Senin, 06 April 2009

Teknologi, Perilaku Berorganisasi, dan Citra Perusahaan

Oleh: Ir. Bambang Adi Subagiyo MM, staf pengajar Lembaga Manajemen PPM

Bayangkan! Sudah satu minggu Anda ditinggal istri yang pergi ke luar kota. Malam ini, pukul 23.00, Anda bermaksud melepas kangen dengan menghubunginya melalui handphone. Setelah nada `tut-tut` panjang terdengar tiga kali berturut turut, di seberang terdengar suara seorang laki laki: "Halo, ......" Cerita ini sebaiknya dipotong di sini, karena saya tidak mampu melukiskan bagaimana galaunya perasaan Anda, mendapati kenyataan seperti itu. Padahal, ternyata sang istri sedang tidur nyenyak, tentu saja di ruang yang berlainan dengan laki laki penerima telepon tadi. Handphone sang istri ternyata tertinggal di ruang rapat. Rekan kerjanya menemukan handphone dan membawanya ke penginapan. Rekan kerja itu lupa mematikan handphone itu. Sehingga, pada saat Anda menghubungi handphone tersebut, ialah yang mengangkat.

Kalau kasus seperti di atas terjadi pada telepon di rumah, di kantor atau pun di tempat lain, saya yakin penelepon pasti tidak akan mempunyai dugaan yang macam-macam. Kenapa kita bereaksi seperti itu? Karena secara umum orang akan berpendapat bahwa handphone (dalam persepsi kita) selalu dikaitkan dengan privacy seseorang. Ini berarti bahwa teknologi cenderung membawa serta atribut perilaku, atau paling sedikit sopan-santun. Atribut dan sopan-santun ini harus dipatuhi setiap orang, agar tidak terjadi konflik atau kesalahan persepsi dalam menanggapi kenyataan yang ditimbulkan oleh penggunaan teknologi tersebut. Itu sebabnya, sebagian orang menyarankan: kalau handphone teman kencan Anda tertinggal, cepat matikan sebelum Anda membawanya.

Pada level individu, teknologi menuntut adanya perubahan sikap dan perilaku individu penggunanya. Pada level organisasi bagaimana dampak penggunaan teknologi pada perilaku manusia?

Teknologi dan Perilaku Berorganisasi Ketika PT Rindu Order memutuskan penggunaan jaringan komputer sebagai peralatan komunikasi internal kantor, maka istilah e-mail (surat elektronik) menjadi populer di kantor. Ketika masa perkenalan terhadap teknologi baru tersebut dianggap cukup, pihak direksi memutuskan agar semua surat internal menggunakan e-mail, termasuk di dalamnya undangan rapat.

Konsekuensi keputusan di atas adalah setiap karyawan di PT Rindu Order harus membuka e-mail paling sedikit dua kali dalam satu hari: pagi hari pada saat mulai bekerja, dan sore hari ketika akan meninggalkan kantor. Dengan demikian tidak akan terjadi undangan rapat untuk esok hari baru diketahui beberapa hari kemudian. Konsekuensi berikutnya, penerima undangan rapat melalui e-mail tidak dapat berdalih belum membaca atau memperoleh surat undangan. Dulu, pada saat surat undangan rapat dibuat secara tertulis di atas kertas, sering kali orang berdalih bahwa surat undangan terselip atau tidak dterima. Pada surat elektronik, begitu Anda membuka loket e-mail yang berisi surat tersebut maka pengirim surat undangan rapat akan mendapat pemberitahuan bahwa suratnya telah dibaca. Oleh sebab itu, kebiasaan pura-pura tidak tahu adanya undangan rapat secara otomatis akan ditinggalkan.

Uraian di atas, melukiskan dengan cukup jelas bahwa penggunaan teknologi akan berdampak pada perubahan perilaku berorganisasi karyawan. Padahal, mengubah perilaku organisasi itu selain membutuhkan waktu lama, juga memerlukan usaha yang besar. Yang menjadi pertanyaan berikutnya, mengapa banyak perusahaan masih nekad mengintroduksi teknologi baru di perusahaannya?

Teknologi dan Citra Perusahaan Sebuah bank pemerintah yang cukup besar, menggunakan fasilitas online (meskipun belum sepenuhnya) dengan tujuan agar para nasabah dapat memperoleh lebih banyak kemudahan dibanding sebelumnya. Suatu hari, saya harus mengisi tabungan orang-tua di bank yang sama, tetapi dari cabang yang berbeda. Karena tidak tahu adanya fasilitas tersebut, saya memilih instrumen pengiriman uang lewat bank. Teller memproses transaksi tersebut seperti biasanya dan saya membayar sekitar sepuluh ribu rupiah untuk itu. Kejadian ini, akan terasa berbeda bila teller mengambil sikap begini: "Kita sudah memiliki fasilitas online, dan bapak dapat mengirim uang ini melalui fasilitas transfer antarcabang secara gratis." Tentu saja, saya akan merasa sangat beruntung, tidak harus mengeluarkan uang Rp 10 000.- Lebih untung lagi karena transfer uang memerlukan waktu yang lebih pendek.

Fasilitas online (teknologi) dapat dipandang sebagai physical evidence (bukti fisik) dari pihak bank (perusahaan) bahwa jasa yang diberikan saat ini sudah jauh lebih maju dari sebelumnya. Ini berdampak pada citra perusahaan. Jadi, seringkali teknologi baru dipakai untuk keperluan menaikkan citra perusahaan di mata pelanggan. Namun, dari kejadian di atas, terlihat bahwa tanpa adanya perubahan sikap dari pelaku organisasi (teller), nasabah (pelanggan) tidak akan tahu adanya fasilitas baru tersebut maupun manfaatnya bagi mereka. Ini berarti, penggunaan teknologi baru tersebut tidak mampu mengangkat citra perusahaan.

Penutup Dengan demikian, pada level organisasi, terdapat kaitan erat antara teknologi dengan perilaku organisasi dan citra perusahaan. Citra perusahaan yang hendak didongkrak diwujudkan dalam pilihannya atas pengunaan teknologi baru. Ini menunjukkan adanya integrasi antara citra yang hendak dibangun dengan jenis teknologi yang dipilih. Teknologi menuntut serangkaian perilaku yang akan menjadi identitas perusahaan tersebut. Sebaliknya, perilaku pelaku organisasi yang terbentuk akibat penggunaan teknologi baru akan memperjelas citra perusahaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...