Selasa, 12 April 2011

Produksi Kopi Nasional Berpotensi Turun 20%

BY BONNIE MINDOSA, ZAENAL MUTTAQIN & QAYUUM AMRI
Kementerian Pertanian memprediksi produksi kopi nasional tahun ini berpotensi turun 20% atau 141.800 ton menjadi 567.200 ton dari 709 ribu ton tahun lalu. Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan penurunan terjadi karena curah hujan tahun ini diperkirakan akan lebih tinggi sehingga bisa mengganggu produksi. Penurunan produksi juga bisa berdampak pada penurunan ekspor kopi tahun ini.

Gamal menjelaskan gangguan produksi akibat iklim ekstrem terjadi pada hampir semua sentra produksi kopi nasional, seperti di Lampung dan Jawa Tengah. “Banyak buah kopi membusuk,” ujarnya.

Imam Sarjo, Ketua Asosiasi Petani Kopi Jawa Tengah, membenarkan potensi penurunan produksi kopi tahun ini. Di Jawa Tengah, produksi kopi diperkirakan turun dari rata-rata 30 ribu ton menjadi 15 ribu ton. Sekitar 80% produksi kopi di Jawa Tengah berjenis robusta dan sisanya arabika.

Potensi penurunan produksi membuat harga kopi rata-rata naik sekitar 25%-30% dibandingkan tahun lalu. Harga kopi robusta saat ini mencapai Rp 25 ribu per kilogram dan kopi arabika Rp 45 ribu per kilogram.

Azwar AB, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kementerian Pertanian, mengatakan penurunan produksi kopi banyak dikontribusi oleh perkebunan rakyat akibat pengelolaan kebun yang kurang memadai. Rata-rata usia tanaman kopi rakyat sudah mencapai 15 tahun, sehingga produktivitas jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 734 kilogram per hektare.

Total areal perkebunan kopi di Indonesia tahun lalu mencapai 1,21 juta ton. Tahun ini, luas perkebunan diperkirakan bertambah menjadi 1,31 juta ton dan hampir 90%-nya merupakan perkebunan rakyat.

Selain karena menurunnya produktivitas perkebunan rakyat, penurunan produksi juga karena konversi lahan menjadi perkebunan lain, seperti kelapa sawit. Upaya penanaman kembali sulit dilakukan, karena tingginya biaya yang mencapai Rp 7 juta-Rp 30 juta per hektare. “Petani takut kehilangan pendapatan kalau mereka melakukan penanaman kembali saat harga sedang bagus seperti sekarang. Apalagi, butuh waktu tiga tahun sampai dapat menghasilkan,” kata Azwar.

Penurunan produksi otomatis berdampak pada volume ekspor kopi Indonesia tahun ini, meski nilai ekspor masih naik karena tingginya harga kopi di pasar internasional. Rachim Kartabrata, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, mengakui ekspor kopi tahun ini berpotensi turun dari rata-rata per tahun 350 ribu ton menjadi 300 ribu ton.

Rachim membantah laporan Bloomberg yang menyebutkan volume ekspor kopi Indonesia di kuartal I 2011 naik tiga kali lipat menjadi 65.500 ton dibanding periode yang sama tahun lalu. Menurut dia, volume ekspor sebesar itu menunjukan penurunan dibanding rata-rata sebelumnya. Pada kuartal I 2010, ekspor kopi Indonesia mencapai 90 ribu-100 ribu ton. Jumlah itu dikontribusi dari hasil panen sebanyak 70 ribu ton. Sisanya, berasal dari produksi di akhir 2009. “Jadi angka 65.500 ton itu bukan kenaikan,” katanya.

Dia mengakui harga kopi yang terus meningkat diperkirakan akan mendorong penerimaan ekspor kopi nasional sebesar 10%-20% menjadi US$ 795,5 juta. Namun, dia juga mengkhawatirkan kenaikan nilai ekspor bisa tidak tercapai kalau penurunan produksi lebih besar dan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat terus menguat.

Departemen Riset IFT mencatat kopi merupakan salah satu komoditas andalan ekspor di luar minyak mentah dan gas. Dalam lima tahun terakhir, Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara eksportir kopi setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam.



Dorong Produksi

Untuk mendorong produksi, pemerintah merencanakan pembangunan cluster perkebunan dan industri kopi di sentra-sentra produksi kopi nasional. Lampung akan dijadikan sentra produksi kopi robusta dan Aceh Tengah sebagai sentra produksi kopi arabika.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan program rehabilitasi dan penanaman kembali kopi arabika dilakukan pada lahan seluas 5.299 hektare di 12 provinsi, yang mencakup 26 kabupaten. Untuk kopi robusta dilakukan pada lahan seluas 447 hektare di lima provinsi atau tujuh kabupaten.

Pemerintah juga akan meningkatkan kapasitas produksi kopi arabika karena harganya lebih tinggi dibanding robusta. Pasar kopi arabika juga relatif lebih terjamin di negara-negara beriklim dingin, seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, dan Italia. Kopi arabika dari Indonesia dinilai konsumen juga lebih enak.

Namun, peningkatan prodiksi kopi arabika relatif lebih sulit dibanding robusta karena hanya dapat dibudidayakan di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut dan suhu antara 16-20 derajat Celcius. Itu sebabnya, luas areal kopi arabika lebih rendah dari kopi robusta. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan, areal perkebunan kopi arabika mencapai 296.854 hektare, sementara kopi robusta 1.01 juta hektare.


Sumber: http://www.indonesiafinancetoday.com/read/6026/Produksi-Kopi-Nasional-Berpotensi-Turun-20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...