akan menjadi penghambat upaya-upaya dalam pembentukan komitmen. Sebaliknya kejelasan akan menimbulkan pemahaman yang baik terhadap pentingnya perubahan, yang mendukung upaya-upaya dalam pembentukan komitmen.

Dalam tahap penerimaan, pemahaman yang terbentuk akan bermuara ke dalam dua kutub, yaitu persepsi yang positif di satu sisi atau persepsi negatif di sisi yang lain. Persepsi yang negatif akan melahirkan keputusan untuk tidak mendukung perubahan, sebaliknya persepsi positif yang melahirkan keputusan untuk memulai perubahan dan merupakan suatu bentuk komitmen untuk berubah.

Tahap komitmen melalui beberapa langkah yaitu instalasi, adopsi, instusionalisasi, dan internalisasi. Langkah instalasi merupakan periode percobaan terhadap perubahan yang merupakan preliminary testing terdapat dua konsekuensi dari langkah ini. Konsekuensi pertama, perubahan dapat diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Kedua, perubahan gugur setelah implementasi pendahuluan yang mungkin disebabkan oleh masalah ekonomi-finansial -politik, perubahan dalam tujuan strategis, dan tingginya vested interest.

Dalam langkah adopsi difokuskan kepada kedalaman dan concern jangka panjang. Dampaknya adalah penghentian perubahan di sisi yang negatif, dan instiuionalisasi perubahan di sisi yang lain dan dituangkan dalam SOP (Standard Operating Procedure). Dalam institusionalisasi ini dilakukan perubahan strategi organisasi untuk mendukung perubahan itu sendiri, sekaligus merupakan kekuatan untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang menjadi sasarannya. Langkah berikutnya, internalisasi, dimaksudkan agar anggota organisasi mempunyai komitmen terhadap perubahan.

Perusahaan juga harus dipersiapkan untuk menyongsong perubahan (corporation readiness). Langkahnya berawal dari pertanyaan apa yang harus dilakukan dan dituangkan dalam strategic planning, dan seterusnya menciptakan struktur yang mendukung melalui organizational redesign, serta ‘membentuk’ budaya perusahaan yang mendukung dengan melakukan culture change. Berikutnya adalah menaruh perhatian terhadap know how to do it yang dituangkan dalam business planning. Tidak ketinggalan juga harus dibahas mengenai akuntabillitas melalui performance management dan pengemabngan kapabilitas melalui management development. Jika kesemuanya telah siap maka tercapailah corporation readiness terhadap perubahan.


*Managing Partner The Jakarta Consulting Group

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...