Oleh: Nawa Tunggal
Penamaan jenis pupuk cair organik ini tergolong unik. Namanya, Pupuk Ion Organik 200 Watt. Pupuk ini berupa pupuk cair berbahan dasar urine manusia dicampur dengan cairan glukosa dan bakteri fermentor yang kemudian memiliki daya hantar listrik tinggi sampai 200 watt.
Semakin tinggi daya hantar listriknya semakin baik karena makin mudah diserap tumbuhan,” ujar
penemu pupuk tersebut, Soelaiman Budi Sunarto (47), Kamis (21/1) di Jakarta.
Pengembangan jenis pupuk ini menjadi
satu di antara 101 inovasi terpilih pada tahun 2009 oleh lembaga intermediasi Business Innovation Center (BIC). Pengembangan pupuk itu sendiri dimulai Budi sekitar tahun 2006 di Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah.
Pengembangannya menggunakan bahan-bahan organik yang mudah ditemui di pedesaan. Pupuk ini sudah diuji coba di laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, terbukti memiliki kandungan nitrogen yang tinggi.
Manfaatnya, tanaman akan tumbuh dengan akar yang kuat sehingga menunjang pertumbuhan dengan baik. Budi mengatakan, pupuk ini sangat baik untuk segala jenis tanaman, termasuk umbi-umbian, seperti wortel, kentang, ubi-ubian, dan bawang.
Pupuk ion organik ini mengandung bakteri pengurai yang juga bermanfaat untuk pencernaan ternak. Menurut Budi, pupuk cair ini pun baik dipakai untuk penggemukan sapi.
”Bakteri pengurai yang ’mati suri’ itu akan hidup pada saat masuk ke alat pencernaan binatang yang hangat. Bakteri akan bekerja membantu mempercepat penguraian zat makanan yang masuk,” ujar Budi.
Cara pembuatan
Bahan dasar urine manusia dipilih untuk pupuk Ion Organik 200 Watt. Urine, dikatakan Budi, memiliki unsur nutrisi yang paling baik karena makanan yang dikonsumsi manusia termasuk paling lengkap, sebagai pemakan daging sekaligus tumbuh-tumbuhan.
Untuk mengoptimalkan hasil pun dipilih urine pagi hari selepas bangun tidur ketika kalori belum banyak dilepaskan. Tetapi, untuk memperoleh kuantitas makin banyak pada prinsipnya bisa menggunakan urine apa saja, termasuk urine hewan-hewan ternak.
Cara pembuatannya sangat sederhana. Dengan komposisi urine dan cairan mengandung glukosa masing-masing 50 persen, lalu ditambahkan fermentor. Kemudian diaduk selama 30 menit.
Cairan yang mengandung glukosa itu bisa diperoleh dari air kelapa atau air limbah tahu. Kalau tidak, cairan itu bisa dibuat dengan gula merah.
Hasil adukan urine, cairan glukosa, dan fermentor selama 30 menit itu kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, kemudian didiamkan. Setelah didiamkan satu minggu, dibuka sebentar lalu diaduk satu kali saja. Setelah itu ditutup lagi rapat-rapat selama tiga minggu.
Setelah tiga minggu itu pupuk Ion Organik 200 Watt pun jadi dan siap dikemas. Pengemasannya pun harus dalam wadah yang tertutup rapat-rapat.
Cara menguji kemampuan menghantar listriknya, yaitu dengan mengalirkan listrik ke dalam cairan pupuk untuk menyalakan beberapa lampu, misalnya lima lampu dengan masing-masing daya 40 watt. Lampu itu akan menyala dengan sempurna. Jika hanya meredup, kualitas pupuk kurang bagus.
Pemakaian pupuk Ion Organik 200 Watt dengan cara disemprotkan ke tanaman supaya mudah diserap daun. Komposisi volume pupuk 1 mililiter untuk 1 liter air bersih.
Fermentor mengandung organisme bakteri pengurai mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Tetapi, Budi menyarankan, untuk menghemat biaya lebih baik membuat sendiri.
