Rabu, 01 Juli 2009

Kinerja Pemerintah Sektor Pertanian

Oleh: Mufid A. Busyairi

Empat tahun lebih pemerintahan SBY-JK. Ada cerita keberhasilan, juga sejumlah catatan. Khusus sektor pertanian, prestasi paling membanggakan pemerintah adalah swasembada beras pada 2008. Menjelang pemilu presiden, klaim keberhasilan makin sering terdengar. Untuk menilai, kita bisa melacak janji SBY-JK saat kampanye lima tahun yang lalu. Janji-janji itu dipatri dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Untuk sektor pertanian, janji itu dituangkan dalam dokumen Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Di dalamnya tertuang operasionalisasi strategi selama 2005-2009.

Dalam cetak biru revitalisasi pertanian, ada 12 kebijakan yang ditempuh. Di antaranya, investasi dan pembiayaan, manajemen pertanahan dan tata ruang, infrastruktur, pengembangan SDM dan pemberdayaan petani, riset dan pengembangan, kebijakan pangan, kebijakan perdagangan, perpajakan dan retribusi, serta agroindustri pedesaan. Sedangkan manajemen pertanahan dan tata ruang, selain menyediakan lahan pertanian abadi 15 juta hektare lahan beririgasi dan 15 juta hektare lahan kering, dilakukan pencegahan alih fungsi lahan.

Dengan berbagai upaya pemerintah, dalam rentang 2005-2008, produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh mengesankan: 3,34 persen. Berdasarkan data kemiskinan 2005-2008, tingkat kesejahteraan penduduk pedesaan dan perkotaan membaik. Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar (66 persen) menurunkan jumlah penduduk miskin. Neraca perdagangan komoditas pertanian meningkat konsisten dengan rerata 29,29 persen per tahun. Pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian mencapai 1,56 persen per tahun, lebih tinggi dari rerata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24 persen per tahun).

Dalam kurun waktu 2004-2008 produksi tanaman pangan meningkat secara konsisten. Produksi padi meningkat rerata 2,78 persen per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008). Jika produksi pada 2008 dibandingkan dengan produksi 2007, terjadi peningkatan sebesar 5,46 persen. Prestasi ini hanya bisa disamai oleh Orde Baru pada awal-awal Revolusi Hijau.

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Tuhan, keberhasilan ini juga perlu diberi beberapa catatan yang perlu dibenahi ke depan. Pertama; mengesankannya PDB sektor pertanian karena dominasi subsektor perkebunan. Sebaliknya, neraca subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan negatif. Ini mengindikasikan kinerja subsektor perkebunan memberikan nilai lebih kepada pekebun. Yang terjadi pada petani pangan, hortikultura, dan peternak justru sebaliknya. Contohnya, petani padi. Produksi padi 2008 mencapai 60,28 juta ton GKG. Ini produksi bersama 28,3 juta rumah tangga tani. Jika dikalikan dengan harga pembelian pemerintah, dengan asumsi satu keluarga terdiri atas empat orang, pendapatan petani padi hanya Rp 1,527 juta per kapita per tahun (Rp 4.365 per orang per hari).

Artinya, swasembada tidak otomatis berkorelasi dengan kesejahteraan petani. Apalagi luas lahan per petani padi amat kecil: 0,13 hektare (Suryana dan Kariyasa, 2008). Faktor lain yang mempengaruhi minimnya dampak swasembada adalah high input (pupuk anorganik) dalam sistem pertanian padi. Dalam perbincangan dengan sejumlah anggota Komisi IV DPR, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan pihaknya tengah merancang alokasi subsidi untuk 10 ribu paket rumah kompos (1 mesin kompos, 1 alat angkut, dan 33 ternak sapi), sebuah desain bagi kemandirian petani yang telah lama diperjuangkan beberapa anggota Komisi IV DPR.

Bersamaan dengan itu, harga gabah/beras yang cenderung anjlok saat musim panen, akses pasar yang masih didominasi para tengkulak sehingga memotong keuntungan petani, dan terbatasnya daya serap Bulog atas gabah petani adalah problem klasik yang harus diatasi. Sekali lagi, swasembada semestinya tidak berhenti pada agregat angka produktivitas, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani.

Catatan lain, tercapainya swasembada--selain karena berjalannya sebagian program seperti subsidi pupuk dan benih, skema kredit, penggunaan pupuk berimbang--disebabkan oleh faktor iklim, sehingga indeks pertanaman dan situasi panen terjaga dengan baik. Di luar itu, kita masih menghadapi persoalan massifnya alih fungsi lahan pertanian. Data Deptan tahun 2008 menyebutkan, konversi lahan pertanian mencapai 187 ribu hektare per tahun, sedangkan pencetakan lahan rata-rata menurut BPS (2008) hanya 35 ribu ha per tahun. Dan hingga kini, target pemerintah untuk menyediakan lahan pertanian abadi; 15 juta hektare lahan beririgasi dan 15 juta hektare lahan kering, belum tercapai.

