Oleh: Purbaya Yudhi Sadewa
Pemulihan yang sedang terjadi pada perekonomian dunia telah menimbulkan euforia di pasar modal dunia. Bursa saham kita pun turut mengalami kenaikan yang amat signifikan. Kenaikan ini menimbulkan spekulasi bahwa perekonomian kita sedang mengalami bubble. Apakah memang demikian?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia mengalami kenaikan yang amat tinggi akhir-akhir ini. Pada bulan April 2010, IHSG bahkan sudah sempat menembus level 2.900.
Naiknya IHSG ke level yang tinggi ini menggambarkan semakin meningkatnya kepercayaan investor, baik asing maupun lokal, akan prospek perekonomian Indonesia.
Meningkatnya kepercayaan ini pantas terjadi karena di tengah-tengah kontraksi perekonomian dunia pada tahun 2009, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh dengan laju 4,5 persen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun ini pun diperkirakan masih akan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Namun, ada banyak juga pihak yang mengatakan kenaikan IHSG ke level yang tinggi ini (ditambah dengan penguatan rupiah yang amat signifikan) merupakan pertanda sesuatu yang tidak baik. Mereka mengatakan, perekonomian Indonesia sedang mengalami bubble.
Sebenarnya yang dimaksud bubble di sini tidaklah terlalu jelas. Namun, mengingat keadaan bubble ini sering dihubungkan dengan riil sektor yang tidak tumbuh, bisa diterjemahkan bahwa yang dimaksud adalah pergerakan IHSG tak didukung perbaikan fundamental perekonomian secara menyeluruh.
Dengan kata lain, perbaikan yang ada selama ini hanya terjadi di sektor finansial saja, sedangkan sektor riil kita tidak bergerak. Bila demikian, kenaikan IHSG tidak akan berkesinambungan.
Pada saatnya nanti IHSG akan terkoreksi dalam, sesuai dengan keadaan fundamental perekonomiannya (sektor riil) yang dianggap belum baik.
Sektor riil sudah bergerak
Sebenarnya perbaikan perekonomian global tak hanya terjadi di sektor finansial. Sektor riil di Amerika Serikat, misalnya, sudah menunjukkan tanda- tanda perbaikan yang cukup berkesinambungan. Ini, antara lain, ditunjukkan mulai membaiknya penjualan ritel di sana.
Pada Februari 2010, penjualan ritel dan makanan serta jasa mencapai 355,5 miliar dollar AS, naik 0,3 persen dari bulan sebelumnya, atau naik 3,9 persen dari level pada Februari 2009.
Kenaikan permintaan itu membuat industri di AS mulai meningkatkan produksinya. Ini terlihat dari Industrial Production Index yang sudah tumbuh positif lagi sejak pertengahan 2009.
Pemulihan ekonomi yang terjadi mulai menciptakan lapangan pekerjaan di AS. Pada Maret lalu, perusahaan-perusahaan di AS dapat menciptakan lapangan kerja untuk 162.000 orang, yang merupakan angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Penciptaan lapangan kerja ini mulai menghilangkan kekhawatiran bahwa proses pemulihan yang terjadi di sana tidak menciptakan lapangan kerja.
Membaiknya keadaan lapangan kerja di sana bahkan telah menimbulkan spekulasi bahwa NBER (National Bureau of Economic Research, yang antara lain bertanggung jawab terhadap penentuan tanggal-tanggal resesi dan pemulihan) akan segera mengumumkan secara resmi bahwa perekonomian AS sudah keluar dari resesi sejak pertengahan tahun 2009.
Pemulihan kondisi perekonomian dunia yang nyata sudah barang tentu menaikkan permintaan akan produk-produk kita di luar negeri. Ini terlihat dari angka ekspor kita yang terus membaik dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Januari 2010, misalnya, ekspor Indonesia mencapai 11,57 miliar dollar AS atau naik sekitar 59 persen dari 7,28 miliar dollar AS pada Januari 2009. Sementara bulan Februari ekspor mencapai 11,53 miliar dollar AS atau naik sekitar 57 persen dari 7,13 miliar dollar AS pada bulan yang sama tahun 2009.
Membaiknya kinerja ekspor itu tentunya merupakan berita yang baik bagi sektor industri pengolahan (manufaktur), mengingat sebagian besar ekspor berasal dari sektor ini.
