Senin, 09 Januari 2012

Landreform Berdasarkan Tap MPR: Suatu Keharusan

Oleh: Hajriyanto W Tohari


Kasus sengketa tanah selalu melibatkan dimensi emosi dan harga diri lebih dari sengketa lain apa pun. Soal tanah bagi masyarakat agraris seperti Indonesia ini adalah soal hidup-mati.

Lihat saja sesanti sakral yang berbunyi: “sak dumuk bathuk, sak nyari bumi” akan aku bela sampai mati! Tak heran jika kasus sengketa tanah selalu berpotensi untuk melahirkan tindak kekerasan yang tidak jarang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, baik orang seorang maupun massal. Kasus kekerasan seperti yang terjadi di Mesuji, Bima, dan tempat-tempat lain telah banyak terjadi di negeri ini. Kasus Mesuji ini hanyalah puncak dari gunung es.

Banyaknya kasus sengketa tanah yang berujung pada kekerasan massa yang tidak jarang memakan korban jiwa terutama di pihak rakyat menunjukkan bahwa persoalan tanah masih menjadi permasalahan serius di negeri ini. Masih banyak lubang kelemahan dalam kepemilikan agraria terutama diletakkan dalam konteks keberpihakan kepada rakyat.

Maka mutlak harus ada penyelesaian yang menyeluruh dan radikal (baca: to radix,sampai ke akar-akarnya) dalam persoalan agraria di negeri ini. Penyelesaian yang parsial dan ad hoctidak akan pernah dapat mengakhiri problem pertanahan yang sudah sangat akut, parah, dan eksplosif ini.

Laksanakan Tap MPR

Dalam konteks dan perspektif ini saya mengajukan “appeal” kepada Presiden dan DPR RI untuk melaksanakan dengan serius Ketetapan MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketetapan MPR (Tap MPR) yang sangat penting dan strategis ini telah diabaikan sama sekali oleh rezim-rezim yang memerintah negara ini sampai era reformasi sekarang ini!

Tidak ada alasan untuk mengabaikan Tap MPR sekarang ini.Pertama,dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan ditegaskan bahwa Tap MPR masuk dalam tata urut peraturan perundangan kedua di bawah UUD.Tap MPR merupakan sumber hukum (baik formal maupun material) bagi setiap UU yang dibentuk dan diberlakukan di Indonesia.

Kedua, Presiden dan lembaga- lembaga negara lainnya memang harus menaati dan melaksanakan Tap MPR sebagai “aturan dasar” negara. Setiap UU dan kebijakan publik harus berdasarkan dan merujuk pada UUD maupun Tap MPR. Keduanya adalah aturan dasar yang memang harus mendasari setiap kebijakan presiden dalam semua kebijakan yang diambilnya. Tidak relevan berdalih bahwa oleh karena sejak amendemen UUD 1945 Presiden tidak lagi berada di bawah MPR,Presiden tidak perlu lagi melaksanakan Tap MPR.

Jika demikian dalihnya, pertanyaannya adalah bukankah UUD 1945 sama dengan Tap MPR yang dibuat oleh MPR, toh presiden wajib menaati dan melaksanakan UUD? UUD 1945 sebagaimana Tap MPR adalah produk politik yang dibuat MPR. Keduanya wajib ditaati dan dijalankan oleh presiden.

Pandu yang Bagus

Tap MPR mestinya dilihat sebagai pandu yang memandu jalannya negara ke depan. Janganlah Tap MPR dilihat sebagai beban yang memberatkan Presiden seperti sekarang ini. Jika dilihat sebagai beban, biasanya lantas dicari-cari dalih untuk mengabaikannya. Tap MPR ini, sebagaimana Tap MPR lainnya yang masih berlaku, bagus-bagus sekali isinya dan sebenarnya bisa menjadi pedoman sekaligus solusi bagi banyak persoalan bangsa.

Juga dalam soal sengketa pertanahan yang sudah makan korban begitu banyak di negeri ini. Satu-satunya jalan yang legal dan konstitusional untuk mengatasi persoalan pertanahan dan agraria yang karut-marut di negeri ini, sekaligus menjadikannya sebagai instrumen bagi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,adalah dengan melakukan pembaruan agraria dengan melaksanakan Tap No IX/MPR/ 2001 tentang Pembaruan agraria ini.

Landreform: Jalan Pembaruan

Kata-kata kunci dari Tap ini terdapat di Pasal 5, yaitu keharusan dilakukannya penataan kembali, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. Untuk itu, harus dibentuk satu paket undang-undang tentang pembaruan agraria yang benar-benar berkeadilan.

Langkah ini harus dimulai dengan terlebih dahulu mengkaji ulang seluruh peraturan perundang- undangan tentang agraria yang ada dalam sorotan spirit reformasi agraria. Menurut Tap ini landreform semacam ini adalah satu-satunya kunci penyelesaian persoalan tanah yang memang sudah berkembang menjadi amat sangat rumit dan penuh sengkarut.

Sangat meyakinkan jika tidak ada landreform yang berpihak kepada rakyat, akan muncul kasus-kasus sengketa tanah di manamana yang akan memakan banyak korban jiwa lagi. Kasus sengketa tanah antara rakyat dan pengusaha,antara rakyat dan PTP, antara rakyat dan instansi pemerintah,dan antara rakyat dan pihak lain lagi, adalah potensial dan secara laten terjadi di mana-mana!

Yang laten ini akan segera termanifestasi hanya dengan faktor picu yang sangat sederhana. Jika tidak ada pembaruan agraria,rakyat akan selalu kalah dan dikalahkan oleh para pihak lain, terutama para pengusaha tambang,atau hutan, atau perkebunan, yang notabene memiliki dokumen hukum lebih lengkap.

Sementara rakyat meski telah tinggal di tanah itu secara turun-temurun sering tidak memilikinya.Tanpa landreform, rakyat kecil akan selalu kalah dan tersingkir.

URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/455206/

Hajriyanto W Tohari
Wakil Ketua MPR ares, pandora, limewire

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...