Sabtu, 05 Juni 2010

APBN, Pajak, dan Utang

Oleh: Anggito Abimanyu


Akhir-akhir ini, banyak diperbincangkan kembali mengenai APBN, pajak, dan utang. Pemerintah telah menyampaikan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal atau PPKF 2011 dengan rasio pajak 12 persen dari PDB dan defisit 1,7 persen dari PDB, dan defisit tersebut dibiayai dengan utang.

Seperti yang kita dengar, sebagian besar fraksi-fraksi di DPR menolak. DPR menghendaki penurunan defisit anggaran, dengan cara menaikkan penerimaan pajak dan bukan dari utang. Menurut saya, pendapat itu sangat wajar apalagi saat ini kita semua dihantui dengan krisis fiskal dan utang yang melanda Yunani dan di beberapa negara Eropa. Apalagi efeknya cepat atau lambat bisa saja menular ke negara-negara berkembang.

Berbeda dengan situasi fiskal dan utang di Yunani atau di banyak negara-negara Eropa, Indonesia memiliki kondisi fiskal yang bagus, kredibel, dan berhati-hati (prudent). Rasio defisit APBN dan utang Indonesia dalam kondisi yang aman. Penerimaan Pajak terus dipacu dengan menaikkan basis pajak (tax base) dan kepatuhan pajak. Makelar- makelar kasus (markus) pajak terus diberantas dengan tegas. Risiko fiskal di paparkan dan disediakan anggaran apabila meleset dari perkiraan.

Alokasi subsidi dibatasi dan mulai diarahkan subsidi secara tepat. Pembiayaan infrastruktur langsung dari APBN ataupun melalui swasta dengan penjaminan dirancang secara baik dan agresif untuk mendorong iklim investasi. Tersedia pembiayaan siaga dari lembaga donor yang setiap waktu dapat dimanfaatkan dalam keadaan krisis keuangan. Imbal hasil (yield) surat utang semakin turun, tanpa dipaksa, dengan pengelolaan utang yang meminimalkan biaya dan risiko peminjaman.

ORI dan SUKRI menjadi instrumen alternatif bagi pemodal rumah tangga kecil dan menengah yang andal. Desentralisasi fiskal tetap dijaga dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tujuan mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Program-program kemiskinan dirancang dengan program tepat sasaran pada kantong-kantong kemiskinan dengan sasaran menurunkan jumlah rumah tangga miskin di bawah 10 persen.

Tak perlu khawatir

Secara umum, bertolak belakang dengan situasi di Yunani dan Eropa pada umumnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keadaan fiskal kita. Nominal utang kita memang naik dan rasio pajak kita masih rendah. Naiknya nominal utang kita terjadi karena kebutuhan ekspansi anggaran untuk mendorong sektor riil pada saat mandek. Jika penerimaan pajak nantinya bisa menutup defisit, penarikan utang akan turun, dan semata-mata ditujukan untuk refinancing (pembiayaan kembali utang) saja sesuai kebutuhan.

Penerimaan pajak kita saat ini memang belum memenuhi harapan meskipun saya yakin ini bukanlah sesuatu hal yang dirisaukan. Mengapa? Dalam dua tahun terakhir ini tarif Pajak Penghasilan (PPh) kita baru saja turun 5 persen, dan pada saat yang bersamaan banyak insentif pajak, baik PPh maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kepada sektor riil yang tentu menggerus laju penerimaan pajak dalam jangka pendek. Saya percaya pertumbuhan penerimaan pajak nonmigas kita dalam lima tahun mendatang akan dapat mencapai 10-15 persen, yang berarti 1,5 kali pertumbuhan PDB nominal.

Bahkan, saya yakin bisa mencapai 15-20 persen dengan kebijakan terobosan seperti amnesti pajak. Rasio pajak bisa mencapai 13 persen, dan apabila ditambah dengan pajak daerah, rasio pajak kita secara nasional bisa mencapai 15 persen. Jika dihitung dengan pajak atas sumber daya alam, rasio pajak kita sudah sejajar dengan negara berkembang lainnya. Kuncinya adalah apabila kita sabar dan konsisten dengan reformasi perpajakan, termasuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tangguh, mulai dari pimpinan hingga ke tingkat kantor pelayanan pajak (KPP).

Anwar Supriyadi, Ketua Pengawas Perpajakan, pernah mensinyalir bahwa masalah di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah kurangnya jiwa kepemimpinan yang tegas, jujur, dan konsisten di jajaran pimpinan di DJP pusat dan kanwil. Namun, demikian saya cukup yakin DJP memiliki kader-kader pemimpin masa depan yang mumpuni.

Utang masih dibutuhkan

Masalah utang dan pajak adalah dua sumber pembiayaan anggaran yang saling melengkapi. Dua-duanya dibutuhkan. Penarikan pajak dengan tarif tinggi dan eksesif akan mengurangi kemampuan wajib pajak untuk melakukan investasi dan justru akan mengurangi tingkat kepatuhannya. Dan, kemampuan wajib pajak untuk membayar kewajiban pajak juga akan tergantung pada kondisi perekonomiannya.

Jika ekonomi membaik dan bisnis untung, otomatis penerimaan pajak akan naik, demikian juga sebaliknya. Dalam keadaan krisis dan kelesuan sektor riil, di mana dana pajak masih kurang, penarikan utang adalah alternatif pembiayaan APBN. Namun, penarikan utang yang terlalu besar akan mendorong kenaikan biaya bunga dan beban utang pada masa mendatang. Di sinilah letak dari kebijakan fiskal dengan strategi untuk menyeimbangkan antara pendanaan dari pajak sebagai sumber utama dan utang apabila dibutuhkan.

Maka, kebijakan di sisi belanja juga sama pentingnya. Nafsu belanja yang besar tanpa kepastian pendapatan akan menimbulkan utang dan dis-saving. Prinsipnya adalah jangan sampai besar pasak daripada tiang.

Keinginan DPR untuk memperbesar penerimaan pajak, apalagi rasio pajak pusat 15 persen, dan mengurangi penarikan utang, sulit dipenuhi sekarang. Tujuan itu akan tercapai dalam jangka menengah. Meskipun demikian, upaya tersebut harus tetap dikawal, termasuk di sisi penggunaan alokasi belanjanya. Keinginan DPR untuk menambah belanja melalui transfer ke daerah melalui dana aspirasi daerah adalah langkah yang tidak salah. Hanya saja harus tetap dicari formula yang tepat, transparan, dan bertahap serta jelas penggunaannya.

Saya sungguh sangat menghormati dan mengerti permintaan DPR untuk menaikkan penerimaan pajak dan mengurangi utang, serta penggunaan alokasi dana aspirasi tersebut. Biarlah isu-isu seputar PPKF ini menjadi wacana dan perdebatan publik terlebih dahulu secara sehat dan konstruktif.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/02/03021547/apbn.pajak.dan.utang


Anggito Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...