Sementara itu, dari total luas jaringan irigasi 6,7 juta hektare, 1,5 juta hektare (22,4 persen) di antaranya rusak. Sejak dilakukan rehabilitasi pada 2004, kerusakan masih tersisa 714 ribu hektare. Hal yang sama terjadi pada waduk dan embung. Dari 238 waduk dan 209 embung besar yang terbangun, sebagian besar kurang baik. Tentu amat rawan jika Indonesia hanya berharap kepada faktor iklim. Infrastruktur irigasi, jalan, serta perluasan lahan dan distribusinya adalah beberapa prasyarat agar swasembada bisa meningkat.

Indonesia masih punya potensi besar untuk perluasan lahan pertanian. Soetarto dkk (Brighten Institute, 2005) mengidentifikasi ada lebih dari 2,9 juta hutan berstatus hutan tanaman industri (HTI), 1,2 juta hak guna usaha (HGU), serta 28 juta hektare sawah dan tegalan telantar. Deptan dan Dephut seharusnya bekerja sama merealisasinya atau, jika diperlukan, Presiden perlu mempertimbangkan menggabung kembali dua departemen ini. Untuk distribusi lahan, petani masih menunggu janji pemerintah yang rencananya membagikan 9,25 juta hektare lahan kepada petani miskin (Program Pembaruan Agraria Nasional).

Bagaimana dengan pangan selain beras? Dalam empat tahun terakhir, produksi pangan utama, seperti jagung, meningkat 9,52 persen per tahun, kedelai 2,98 persen per tahun, gula 6,76 persen per tahun, populasi ternak meningkat 12,75 persen per tahun, dan produksi daging sapi meningkat 3,83 persen per tahun. Meski produksi pangan utama meningkat, ketergantungan terhadap sejumlah pangan impor masih tinggi. Rentang 2004-2008, tingkat ketergantungan impor susu dan daging sapi naik, masing-masing dari 70 persen jadi 89 persen dan dari 4,04 persen jadi 35 persen.

Penurunan tingkat ketergantungan terhadap impor hanya terjadi pada kedelai dan gula, masing-masing dari 79,9 persen jadi 70 persen dan dari 37 persen jadi 30 persen. Tingkat ketergantungan impor gandum (100 persen), garam (50 persen), induk ayam, dan telur juga masih tinggi. Untuk gandum, misalnya. Meskipun di Indonesia tidak ada petani gandum, konsumsi terigu terus naik. Pada 1997/1998 impor biji gandum masih 3,7 juta ton, saat ini 6 juta ton per tahun. Dengan harga gandum US$ 248 per ton, nilai impor mencapai US$ 1,49 miliar atau Rp 14,9 triliun (kurs Rp 10.000 per dolar AS), jauh lebih besar dari anggaran Departemen Pertanian (Rp 8,4 triliun).

Impor komoditas pertanian tidak bisa hanya dipandang sebagai fenomena perdagangan. Dalam konteks Indonesia, impor susu, sapi, garam, kedelai, gula, menandakan ada yang kurang pas dengan pengelolaan negeri ini. Bukankah Indonesia negara agraris dan kelautan, didukung iklim tropis serta tenaga kerja yang berlimpah-ruah hingga ke negeri orang?

Berbagai permasalahan ini memerlukan pembenahan, termasuk pengembangan riset. Sebuah tantangan bagi Deptan, yang anggarannya justru dikurangi. Dibanding negara lain, anggaran pertanian Indonesia menurun tajam. Menurut Bank Dunia (2009), rentang 1990-2005, anggaran pertanian Indonesia terpangkas dari 8,1 persen PDB menjadi tinggal 2 persen PDB. Sedangkan Malaysia dari 6 persen menjadi 5 persen PDB, Thailand dari 10,1 persen menjadi 4,8 persen PDB, Burma dari 9 persen menjadi 8,5 persen. Pada akhirnya, kita butuh pemimpin yang memahami pentingnya pangan bagi kesejahteraan, kemandirian, kekuatan, dan kedaulatan sebuah bangsa. Lihatlah bagaimana negara-negara maju sibuk membenahi sektor pertanian, sesibuk menata persenjataan dan kekuatan militernya.

URLSource: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/07/01/Opini/krn.20090701.16

Mufid A. Busyairi
anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...