Kamis, 16 Juli 2009

Perdebatan tentang Utang Pemerintah

Oleh: Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo



PERDEBATAN tentang utang pemerintah kembali mengemuka beberapa hari terakhir.Berbagai pendapat yang menentang kebijakan pemerintah mengenai pinjaman gencar disampaikan.


Terlepas dari motif yang ada di belakangnya, rasanya menarik untuk memberikan klarifikasi tentang posisi pemerintah dalam masalah ini. Utang pemerintah secara statistik meningkat beberapa waktu terakhir setelah beberapa tahun berhasil ditahan pada tingkat yang kurang lebih sama.

Berdasarkan data Departemen Keuangan,posisi utang pemerintah dari tahun 2000 hingga 2004 berada di bawah Rp1.300 triliun. Selama tiga tahun kemudian, secara berturut-turut, utang pemerintah berada di bawah Rp1.400 triliun. Baru pada tahun berikutnya, yakni akhir 2008, utang itu melonjak menjadi Rp1.636 triliun.

Melihat perkembangan ini, kritik yang muncul, pemerintah telah ceroboh untuk terus membiayai pembangunan dengan menambah utang baru dalam jumlah besar sehingga sulit ditanggung anak cucu. Yang menjadi pertanyaan, apakah tuduhan tersebut berdasar? Dari data statistik yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, lonjakan tajam utang pemerintah lebih disebabkan perkembangan moneter global,bukan akibat agresivitas pemerintah.

Dibandingkan 2007, utang luar negeri Indonesia bertambah dari USD62,25 miliar menjadi USD66,69 miliar.Peningkatan ini terjadi karena sebagian besar utang pemerintah menggunakan mata uang yen yang pada akhir 2008 nilai tukarnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meningkat tajam. Ini terjadi karena proses deleveraging, perubahan peran mata uang yen.

Mata uang yen semula banyak dipinjam karena bunganya sangat rendah untuk ditanamkan dalam mata uang lain, terutama dolar Australia yang bunganya jauh lebih tinggi. Fenomena yang sering dikenal sebagai yen carry trade tersebut tiba-tiba berbalik sehingga yen, tanpa sebab yang jelas, menjadi sangat menguat terhadap dolar. Faktor kedua adalah menguatnya mata uang dolar AS terhadap rupiah.

Jika pada akhir 2007 nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sebesar Rp9.419, pada akhir 2008 nilai tukar dolar AS meningkat tajam menjadi Rp10.950. Peningkatan nilai tukar mata uang dolar AS ini serta-merta mengakibatkan kenaikan jumlah utang luar negeri dalam rupiah.Jika nilai tukar dolar AS terhadap rupiah stabil pada 2008, kenaikan utang luar negeri yang akan terjadi (dalam rupiah) adalah sebesar Rp41,8 triliun.

Inilah sebetulnya nilai yang lebih disebabkan penguatan mata uang yen terhadap dolar AS. Sementara itu, peningkatan utang luar negeri yang disebabkan penguatan mata uang dolar terhadap rupiah adalah sebesar Rp102 triliun. Apabila dijumlahkan, kedua faktor tersebut mengakibatkan kenaikan utang sebesar Rp143,8 triliun. Ini merupakan jumlah kenaikan utang tanpa pemerintah melakukan apa pun.

Mengingat sebagian besar kenaikan utang pemerintah disebabkan perubahan nilai tukar,dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS beberapa minggu terakhir ini kita akan melihat posisi utang luar negeri pemerintah dalam rupiah juga akan turun.Simetri dengan itu, apakah kemudian kita perlu memuji pemerintah yang telah berhasil menurunkan utang secara drastis hanya dalam waktu sebulan dua bulan saja ?

Menilai Kebijakan Utang Pemerintah

Saya adalah mantan staf Bank Indonesia (BI). Secara turuntemurun, ada warna persaingan antara BI dan Departemen Keuangan. Namun secara tulus saya mengatakan, pengelolaan utang pemerintah yang dilakukan oleh Departemen Keuangan sangat profesional dan patut diacungi jempol.

Dalam konteks global, dua hal penting yang menjadi ukuran pengelolaan keuangan pemerintah adalah tingkat defisit APBN terhadap produk domestik bruto/PDB (tidak boleh melebihi 3%) serta tingkat utang pemerintah terhadap PDB (tidak boleh melebihi 60%). Standar tersebut disakralkan dalam Konstitusi Uni Eropa yang disebut sebagai Maastricht Treaty dan dalam Undang-undang Keuangan Negara Indonesia.

Untuk kedua hal ini, ternyata Pemerintah Indonesia menunjukkan kinerja luar biasa. Dalam hal APBN,Pemerintah Indonesia berhasil menurunkan defisit dan menahannya dalam tingkat yang kecil, yaitu antara 1–2% PDB.Tahun 2008,defisit APBN berada di bawah 1% PDB. Saya sendiri, dengan menghitung dari rekening pemerintah di BI dan perbankan, cenderung menyimpulkan APBN 2008 sebetulnya justru surplus.

Di sisi lain,rasio utang pemerintah terhadap PDB Indonesia menunjukkan kinerja membanggakan. Dari level sekitar 100% pada saat krisis,saat ini rasio utang mencapai sekitar 30%. Angka ini menunjukkan tren terus menurun. Sementara itu,negara-negara G-20 yang berasal dari negara maju memiliki rasio utang di atas 60%.

Amerika Serikat memiliki rasio utang mendekati 100% PDB. Jepang bahkan sudah melampaui 200% PDB. Dua negara yang menjadi bagian BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) dewasa ini juga memiliki rasio utang di atas 60%, yaitu Brasil 65% dan India 80%. Dengan melihat angka-angka ini sebagai pembanding, kita patut berbesar hati melihat hasil yang telah dicapai pemerintah.

Di masa lalu,orang sering membandingkan pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri dengan hasil ekspor, atau yang sering disebut dengan debt service ratio (DSR). Sekarang ini, ekspor Indonesia sudah lebih dari USD100 miliar, bahkan setelah terjadi penurunan ekspor akibat krisis global. Sementara itu, cicilan utang luar negeri serta pembayaran bunganya sudah berada jauh di bawah 20% ekspor.

Ini berarti Indonesia tidak berada dalam lampu merah jika dilihat dari sisi neraca pembayaran. Rasio pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap penerimaan pemerintah juga terus menurun. Hal ini terjadi karena penerimaan pemerintah meningkat pesat sejalan dengan peningkatan PDB (umumnya rasio perpajakan atau tax ratio terhadap PDB ditetapkan sama atau bahkan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya).

Rasio pembayaran seluruh bunga utang pemerintah, baik utang dalam maupun luar negeri,sekitar 2% PDB.Di Jepang, setiap kenaikan bunga utang 1% saja akan menghasilkan tambahan beban ke APBN sebesar 2% PDB.

Melihat perkembangan ini, rasanya masyarakat perlu menyikapi berbagai pendapat dengan tenang. Rasanya tidak pantas membodohi rakyat atau menakuti mereka dengan kekhawatiran tentang utang tersebut yang sebetulnya tidak berdasar.(*)


URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/247083/38/

CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO
Pengamat Ekonomi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...