Caranya tidak terlalu rumit. Pembuatan fermentor pertama kali dengan mengambil kotoran sapi yang masih berada di dalam usus sapi bagian tengah.
”Kotoran itu belum sepenuhnya menjadi kotoran yang akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi. Ini dipilih karena memiliki kandungan bakteri pengurai yang paling banyak,” ujar Budi.
Kotoran pada usus sapi kemudian dicampuradukkan dengan serbuk gergajian kayu atau sekam padi yang sudah digiling atau bekatul. Proses pencampuran di udara terbuka, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
Setelah tercampur, didiamkan selama 21 hari. Tetapi, setiap tujuh hari harus dibolak-balik. Setelah 21 hari sudah menjadi biang fermentor yang mengandung bakteri pengurai yang siap dicampurkan dengan cairan glukosa dan urine.
”Bagian biang fermentor cukup 20 persen saja,” kata Budi. Cairan urine dan cairan glukosa masing-masing 50 persen itu kemudian ditambah fermentor, lalu diaduk-aduk cukup lama sampai 30 menit. Selesai diaduk, ditutup rapat-rapat dan didiamkan. ”Jika kurang rapat, akan tumbuh belatung yang ukurannya bisa sampai ukuran jari kelingking orang dewasa. Saya pernah menggoreng dan memakannya. Enak,” ujar Budi.
Setelah didiamkan satu minggu, dibuka untuk diaduk satu kali saja. Kemudian ditutup rapat-rapat lagi dan diamkan selama tiga minggu dan siap dikemas.
Pupuk Ion Organik 200 Watt harus dikemas rapat agar bisa dipakai sampai tiga tahun kemudian. Aromanya tak lagi pesing. Budi juga memproduksi pupuk ini dengan campuran delapan jenis rempah meliputi jahe, lengkuas, daun pepaya, merica, kemiri, cabai, bawang merah, dan bawang putih.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/22/05172328/pupuk.ion..dari.urine.
Nawa Tunggal
Kompas
Penamaan jenis pupuk cair organik ini tergolong unik. Namanya, Pupuk Ion Organik 200 Watt. Pupuk ini berupa pupuk cair berbahan dasar urine manusia dicampur dengan cairan glukosa dan bakteri fermentor yang kemudian memiliki daya hantar listrik tinggi sampai 200 watt.
Semakin tinggi daya hantar listriknya semakin baik karena makin mudah diserap tumbuhan,” ujar
penemu pupuk tersebut, Soelaiman Budi Sunarto (47), Kamis (21/1) di Jakarta.
Pengembangan jenis pupuk ini menjadi
satu di antara 101 inovasi terpilih pada tahun 2009 oleh lembaga intermediasi Business Innovation Center (BIC). Pengembangan pupuk itu sendiri dimulai Budi sekitar tahun 2006 di Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah.
Pengembangannya menggunakan bahan-bahan organik yang mudah ditemui di pedesaan. Pupuk ini sudah diuji coba di laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, terbukti memiliki kandungan nitrogen yang tinggi.
Manfaatnya, tanaman akan tumbuh dengan akar yang kuat sehingga menunjang pertumbuhan dengan baik. Budi mengatakan, pupuk ini sangat baik untuk segala jenis tanaman, termasuk umbi-umbian, seperti wortel, kentang, ubi-ubian, dan bawang.
Pupuk ion organik ini mengandung bakteri pengurai yang juga bermanfaat untuk pencernaan ternak. Menurut Budi, pupuk cair ini pun baik dipakai untuk penggemukan sapi.
”Bakteri pengurai yang ’mati suri’ itu akan hidup pada saat masuk ke alat pencernaan binatang yang hangat. Bakteri akan bekerja membantu mempercepat penguraian zat makanan yang masuk,” ujar Budi.
Cara pembuatan
Bahan dasar urine manusia dipilih untuk pupuk Ion Organik 200 Watt. Urine, dikatakan Budi, memiliki unsur nutrisi yang paling baik karena makanan yang dikonsumsi manusia termasuk paling lengkap, sebagai pemakan daging sekaligus tumbuh-tumbuhan.