Data pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebenarnya sudah memberi indikasi bahwa perbaikan ekonomi yang terjadi bukan hanya di sektor finansial. Sektor pertanian, misalnya, tumbuh sebesar 4,1 persen. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka pertumbuhan sebesar ini merupakan angka yang cukup baik. Sektor konstruksi tumbuh sekitar 7 persen serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 1,1 persen (lihat tabel 1).
Relatif rendahnya pertumbuhan di sektor perdagangan itu terutama disebabkan terpuruknya perekonomian global tahun 2009, yang telah menurunkan aktivitas perdagangan dunia dengan amat signifikan.
Mengingat kontribusi ketiga sektor itu terhadap penciptaan lapangan kerja (misalnya, ada 39,7 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian), tidaklah terlalu mengherankan bila tahun 2009 angka pengangguran turun ke 7,8 persen.
Pada 2009, sektor keuangan hanya tumbuh dengan laju 5 persen, hanya memberi kontribusi sebesar 7,2 persen terhadap perekonomian nasional.
Dengan kontribusi yang relatif kecil ini, perekonomian tidak mungkin tumbuh dengan laju 4,5 persen bila sektor-sektor yang lain tidak tumbuh.
Artinya, pertumbuhan ekonomi
pada 2009 bukan semata- mata ditopang oleh sektor keuangan saja. Patut diakui bahwa pertumbuhan sektor industri pengolahan tidaklah terlalu menggembirakan.
Memang, sektor ini termasuk sektor yang terpukul paling parah oleh resesi global yang terjadi. Kinerja sektor-sektor di luar sektor keuangan tampaknya akan lebih baik pada 2010.
Kuatnya permintaan domestik akan turut mendukung pertumbuhan sektor-sektor ini. Kuatnya permintaan domestik terlihat dari angka penjualan mobil yang mencapai sekitar 108.000 unit pada dua bulan pertama tahun ini atau tumbuh 64 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penjualan ritel pun naik signifikan, seperti diperlihatkan tren kenaikan yang tajam dari Indeks Penjualan Ritel (Gambar 1). Adapun konsumsi semen pada dua bulan pertama tahun 2010 mencapai 9,7 juta ton, naik 17,7 persen dari periode yang sama tahun 2009.
Kenaikan permintaan membuat industri pengolahan mulai meningkatkan aktivitasnya. Ini terlihat dari Indeks Produksi Industri yang terus mengalami pertumbuhan.
Pada Januari 2010, Indeks Produksi Industri tumbuh dengan laju 5,7 persen year on year. Sejak September 2009, indeks ini sudah memasuki pertumbuhan positif. Artinya, industri kita sudah berekspansi.
Peningkatan aktivitas industri ini telah memicu kenaikan investasi, seperti yang ditunjukkan oleh kenaikan tajam impor barang-barang modal (Gambar 2).
Pada Februari 2010, impor barang modal mencapai 1,9 miliar dollar AS atau naik sebesar 39,3 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2009.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa pemulihan yang terjadi pada perekonomian global sudah merambah ke sektor di luar sektor finansial.
Sektor nonfinansial di Indonesia pun sudah menjadi lebih sibuk. Perbaikan keadaan perekonomian yang terjadi telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian sehingga mereka berbondong-bondong berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Akibatnya, IHSG naik ke level yang tinggi dan rupiah pun mengalami penguatan yang signifikan. Analis dan investor di pasar modal cenderung forward looking. Artinya, mereka akan memperhitungkan prospek keuntungan perusahaan sampai beberapa tahun ke depan.
Dengan prospek perekonomian Indonesia yang cerah dalam beberapa tahun ke depan, sudah barang tentu prediksi mereka terhadap keuntungan yang akan terjadi menjadi lebih tinggi.