Untuk mengoptimalkan hasil pun dipilih urine pagi hari selepas bangun tidur ketika kalori belum banyak dilepaskan. Tetapi, untuk memperoleh kuantitas makin banyak pada prinsipnya bisa menggunakan urine apa saja, termasuk urine hewan-hewan ternak.
Cara pembuatannya sangat sederhana. Dengan komposisi urine dan cairan mengandung glukosa masing-masing 50 persen, lalu ditambahkan fermentor. Kemudian diaduk selama 30 menit.
Cairan yang mengandung glukosa itu bisa diperoleh dari air kelapa atau air limbah tahu. Kalau tidak, cairan itu bisa dibuat dengan gula merah.
Hasil adukan urine, cairan glukosa, dan fermentor selama 30 menit itu kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, kemudian didiamkan. Setelah didiamkan satu minggu, dibuka sebentar lalu diaduk satu kali saja. Setelah itu ditutup lagi rapat-rapat selama tiga minggu.
Setelah tiga minggu itu pupuk Ion Organik 200 Watt pun jadi dan siap dikemas. Pengemasannya pun harus dalam wadah yang tertutup rapat-rapat.
Cara menguji kemampuan menghantar listriknya, yaitu dengan mengalirkan listrik ke dalam cairan pupuk untuk menyalakan beberapa lampu, misalnya lima lampu dengan masing-masing daya 40 watt. Lampu itu akan menyala dengan sempurna. Jika hanya meredup, kualitas pupuk kurang bagus.
Pemakaian pupuk Ion Organik 200 Watt dengan cara disemprotkan ke tanaman supaya mudah diserap daun. Komposisi volume pupuk 1 mililiter untuk 1 liter air bersih.
Fermentor mengandung organisme bakteri pengurai mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Tetapi, Budi menyarankan, untuk menghemat biaya lebih baik membuat sendiri.
Caranya tidak terlalu rumit. Pembuatan fermentor pertama kali dengan mengambil kotoran sapi yang masih berada di dalam usus sapi bagian tengah.
”Kotoran itu belum sepenuhnya menjadi kotoran yang akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi. Ini dipilih karena memiliki kandungan bakteri pengurai yang paling banyak,” ujar Budi.
Kotoran pada usus sapi kemudian dicampuradukkan dengan serbuk gergajian kayu atau sekam padi yang sudah digiling atau bekatul. Proses pencampuran di udara terbuka, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
Setelah tercampur, didiamkan selama 21 hari. Tetapi, setiap tujuh hari harus dibolak-balik. Setelah 21 hari sudah menjadi biang fermentor yang mengandung bakteri pengurai yang siap dicampurkan dengan cairan glukosa dan urine.
”Bagian biang fermentor cukup 20 persen saja,” kata Budi. Cairan urine dan cairan glukosa masing-masing 50 persen itu kemudian ditambah fermentor, lalu diaduk-aduk cukup lama sampai 30 menit. Selesai diaduk, ditutup rapat-rapat dan didiamkan. ”Jika kurang rapat, akan tumbuh belatung yang ukurannya bisa sampai ukuran jari kelingking orang dewasa. Saya pernah menggoreng dan memakannya. Enak,” ujar Budi.
Setelah didiamkan satu minggu, dibuka untuk diaduk satu kali saja. Kemudian ditutup rapat-rapat lagi dan diamkan selama tiga minggu dan siap dikemas.
Pupuk Ion Organik 200 Watt harus dikemas rapat agar bisa dipakai sampai tiga tahun kemudian. Aromanya tak lagi pesing. Budi juga memproduksi pupuk ini dengan campuran delapan jenis rempah meliputi jahe, lengkuas, daun pepaya, merica, kemiri, cabai, bawang merah, dan bawang putih.
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/22/05172328/pupuk.ion..dari.urine.
Nawa Tunggal
Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ya