Jadi, kenaikan IHSG akhir- akhir ini bukanlah pertanda ekonomi yang sedang mengalami bubble, tetapi merupakan reaksi positif terhadap cerahnya prospek perekonomian Indonesia untuk tahun ini dan beberapa tahun ke depan.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/19/04322672/perekonomian.indonesia
Purbaya Yudhi Sadewa Chief Economist Danareksa Research Institute
Pemulihan yang sedang terjadi pada perekonomian dunia telah menimbulkan euforia di pasar modal dunia. Bursa saham kita pun turut mengalami kenaikan yang amat signifikan. Kenaikan ini menimbulkan spekulasi bahwa perekonomian kita sedang mengalami bubble. Apakah memang demikian?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia mengalami kenaikan yang amat tinggi akhir-akhir ini. Pada bulan April 2010, IHSG bahkan sudah sempat menembus level 2.900.
Naiknya IHSG ke level yang tinggi ini menggambarkan semakin meningkatnya kepercayaan investor, baik asing maupun lokal, akan prospek perekonomian Indonesia.
Meningkatnya kepercayaan ini pantas terjadi karena di tengah-tengah kontraksi perekonomian dunia pada tahun 2009, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh dengan laju 4,5 persen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun ini pun diperkirakan masih akan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Namun, ada banyak juga pihak yang mengatakan kenaikan IHSG ke level yang tinggi ini (ditambah dengan penguatan rupiah yang amat signifikan) merupakan pertanda sesuatu yang tidak baik. Mereka mengatakan, perekonomian Indonesia sedang mengalami bubble.
Sebenarnya yang dimaksud bubble di sini tidaklah terlalu jelas. Namun, mengingat keadaan bubble ini sering dihubungkan dengan riil sektor yang tidak tumbuh, bisa diterjemahkan bahwa yang dimaksud adalah pergerakan IHSG tak didukung perbaikan fundamental perekonomian secara menyeluruh.
Dengan kata lain, perbaikan yang ada selama ini hanya terjadi di sektor finansial saja, sedangkan sektor riil kita tidak bergerak. Bila demikian, kenaikan IHSG tidak akan berkesinambungan.
Pada saatnya nanti IHSG akan terkoreksi dalam, sesuai dengan keadaan fundamental perekonomiannya (sektor riil) yang dianggap belum baik.
Sektor riil sudah bergerak
Sebenarnya perbaikan perekonomian global tak hanya terjadi di sektor finansial. Sektor riil di Amerika Serikat, misalnya, sudah menunjukkan tanda- tanda perbaikan yang cukup berkesinambungan. Ini, antara lain, ditunjukkan mulai membaiknya penjualan ritel di sana.
Pada Februari 2010, penjualan ritel dan makanan serta jasa mencapai 355,5 miliar dollar AS, naik 0,3 persen dari bulan sebelumnya, atau naik 3,9 persen dari level pada Februari 2009.
Kenaikan permintaan itu membuat industri di AS mulai meningkatkan produksinya. Ini terlihat dari Industrial Production Index yang sudah tumbuh positif lagi sejak pertengahan 2009.
Pemulihan ekonomi yang terjadi mulai menciptakan lapangan pekerjaan di AS. Pada Maret lalu, perusahaan-perusahaan di AS dapat menciptakan lapangan kerja untuk 162.000 orang, yang merupakan angka tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Penciptaan lapangan kerja ini mulai menghilangkan kekhawatiran bahwa proses pemulihan yang terjadi di sana tidak menciptakan lapangan kerja.
Membaiknya keadaan lapangan kerja di sana bahkan telah menimbulkan spekulasi bahwa NBER (National Bureau of Economic Research, yang antara lain bertanggung jawab terhadap penentuan tanggal-tanggal resesi dan pemulihan) akan segera mengumumkan secara resmi bahwa perekonomian AS sudah keluar dari resesi sejak pertengahan tahun 2009.
Pemulihan kondisi perekonomian dunia yang nyata sudah barang tentu menaikkan permintaan akan produk-produk kita di luar negeri. Ini terlihat dari angka ekspor kita yang terus membaik dalam beberapa bulan terakhir.
Pada Januari 2010, misalnya, ekspor Indonesia mencapai 11,57 miliar dollar AS atau naik sekitar 59 persen dari 7,28 miliar dollar AS pada Januari 2009. Sementara bulan Februari ekspor mencapai 11,53 miliar dollar AS atau naik sekitar 57 persen dari 7,13 miliar dollar AS pada bulan yang sama tahun 2009.
Membaiknya kinerja ekspor itu tentunya merupakan berita yang baik bagi sektor industri pengolahan (manufaktur), mengingat sebagian besar ekspor berasal dari sektor ini.
Data pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebenarnya sudah memberi indikasi bahwa perbaikan ekonomi yang terjadi bukan hanya di sektor finansial. Sektor pertanian, misalnya, tumbuh sebesar 4,1 persen. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka pertumbuhan sebesar ini merupakan angka yang cukup baik. Sektor konstruksi tumbuh sekitar 7 persen serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 1,1 persen (lihat tabel 1).
Relatif rendahnya pertumbuhan di sektor perdagangan itu terutama disebabkan terpuruknya perekonomian global tahun 2009, yang telah menurunkan aktivitas perdagangan dunia dengan amat signifikan.
Mengingat kontribusi ketiga sektor itu terhadap penciptaan lapangan kerja (misalnya, ada 39,7 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian), tidaklah terlalu mengherankan bila tahun 2009 angka pengangguran turun ke 7,8 persen.
Pada 2009, sektor keuangan hanya tumbuh dengan laju 5 persen, hanya memberi kontribusi sebesar 7,2 persen terhadap perekonomian nasional.
Dengan kontribusi yang relatif kecil ini, perekonomian tidak mungkin tumbuh dengan laju 4,5 persen bila sektor-sektor yang lain tidak tumbuh.
Artinya, pertumbuhan ekonomi
pada 2009 bukan semata- mata ditopang oleh sektor keuangan saja. Patut diakui bahwa pertumbuhan sektor industri pengolahan tidaklah terlalu menggembirakan.
Memang, sektor ini termasuk sektor yang terpukul paling parah oleh resesi global yang terjadi. Kinerja sektor-sektor di luar sektor keuangan tampaknya akan lebih baik pada 2010.
Kuatnya permintaan domestik akan turut mendukung pertumbuhan sektor-sektor ini. Kuatnya permintaan domestik terlihat dari angka penjualan mobil yang mencapai sekitar 108.000 unit pada dua bulan pertama tahun ini atau tumbuh 64 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penjualan ritel pun naik signifikan, seperti diperlihatkan tren kenaikan yang tajam dari Indeks Penjualan Ritel (Gambar 1). Adapun konsumsi semen pada dua bulan pertama tahun 2010 mencapai 9,7 juta ton, naik 17,7 persen dari periode yang sama tahun 2009.
Kenaikan permintaan membuat industri pengolahan mulai meningkatkan aktivitasnya. Ini terlihat dari Indeks Produksi Industri yang terus mengalami pertumbuhan.
Pada Januari 2010, Indeks Produksi Industri tumbuh dengan laju 5,7 persen year on year. Sejak September 2009, indeks ini sudah memasuki pertumbuhan positif. Artinya, industri kita sudah berekspansi.
Peningkatan aktivitas industri ini telah memicu kenaikan investasi, seperti yang ditunjukkan oleh kenaikan tajam impor barang-barang modal (Gambar 2).
Pada Februari 2010, impor barang modal mencapai 1,9 miliar dollar AS atau naik sebesar 39,3 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2009.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa pemulihan yang terjadi pada perekonomian global sudah merambah ke sektor di luar sektor finansial.
Sektor nonfinansial di Indonesia pun sudah menjadi lebih sibuk. Perbaikan keadaan perekonomian yang terjadi telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian sehingga mereka berbondong-bondong berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Akibatnya, IHSG naik ke level yang tinggi dan rupiah pun mengalami penguatan yang signifikan. Analis dan investor di pasar modal cenderung forward looking. Artinya, mereka akan memperhitungkan prospek keuntungan perusahaan sampai beberapa tahun ke depan.
Dengan prospek perekonomian Indonesia yang cerah dalam beberapa tahun ke depan, sudah barang tentu prediksi mereka terhadap keuntungan yang akan terjadi menjadi lebih tinggi.
Jadi, kenaikan IHSG akhir- akhir ini bukanlah pertanda ekonomi yang sedang mengalami bubble, tetapi merupakan reaksi positif terhadap cerahnya prospek perekonomian Indonesia untuk tahun ini dan beberapa tahun ke depan.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/19/04322672/perekonomian.indonesia
Purbaya Yudhi Sadewa Chief Economist Danareksa Research Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya